PRESIDEN TURKI: PERGANTIAN REZIM SOLUSI KRISIS SURIAH

anadolu erdogan
Presiden Recep Tayyip (Foto: Anadolu)

Brussels, 22 Dzulhijjah 1436/6 Oktober 2015 (MINA) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa krisis kemanusiaan di Suriah hanya dapat diselesaikan dengan perubahan rezim atau pergantian kepemimpinan.

Berbicara di lembaga think tank Eropa, Egmont Institute, selama kunjungannya ke Brussels, Belgia, Senin (5/10), Erdogan mengatakan, “Membawa perdamaian dan membangun stabilitas di negara itu hanya mungkin dengan jalan transisi terkontrol yang mengarah ke perubahan rezim.”

“Berkat perlindungan, bantuan, dan layanan yang diberikan oleh Turki, maka 2,2 juta warga Suriah bisa terus hidup aman,” imbuh politikus Partai Keadilan dan Pembangunan JDP (The Justice and Development Party) itu, seperti dilansir Anadolu, Selasa (6/10).

Mantan Walikota Istanbul itu menyatakan bahwa semua upaya yang dilakukan Turki dalam membantu korban Suriah bahkan melampaui kontribusi negara-negara anggota Uni Eropa.

“Dengan melakukan ini, kami memiliki lebih dari nilai-nilai Uni Eropa ketimbang (beberapa) negara anggotanya,” ujarnya, menyindir sejumlah negara Uni Eropa yang menutup pintu bagi pengungsi Suriah.

Kunjungan Erdogan ke Brussels datang beberapa pekan setelah Uni Eropa berjanji menyediakan bantuan minimal US$1,1 miliar untuk kepentingan pengungsi Suriah di Turki, Yordania, Lebanon, dan negara-negara lain bulan lalu.

Erdogan mengatakan Turki telah menghabiskan 7,5 miliar dolar AS (Rp107 triliun) untuk keperluan perlindungan korban pengungsi konflik Suriah sejak negara itu tegelincir ke dalam perang sipil dan sektarian sejak 2011. Adapun bantuan asing yang diterima Ankara hanya 417 juta dolar AS (Rp6 triliun) atau hanya 5,6% saja.

Menghadapi krisis migran terburuk sejak era Perang Dunia II, Uni Eropa telah menyatakan kesediaannya untuk membantu Turki mengintegrasikan lebih migran di wilayahnya. Tujuannya untuk mencegah arus masuk massa pengungsi di negara tetangga Yunani.

Sejalan dengan Arab Saudi

Solusi pergantian rezim bagi penyelesaian konflik Suriah seperti yang diutarakan Presiden Erdogan juga menjadi sikap politik pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Riyadh memandang Presiden Suriah Bashar al-Assad tidak bisa menjadi bagian dari solusi sehingga harus dilturunkan dari kekuasaan.

“Pemimpin Suriah Bashar al-Assad harus harus meletakkan jabatannya atau dilengserkan oleh kekuatan,” ungkap Menteri Luar Negeri Saudi, Adel Al-Jubeir, di sela-sela pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS), beberapa waktu
lalu.

Al-Jubeir mengatakan Assad tidak memiliki masa depan di Suriah. Karena itu ia menggarisbawahi ada dua pilihan untuk penyelesaian konflik di Suriah. Opsi pertama adalah proses politik dengan membentuk dewan transisi, dan Saudi memandang hal itu sebagai cara yang ideal.

“Pilihan lainnya adalah opsi militer, yang juga akan berujung pada penurunan Bashar al-Assad dari kekuasaan,” tegasnya, memperingatkan. Meski tidak menyebut secara spesifik opsi militer seperti apa yang harus diambil, amat mungkin itu berupa sokongan kepada tentara oposisi moderat yang tengah berjuang menumbangkan rezim Al-Assad, seperti Tentara Pembebasan Suriah FSA (The Free Syrian Army).

“Ada oposisi Suriah yang moderat yang berjuang melawan Bashar al-Assad dan oposisi ini mendapatkan dukungan dari sejumlah negara, dan kami berharap bahwa dukungan ini akan terus berlanjut dan meningkat,” ujarnya.

Jubeir mengatakan pilihan terbaik untuk Presiden Al-Assad adalah menerima prinsip-prinsip perjanjian Jenewa I yang ditandatangani pada Konferensi Perdamaian pada 2012. Di sana diatur soal mekanisme dasar untuk pemerintahan transisi. (T/P022/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0