Sobat, Ayo Tobat Sebelum Mati

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Jangan pernah merasa senang dan aman dengan kemaksiatan yang kita lakukan. Jangan pernah merasa ‘bangga’ dengan -dosa yang dilakukan, sekecil apa pun dosa itu. Sekali dosa, maka tetaplah dosa, karena itu khawatirlah sebab jika orang yang melakukan dosa itu tidak segera bertobat kepada Allah Azza wa Jalla, maka dosa itu lama kelamaan akan menggunung juga.

Masa hidup di dunia ini terlalu sempit dan singkat, maka sejatinya seorang Muslim dari  hari ke hari harus menjadi lebih baik. Jika ia seorang muslimah, maka jadilah seorang muslimah yang punya harga diri. Jangan biarkan diri menjadi tak ada nilainya di hadapan manusia dan Allah karena rasa malu sudah luntur. Muslimah yang baik adalah muslimah yang taat kepada Allah Ta’ala dan bisa menjaga dirinya dari pergaulan yang haram.

Begitu juga sebaliknya, jika ia seorang lelaki Muslim yang lurus akidahnya, maka tentu saja ia hanya takut kepada Allah Ta’ala. Dia tidak pernah merasa aman dari intaian Malaikat Maut sehingga hari-harinya senantiasa diisi dengan kebaikan dan selalu berusaha menghindari diri dari dosa dan . Apalah artinya ibadah yang dilakukan, tapi kemaksiatan dan dosa juga masih melekat dan tumbuh subur dalm diri.

Mari bertobat, sebelum sakaratul maut itu tiba. Mari benahi diri untuk menjadi lebih baik, agar hidup selamat dan bahagia dunia akhirat. Surga Allah itu yang Dia janjikan tentu saja tidak murah dan mudah, dan suraga-Nya hanya bisa diraih dengan kesabaran; sabar dalam menjalankan ibadah hanya kepada Allah, sabar dalam menerima setiap ujian dan sabar dalam meninggalkan segala yang dilarang Allah Ta’ala.

Jika kita masih juga berbuat maksiat sementara sudah memahami dalil-dalilnya, maka itu artinya ada kesombongan di dalam hati, dan Allah Ta’ala tidak menjadikan negeri akhirat itu bagi orang-orang yang menyombongkan diri lagi berbuat kerusakan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Negeri akhirat itu, Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al Qasas: 83).

Dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dengan “negeri akhirat” adalah kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat. Dan yang dimaksud berbuat kerusakan adalah melakukan maksiat.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas ra disebutkan bahwa telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam Dia lalu berkata, ”Ya, Rasulullah,  sesungguhnya aku telah berbuat dosa.” Nabi menjawab, ”Mintalah ampun kepada Allah.” Lelaki itu kembali  berkata, ”Aku bertobat, kemudian kembali berbuat dosa.

Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda, ”Setiap kali engkau berbuat dosa, maka bertobatlah, hingga setan putus asa.” Lelaki itu berkata lagi, ”Ya, Nabi Allah, kalau begitu dosa-dosaku menjadi banyak.” Maka, Nabi bersabda lagi, ”Ampunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala  lebih banyak daripada dosa-dosamu.”

Hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam ini mengisyaratkan bahwa meminta ampunan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala  selalu berkaitan dengan dosa dan salah. Meminta ampun seringkali dihubungkan dengan bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Keduanya merupakan aktivitas syariat yang harus dilakukan setiap manusia.

Sebab, manusia adalah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala  yang secara fitrah dibekali dengan sikap salah dan lupa. Permintaan ampun tidak akan menuai hasil bila tidak disertai dengan bertobat kepadaNya, dan meminta maaf kepada orang yang dizalimi.

berarti meninggalkan sesuatu yang ter-cela dan terlarang yang ditetapkan dalam Islam demi mencapai sesuatu yang terhormat, mulia, dan terpuji di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bertobat adalah pengakuan dan penyesalan terhadap perbuatan alfa dan dosa. Ketika ditanya tentang tobat, sufi Sahl Ibn ‘Abd Allah dan Al Junaid menjawab, ”Tobat ialah engkau tidak mengingat dosamu.”

Al-Junaid menjelaskan bahwa melupakan dosa berarti tidak lagi mengingat dosa-dosa yang telah diperbuat yang melekat dalam hati. Tentu saja ini artinya menjadikan masa lalu yang kelam sebagai motivasi untuk terus memperbaiki diri hingga akhir hayat dan bertekad tidak akan mengulangi lagi masa lalu yang penuh dosa itu.

Syarat Tobat

Setidaknya, ada tiga syarat yang harus dipenuhi seseorang bila tobatnya ingin diterima Allah. Syarat-syarat itu antara lain sebagai berikut.  Pertama, menyesali diri, karena telah telanjur melakukan maksiat dan melanggar ketentuan-ketentuan agama. Orang-orang yang menyesali diri dari dosa saja yang bisa merasakan betapa perbuatan dosa itu adalah sebuah keburukan di mata Allah Ta’ala.

Kedua, menjauhkan dan meninggalkan diri dari semua maksiat kapan dan di mana saja berada. Mempunyai tekad yang kuat untuk lepas dari jeratan maksiat adalah modal utama bagi yang ingin bertobat. Tak ada yang mampu memberi kekuatan selain Allah semata, maka memohon kepada Allah agar diberi kekuatan untuk menjauhi setiap kemaksiatan adalah jalan yang harus ditempuh.

Ketiga, berkemauan dan berjanji pada diri sendiri secara sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi kemaksiatan, karena menyadari bahwa perbuatan maksiat menghalangi hubungan dia dengan Tuhannya dan dapat memutus hubungan dengan sesamanya. Kesungguhan untuk menghindari maksiat merupakan tekad yang harus dimiliki oleh setiap kita yang bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Berjanjilah kepada Allah, untuk tidak mengulangi lagi setiap dosa. Memperbanyak istighfar salah satu kunci dari Allah untuk menghapus semua dosa maksiat.

Terakhir, orang yang telah berbuat salah dan mau bertobat, harus meminta maaf kepada orang yang dizalimi. Meminta dan memberi ma-af merupakan dasar bagi terwujudnya ishlah  (damai). Jadi, mari isi  hari-hari kita dengan memperbaiki diri. Tak ada kata terlambat selama hayat masih di kandung badan dan nafas belum lagi berhenti di ujung tenggorokan.

Tak ada kata tidak bisa bagi orang-orang yang mempunyai tekad mulia. Lihatlah diri kita masing-masing, berfikir jernih dan koreksi hati kita. Apakah selama ini kita masih senang ‘berkubang’ dengan kemaksiatan walau pun kecil? Maksiat yang kecil itu menurut kita sobat, tapi di mata Allah, setiap kemaksiatan sekecil apa pun, maka itu adalah dosa.

Jangan pernah merasa diri lebih baik, lebih tahu agama, lebih soleh atau solehah sementara detik demi detik pergaulan kita sehari-hari diisi dengan kemaksiatan. Jangan angkuh kepada hukum-hukum Allah Ta’ala, sebab keangkuhan itu adalah salah satu tanda dari sifat-sifat Iblis laknatullah ‘alaih. Sombong bukan karena seseorang itu sudah banyak ilmu dan harta saja, tapi lebih halus lagi sombong itu menolak kebenaran yang disampaikan dan merendahkan orang lain karena mungkin ilmunya masih sedikit, harta tak punya atau pendidikannya yang rendah.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. (HR. Muslim no. 91)

An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam). Wallahua’lam.(RS3/RS2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.