Oleh : Wahyudi KS, Amir Majelis Taklim wa Tadrib Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
Khutbah jumat juga merupakan media dakwah yang strategis untuk dakwah Islam, karena ibadah sholat jumat beersifat rutin dan wajib dijalankan oleh umat muslim secara berjamaah. Sebagai khotib, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam khutbah jumat.
Setidaknya, ada tujuh hal penting yang harus diperhatikan dalam khutbah jumat :
1. Memanjatkan puji dan sanjungan kepada Allah
Lafazh yang bisa digunakan :
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّهِ…. أَلْحَمْدُ لِلّهِ … أَحْـمَدُ لله……
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu ‘anhu, ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَخَيْرُ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah serta menyanjungNya dengan (pujian dan sanjungan) yang layak bagiNya, kemudian beliau mengatakan, Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada sesuatu pun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tidak ada sesuatupun yang dapat memberinya petunjuk, dan sebaik-baik ucapan adalah Kitab Allah.” (Shahih Muslim no. 1435, Nasai no 1560, Ibnu Majah no. 44, Ahmad no. 13815).
2. Membaca Syahadat
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
كُلُّ خُطْبَةٍ لَيْسَ فِيهَا تَشَهُّدٌ فَهِيَ كَالْيَدِ الْجَذْمَاءِ
” Setiap Khutbah yang didalamnya tidak ada syahadat, maka ia adalah seperti tangan yang buntung. ” (HR. Abu Daud 4201, Ahmad no. 7675, At-Tirmidzi no. 1026, Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud dan silsilah ash Shahihah no. 169).
3. Berwasiat dengan Takwa Kepada Allah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selalu berwasiat dengan taqwa dan membaca ayat Al-Quran tentang taqwa di setiap khutbahnya, a.l. ayat-ayat sebagai berikut :
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَاَنۡـتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS. Ali Imran : 102, An-Nisaa : 1, Al-Ahzaab : 70-71) (HR. Ahmad, Shahih).
4. Membaca Ayat Al-Quran
Khatib membaca satu ayat atau lebih dari al-Qur’an, dan jika tidak membaca satu ayat pun, maka khutbah tidak sah. Hal didasarkan pada :
Hadits dari Jabir bin Samurah radliyallahu ‘anhu, dia berkata :
كَانَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَتَانِ يَجْلِسُ بَيْنَهُمَا
يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan dua khutbah dimana beliau duduk di antara keduanya, (dan dalam khutbah itu) beliau membaca al-Quran dan mengingatkan manusia.” (Shahih Muslim no. 1426, an-Nasa’i no. 1401).
Keempat point tersebut adalah Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memulai khutbahnya, dan dikenal sebagai Khutbatul Hajah.
5. Menyampaikan Nasihat Bagi Muslimin
Setelah wasiat taqwa, khatib menyampaikan nasihat kepada yang hadir, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا
إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum`at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah : 9).
Pada QS. Al-Jumu’ah : 9 tersebut, Allah memerintahkan untuk bersegera mendatangi khutbah sejak adzan dikumandangkan, dan berdasarkan riwayat yang mutawatir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila telah keluar dan duduk di mimbar, kemudian adzan dikumandangkan, maka beliau langsung berkhutbah. Ini menunjukkan, bahwa bergegas menuju khutbah adalah wajib.
6. Shalawat dan salam atas Nabi
Sahabat Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anhu berkata,
إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ
حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
” Sesungguhnya do’a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak akan naik sedikit pun dari tempat itu sampai engkau bershalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi).
7. Berdo’a Untuk Muslimin
Mendo’akan kaum muslimin adalah sunnah, akan tetapi tidak harus dilakukan setiap Jum’at. Karena hadits dari sahabat Samurah “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ampunan bagi kaum muslimin pada setiap jum’at,” adalah Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ath Thabrani dengan derajat yang Dla’if. Bahkan asy-Syaikh Abu Malik menghukuminya : Dla’if Jiddan (lemah sekali). Atas dasar hal tersebut, maka kita kembali pada penjelasan sebelumnya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap berdo’a dalam khutbahnya sambil memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan tidak mengangkat / menengadahkan kedua tangannya. Kecuali pada saat Istisqa (minta hujan). (A/SR/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi