Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Survei: Kelompok Rentan Masih Berisiko Akibat COVID-19 dan Bayangan Ketidakpastian Ekonomi

Rana Setiawan - Ahad, 18 Desember 2022 - 12:07 WIB

Ahad, 18 Desember 2022 - 12:07 WIB

2 Views

Perubahan iklim dan kemiskinan

Jakarta, MINA – Komunitas paling rentan di Indonesia, termasuk rumah tangga dengan anak-anak dan penyandang disabilitas, masih berisiko jatuh lebih jauh ke dalam kemiskinan setelah pandemi COVID-19 dan dibayangi ketidakpastian ekonomi.

Hal tersebut sebagaimana laporan yang dirilis Sabtu (17/12) oleh United Nations Children’s Fund (UNICEF), United Nations Development Program (UNDP), Australia-Indonesia Partnership for Economic Development (PROSPERA), dan SMERU Research.

Laporan tersebut mencatat, meskipun tingkat kemiskinan turun menjadi 9,54 persen pada Maret 2022 dari 10,14 persen pada Maret 2021, masih ada kebutuhan mendesak untuk penanganan kesejahteraan kelompok rentan yang paling menderita akibat dampak COVID-19 agar Indonesia dapat mencapai pemulihan inklusif.

Laporan ini juga menyoroti pentingnya akses terhadap vaksinasi COVID-19 bagi rumah tangga yang beranggotakan anak-anak dan kelompok rentan. Tingginya angka vaksinasi dan ketaatan terhadap kebijakan pembatasan sosial (PPKM) dianggap menjadi faktor penting untuk memacu pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal

“Pada tahun 2021, pemerintah menggelontorkan bantuan sebesar Rp 153,4 triliun (sekitar USD 10,3 miliar) sebagai salah satu langkah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menanggulangi dampak pelemahan perekonomian dan kesejahteraan sosial, termasuk di tingkat rumah tangga,” Made Arya Wijaya, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara, Kementeri Keuangan, dalam sambutannya.

Terbukti, lanjut Made, ekonomi domestik pada kuartal III tahun ini terdongkrak, di mana konsumsi rumah tangga diperkirakan menjadi
salah satu penopang utamanya.

“Daya beli sektor rumah tangga harus kita jaga di tahun 2023, sebagai akibat dari situasi pandemi yang tidak menentu dan krisis dunia,” tuturnya.

Made juga mengungkapkan, perekonomian Indonesia semakin kuat di tahun 2022. Hingga kuartal ketiga tahun ini, GDP Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 4,5%. Sementara itu, angka inflasi per November 2022 adalah 4,2% atau tergolong rendah.

Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri

“Tanda-tanda pertumbuhan lainnya adalah turunnya angka kemiskinan, menurunnya tingkat pengangguran, dan bertambahnya partispasi angkatan kerja,” pungkasnya.

Plt. Konselor Infrastruktur dan Tata Kelola Ekonomi Kedutaan Australia, James Gilbert, mengungkapkan perhatiannya terhadap situasi kerentanan rumah tangga di Indonesia.

“Selain dalam bidang kesehatan, pemerintah Australia sebagai mitra dari pemerintah Indonesia mendukung segala upaya pemulihan ekonomi dan sosial rumah tangga, terlebih bagi keluarga yang dikepalai oleh perempuan dan beranggotakan anak, penyandang disabilitas, serta lansia. Kehilangan pendapatan dan sulitnya akses terhadap kesehatan masih membayangi sebagai dampak dari pandemi yang berkepanjangan serta perlambatan ekonomi global,” ungkapnya.

Menurut laporan ini, sebanyak 6 dari 10 UMKM berbasis rumah tangga mulai bergeliat untuk berbisnis. Isu kesehatan mental perlahan teratasi karena keluhan terkait depresi dan kecemasan menurun sebanyak 1,4 kali dari sebelumnya. Namun, perempuan masih mengalami kemunduran dalam pertumbuhan di angkatan kerja sebagai akibat beban ganda dalam urusan domestik dan tanggung jawab terhadap pengasuhan. Akibatnya, banyak perempuan justru beralih ke pekerjaan dengan keterampilan rendah di sektor nonformal.

Baca Juga: Update Bencana Sukabumi:  Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian

Pada sektor pendidikan, sebanyak 75 persen anak-anak yang disurvei masih mengalami kesulitan untuk belajar karena kendala jaringan internet dan alat yang belum merata di seluruh negeri. Dua pertiga dari anak-anak tetap belajar dari rumah, sementara sepertiganya sudah kembali ke sistem pembelajaran tatap muka di sekolah.

“COVID-19 menciptakan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi anak-anak dan pengasuhnya di seluruh Indonesia,” kata Maniza Zaman, Perwakilan UNICEF Indonesia.

Menurut Maniza, laporan ini menggarisbawahi pentingnya meningkatkan sistem perlindungan sosial, mengatasi krisis pembelajaran danmemastikan anak-anak penyandang disabilitas tidak tertinggal saat negara pulih dari COVID-19 dan menghadapi dampak krisis global.

“Penyelesaian masalah ini merupakan kunci bagi Indonesia untuk mencapai visi jangka panjangnya menjadi salah satu dari 10 ekonomi terbesar dunia pada tahun 2030, mencapai status berpenghasilan tinggi dan mengurangi semua bentuk kemiskinan hingga mendekati nol,” imbuhnya.

Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025

Dalam laporan terungkap, 82 persen pendapatan rumah tangga ternyata masih belum berubah semenjak tahun 2020 atau bahkan semakin menurun, terutama di keluarga yang dikepalai oleh perempua dan yang beranggotakan anak-anak.

“Survei ini membuktikan kekhawatiran kami terhadap rumah tangga paling rentan di Indonesia yang tetap berada dalam kondisi rentan dan membutuhkan dukungan, terutama dalam menghadapi kenaikan harga pangan. Kami berharap bahwa temuan dan rekomendasi dari survei ini akan membantu para pengambil keputusan mempertimbangkan cara yang paling tepat kedepannya. Hal ini diperlukan tidak hanya untuk pulih dari pandemi, tetapi juga untuk capaian di masa depan untuk indikator pembangunan lainnya, sembari memastikan tidak ada yang tertinggal,” kata Sujala Pant, Wakil Residen UNDP di Indonesia.

Athia Yumna, Wakil Direktur Bidang Penelitian dan Penjangkauan the SMERU Research Institute, mengungkapkan, bantuan sosial pemerintah menjadi penyokong rumah tangga untuk mengatasi kekurangan pangan, penurunan pendapatan, dan kesulitan proses belajar-mengajar.

“Meskipun demikian, program perlindungan sosial perlu diperluas dan ditingkatkan untuk menjangkau lebih banyak masyarakat. Hal ini seiring dengan temuan di lapangan yang mengungkapkan bahwa satu dari empat rumah tangga mengalami keterlambatan menerima bantuan, tidak menerima bantuan dalam jumlah yang sesuai, kesulitan pencairan bantuan tunai, atau masalah teknis lainnya seperti ketidaksesuaian nama penerima bantuan,” sambungnya.

Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta

Direktur Prospera, David Nellor, menutup diskusi dengan mengedepankan pentingnya penggunaan data sebagai landasan pembuatan kebijakan dan pemberian bantuan bagi masyarakat.

Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan perlu digalakkan, sehingga tercipta perspektif-perspektif baru untuk pembangunan yang inklusif.(R/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Bulog: Stok Beras Nasional Aman pada Natal dan Tahun Baru

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
MINA Preneur
Indonesia
Indonesia