Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SIKAP RASULULLAH TERHADAP TAWANAN WANITA

Admin - Kamis, 1 Agustus 2013 - 11:14 WIB

Kamis, 1 Agustus 2013 - 11:14 WIB

800 Views ㅤ

Seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ‘Adi bin Hatim at-Tha’i radhiyallahu ‘anhu menceritakan tentang dirinya dan saudara perempuannya.

‘Adi bin Hatim bercerita:

Tidak seorang pun bangsa Arab yang lebih aku benci dari pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ketika aku mendengar berita tentang beliau dan kegiatan dakwahnya.

Aku seorang pimpinan yang dihormati, aku tinggal bersama kaumku dalam daerah kekuasaanku. Aku memungut pajak dari mereka seperempat dari penghasilan mereka, sama dengan yang dilakukan raja-raja Arab lainnya.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Ketika pengaruh dan kekuatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam makin menguat dan tentaranya tambah banyak tersebar di Timur dan Barat negeri Arab, aku berkata kepada hamba sahayaku, “Hai, Anak Manis! Siapkan unta betina yang gemuk dan jinak, lalu tambatkan selalu di dekatku. Bila kamu dengan tentara Muhammad atau ekspedisinya menjejakkan kaki di negeri ini, beritahukan kepadaku segera.”

Pada suatu pagi, hamba sahayaku datang menghadap seraya berkata, “Wahai Tuanku, apa yang akan Tuanku perbuat bila tentara berkuda Muhammad datang ke negeri ini?”

“Mengapa?” tanyaku.

“Hamba melihat beberapa bendera sekeliling kampung. Itulah bendera tentara Muhammad,” jawab hamba sahayaku.

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

“Siapkan unta yang aku perintahkan kepadamu, bawa ke mari!” perintahku.

Aku memanggil isteri dan anak-anakku untuk segera berangkat ke negeri yang kami anggap aman, yaitu Syam. Di sana kami bergabung dengan orang-orang yang seagama dengan kami. Kami pun tinggal di rumah mereka.

Aku terburu-buru mengumpulkan semua keluargaku. Setelah melewati tempat yang mencemaskan, tenyata ada di antara keluargaku yang tertinggal. Saudara perempuanku tertinggal di negeri kami, Nejed, beserta penduduk kaum Tha’i lainnya. Tidak ada jalan lain bagiku mendapatkannya kecuali kembali. Tapi, aku terus berjalan dengan rombonganku sampai Syam.

Saudara perempuanku kubiarkan tertinggal di Tha’i, tapi hatiku penuh kecemasan. Kemudian aku mendapat berita, tentara berkuda Muhammad menyerang negeri kami. Saudara perempuanku terperangkap. Sejumlah perempuan menjadi tawanan, kemudian mereka dibawa ke Yastrib (Madinah). Di sana mereka ditempatkan dalam sebuah penjara dekat pintu masjid.

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lewat, saudara perempuanku menyapa, “Ya Rasulullah! Bapakku telah binasa, yang menjaminku telah lenyap. Maka limpahkanlah kepadaku karunia yang dikaruniakan Allah kepada Anda.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dia lari dari Allah dan Rasul-Nya.”

Sesudah berkata begitu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pergi meninggalkannya.

Keesokan harinya, Beliau lewat lagi di depan saudaraku. Saudaraku tetap menyapa seperti kemarin. Hari ketiga, ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lewat, saudaraku lupa menyapa Beliau dan tidak berkata apa-apa.

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Seorang laki-laki lalu memberi isyarat kepada saudaraku agar menyapa Beliau. Maka saudaraku berdiri menghampiri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seraya berkata, “Ya Rasulullah! Ayahku telah meninggal, yang menjaminku telah lenyap. Maka limpahkanlah kepadaku karunia yang dikaruniakan Allah kepada Anda.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Saya penuhi permintaanmu.”

“Saya ingin pergi ke Syam menemui keluargaku di sana,” kata saudaraku.

“Tapi engkau jangan terburu-buru pergi ke sana sebelum engkau mendapatkan orang yang dapat dipercaya dari kaum engkau untuk mengantarmu. Bila telah engkau dapatkan orang yang dipercaya, beritahukan kepada saya,” kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel

Setelah Beliau pergi, saudaraku menanyakan siapa laki-laki yang memberi isyarat kepadanya supaya menyapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Salah seorang yang mengiringi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Orang itu adalah Ali bin Abi Thalib.”

Saudaraku tinggal di Madinah sampai datang orang yang dipercaya untuk membawanya ke Syam. Setelah orang itu datang, saudaraku mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya Rasulullah! Telah datang serombongan kaumku yang dipercaya dan mereka menyanggupi mengantarku.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu memberi saudaraku pakaian, unta untuk kendaraan dan uang belanja secukupnya, maka berangkatlah ia beserta rombongan tersebut.

Kami  selalu mencari-cari berita tentang saudaraku itu dan menunggu-nunggu kedatangannya. Kami hampir tidak percaya apa yang diberitahukan kepada kami tentang Muhammad dengan segala kebaikannya terhadap saudaraku.

Baca Juga: Jenderal Ahmad Yani, Ikon Perlawanan Terhadap Komunisme

Demi Allah, ketika aku sedang duduk dalam lingkaran keluargaku, tiba-tiba muncul seorang wanita menuju ke arah kami. Aku berkata, “Nah, itu anak perempuan Hatim. Dia adalah saudara perempuanku yang ditunggu-tunggu!”

Setelah turun dari kendaraannya, saudara perempuanku menghampiriku seraya berkata, “Engkau tinggalkan kami, engkau zalim! Isteri dan anak-anak engkau bawa, tapi bapak dan saudara perempuanmu, serta yang lain engkau tinggalkan.”

Saudara perempuanku menyalahkanku. Kemudian, aku bertanya siapa sebenarnya Muhammad itu.

“Menurutku, demi Allah, sebaiknya engkau temui dia. Jika dia Nabi, maka yang paling dahulu mendatanginya beruntunglah dia. Dan jika dia raja, tidak ada hinanya engkau berada di sampingnya. Engkau adalah seorang raja pula,” jawab saudaraku.

Baca Juga: Hidup Tenang Ala Darusman, Berserah Diri dan Yakin pada Takdir Allah

Mendengar itu, aku langsung pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, karena aku pernah mendengar dia berkata, “Sesungguhnya saya berharap semoga ‘Adi bin Hatim masuk Islam di hadapan saya.”

Maka pergilah ‘Adi bin Hatim yang berujung kepada masuk Islamnya raja Nejed itu. (P09/R2).

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Hiruk Pikuk Istana di Mata Butje, Kisah dari 1 Oktober 1965

Rekomendasi untuk Anda