Rektor IPB Kemukakan Solusi Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi Covid-19 

Jakarta, MINA – Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Arif Satria mengatakan, situasi seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia menuju kemandirian pangan.

“Pertanian adalah sektor strategis, memang kalau kita lihat dari hasil diskusi globalisasi Faktor Pandemi Covid-19 semakin mengemuka karena negara-negara di dunia kini cenderung menahan stok pangan. Ini akan menjadi momentum dalam kemandirian pangan,” ujar Arief melalui keterangan tertulis yang diterima MINA, Rabu (13/5).

Sesuai pernyataan dari Kementerian Pertanian RI, suplai pangan masyarakat dipastikan aman hingga Agustus 2020. Itu berdasar dengan gambaran untuk komoditi beras mencapai 8 juta ton berikut bahan pokok lainnya seperti bawang merah, cabai, daging ayam, telur. Sedangkan, pada bulan Juni 2020 (beras) juga mengalami surplus hingga 7,4 Ton.

Arief menambahkan, disisi lain ada permasalahan yang patut diwaspadai yaitu ditemukannya sejumlah wilayah masih mengalami defisit pangan.

“Apabila ditelaah lebih jauh, kondisi tersebut muncul bukan disebabkan oleh siklus produksi pangan tetapi karena pendistribusian yang mengalami hambatan,” katanya.

“Ternyata distribusi terhambat, karena dampak Covid-19 yaitu pembatasan mobilitas, sosial distancing, PSBB hingga menyebabkan kantor-kantor pemasok tutup hingga akhirnya pembatasan operasional pasar yang dibatasi,” tambahnya.

Selain itu, adanya kenaikan harga pangan pokok dari petani yang dirasakan mencapai sepertiga, dari harga normal.

Arif mengatakan, permasalahan dalam hal produksi dan distribusi ditengah wabah corona ini diperlukan solusi baik jangka pendek maupun menengah.

“Solusi jangka pendek, yaitu kebijakan logistik dalam hal pasok pangan dengan melibatkan BUMN, lembaga koperasi dan swasta hingga nasional,” katanya.

Kebijakan tersebut harus diambil pemerintah agar distribusi pangan kembali normal. Kemudian petani juga bisa menjual hasil panennya seperti biasa (sebelum Covid-19), sementara konsumen kembali mendapatkan harga pangan yang terjangkau.

Sementara itu, untuk solusi jangka menengah yaitu gerakan pangan masyarakat untuk skala rumah tangga yang dinilai Arief mampu menangani pangan ketika terjadi krisis.

“Dulu banyak masyarakat memelihara ayam, kolam ikan, tanaman holtikultur sebagai cadangan pangan. Disini jelas terlihat bahwa pertanian, skala perkotaan harus digalakkan. Gerakan ini murah dan rendah karbon, juga efektif untuk akses pangan beberapa komunitas masyarakat perkotaan,” katanya.

Hal senada juga diutarakan Sugiharto, Chief Financial Officer (CFO) Indonesia Future. Dia mengatakan dibutuhkan dua kekuatan pemerintah dalam mengentaskan permasalahan , di tengah keterpurukan perekonomian dampak dari wabah Covid-19 yaitu APBN dan BUMN.

“APBN mampu memperkuat ketahanan pangan dengan penyaluran stimulus atau subsidi, kepada petani dalam hal pupuk. Kemudian BUMN juga membantu menjamin stok beras dan gula,” paparnya.

Pria yang sempat menjabat sebagai Menteri BUMN RI periode 2004 – 2007 tersebut menambahkan, peran BUMN juga mampu memobilisasi kecukupan pangan setelah Covid – 19 nantinya berakhir.

“Bisa kita ambil contoh, saat Tsunami tahun 2004 lalu hanya BUMN saja yang siap menangani dalam hal akses penanganan. Apalagi, Covid-19 saya kira seluruhnya bisa ditangani. Jangan lupakan juga peran kampus-kampus pertanian, harus digandeng,“ pungkasnya. (R/R11/R1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.