Suka Duka Berpuasa Ramadhan di Amerika Serikat

Oleh: Putri Brikke Sukmahartati, Penulis adalah mahasiswa semester dua di University of Nebraska, Lincoln jurusan Environmental Engineering.

Melaksanakan ibadah selama sebulan penuh merupakan tantangan terbesar kaum yang berada di negara belahan utara tahun ini. Penduduk Muslim di Serikat merupakan kaum minoritas dan durasi puasa di musim panas bisa dibilang cukup lama yaitu sekitar 15 – 19 jam tergantung dari wilayah negara bagian masing-masing.

Sebagai mahasiswa muslim di negara bagian Nebraska, Amerika Serikat, bulan menjadi pengalaman yang unik. Apalagi dengan temperatur yang cukup tinggi (32 – 40°C) dan terik matahari yang sangat menyilaukan, keteguhan iman seakan diuji lebih.

Sahur juga dapat menjadi hal yang berat ketika melakukan ibadah puasa baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia. Jadwal imsak wilayah Lincoln, Nebraska sekitar pukul 4:15 pagi, dengan waktu berbuka yang cukup larut yaitu sekitar pukul 9 malam.

Agar dapat terbangun untuk sahur, biasanya orang-orang hanya bisa mengandalkan alarm telepon selular yang telah diatur tepat pukul setengah empat pagi. Tidak seperti di Indonesia, di mana kita biasa mendengar suara bedug keliling membangunkan untuk sahur.

Di siang hari, orang-orang di sini pun, masih melakukan aktivitas normal seperti biasa. Tentunya masih bisa dilihat begitu banyak warga yang menikmati makanan dan minuman segar sambil berjemur di panas dan teriknya matahari.

University of Nebraska, Lincoln, memiliki lembaga muslim kampus yaitu Muslim Students Association (MSA) UNL. Sayangnya, ketika Ramadhan mereka tidak banyak melakukan kegiatan.

Ketika saya berkomunikasi dengan Sara, Presiden MSA, dia menjelaskan bahwa Iftar (buka puasa) bersama tersedia di masjid lokal. Hal ini juga dikarenakan banyak mahasiswa yang pulang ke negara masing-masing untuk merayakan Ramadhan dan Idul Fitri bersama keluarga.

Walaupun begitu, sekali dalam satu bulan setiap tahunnya MSA juga berpartisipasi dalam menyiapkan makanan untuk berbuka di masjid tersebut.

imageKampus University of Nebraska, Lincoln, di saat musim panas

Setelah seharian berpuasa, tentunya waktu berbuka adalah saat yang sangat dinantikan.

Saya merasa beruntung ketika diundang berbuka bersama oleh Mirvat, seorang perempuan asal Mesir yang tinggal bersama dengan suami, dua orang anak dan ibunya.

Memulai berbuka sangat lazim dengan menu yang manis, dan untuk hidangan pertama mereka menyajikan susu kurma. Mirvat menjelaskan bahwa hidangan ini sangat popular di negaranya untuk berbuka, dan membuatnya juga cukup mudah.

Kurma yang telah dipotong-potong dicampur dengan kismis direndam dengan susu selama tiga jam agar rasa manis yang timbul adalah murni dari kurma tersebut.

Kemudian hidangan selanjutnya adalah sup lentil dengan rasa karinya yang khas. Sungguh nikmat sekali ditambah dengan menu utama berupa Kofta yang dibuat dari daging halus dan dibentuk memanjang seperti sosis.

imageMenu buka puasa yang disajikan keluarga Mesir di Amerika

Acara berbuka bersama juga bisa saya nikmati di masjid sama seperti kebanyakan masjid di Indonesia. Salah satu masjid yang saya kunjungi adalah Islamic Foundation Lincoln (IFL).

Untuk mencapainya dibutuhkan waktu sekitar 20 menit dengan mobil. Menu yang disajikan di masjid ini disiapkan oleh ibu-ibu anggota masjid. Mereka biasanya bergantian dengan menuliskan nama mereka di kertas daftar relawan.

Tetapi, ada juga seorang ibu asal Somalia yang membawa apapun yang beliau masak ke Masjid setiap hari tanpa menulis namanya. Beliau hanya ingin membawa masakannya untuk jemaah di Masjid.

imageSuasana berbuka puasa bersama di IFL

Hanya ada tiga masjid di kota Lincoln dan ketiganya berada di pinggiran kota dengan akses transportasi yang sangat terbatas. Layanan bis hanya beroperasi dari pukul 6 pagi sampai 7 malam, dan tidak semua lokasi bisa dijangkau.

Lincoln merupakan ibu kota Negara Bagian Nebraska dan bukan merupakan kota besar. Hal ini memang umum terjadi di Amerika Serikat karena sebagian besar pusat administrasi tidak berada di kota besar. Meskipun begitu, Masjid tetap dipenuhi jamaah untuk Shalat Tarawih

imageMeskipun terlihat sederhana, tempat ini masih dipenuhi oleh jemaah untuk shalat tarawih

Melaksanakan ibadah puasa di negeri orang memang terasa berat, apalagi jauh dari keluarga membuat rasa rindu akan suasana bulan Ramadan di Indonesia semakin besar.

Walaupun demikian, saya harus tetap melaksanakannya, dan sangat bersyukur karena di sini saya juga bisa bertemu dan berkenalan dengan banyak teman Muslim lainnya sehingga saya tidak merasa sendirian.

Terlebih lagi karena mereka senantiasa menawarkan bantuan jika saya membutuhkan. Alhamdulillah, Ramadhan di Amerika memang begitu indah. (P007/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Septia Eka Putri

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.