(Wawancara Eksklusif dengan Ulama Sunni Iran)
Bogor, 1 Ramadhan 1437/6 Juni 2016 (MINA) – Wacana mempersatuan dunia Islam terus digaungkan di seluruh pelosok bumi. Dalam perjalanannya, untuk mencapai sebuah kesatuan umat yang majemuk tidak bisa dilakukan dengan mudah. Hal itu perlu kesungguhan dan keistiqomahan dari para tokoh yang berjuang.
Bisa saja ada persoalan-persoalan yang tiba-tiba muncul di tengah usaha itu. Dan persoalan yang akhir-akhir ini sering muncul ke permukaan adalah isu pertentangan antara Sunni dan Syiah, lebih khusus lagi isu perseteruan di Iran.
Dalam hal ini, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA) berkesempatan untuk melakukan bincang-bincang dengan salah seorang ulama, Sayyid Abdul Ba’its Qitaliy (Imam Besar Ahlusunnah dan Kepala Pesantren Ahlusunnah di Iran). Berikut petikannya:
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
MINA: Apa kegiatan dan tujuan Anda di Indonesia?
Abdul Ba’its: Ini adalah pertama kalinya saya ke Indonesia. Saya datang ke sini bersama kawan saya dari kalangan ulama Syiah. Saya merasa sangat ingin berkunjung ke Indonesia dan ingin mengetahui hubungan antara Sunni dan Syiah di Indonesia serta menyampaikan hubungan antara kami yang bermadzhab Sunni Syafi’iyah dan komunitas Syiah di Iran.
Saya bukan seorang politikus. Saya tidak mewakili pihak pemerintah Iran, saya datang atas nama pribadi bersama kawan saya. Tidak ada tekanan dari pihak manapun saat kami datang ke Indonesia. Saya ingin menyampaikan bahwa jangan ada pandangan bahwa semua yang datang dari Iran pasti syiah. Sungguh, banyak orang seperti saya di Iran.
Selain itu, kedatangan saya ke Indonesia adalah ingin melihat pula bagaimana kondisi umat Islam terutama yang bermadzhab Syafi’i di Indonesia, sehingga saya bisa memahami perkembangan umat Islam di Indonesia. Saya adalah anggota dewan permusyawaratan ulama Sunni di kota Bandar Abbas.
MINA: Bagaimana hubungan Sunni dan Syiah di Iran?
Abdul Ba’its: Pertama yang perlu kita ketahui adalah bahwa di Iran, ada sekitar 80 juta penduduk. Dari jumlah itu, sekitar 15% adalah orang-orang Sunni. Mereka tinggal di wilayah perbatasan Iran sebelah barat (Iraq) dan timur (Pakistan). Ada sekitar 7 juta orang-orang Kurdi Sunni di wilayah barat Iran yang berbatasan dengan Turki dan Irak. Sementara di wilayah utara Iran yang berbatasan Turkmenistan dan Tajikistan, juga ada orang-orang Sunni.
Selain itu, terdapat pula satu pulau yang berjarak dua km dari Pantai Iran yang semua penduduknya adalah Sunni. Terdapat ribuan masjid dan madrasah Sunni di daerah itu.
Di Iran pula, ada sekitar 45 ribu masjid, sementara 15 ribu di antaranya adalah masjid Sunni. Di kawasan tempat kami tinggal, kami merasakan kebebasan penuh dalam beribadah, termasuk menunaikan zakat, shalat tarawih, shalat Jumat dan ibadah lainnya. Kami hidup damai di Iran.
Baca Juga: Wawancara Ekskusif Prof Abdul Fattah El Awaisi (2): Urgensi Rencana Strategis Bebaskan Baitul Maqdis
Sementara dalam hal pendidikan, kaum Syiah tidak ada campur tangan sedikitpun untuk menentukan pelajaran, materi, guru dan kurikulum di sana. Banyak ditemui madrasah-madrasah yang mengkaji kitab-kitab Sunni, dan semua kitab tersebut mengajarkan tentang persatuan. Hal itu tak terlepas dari keberadaan ulama-ulama Sunni yang dulu pernah lahir atau setidaknya bermukim di sana seperti Imam Bukhari, Imam Ibnu Majah dan lainnya.
MINA: Apakah pernah ada konflik antara Sunni dan Syiah?
Abdul Ba’its: Dalam masalah ibadah, sama sekali tidak ditemui pertentangan dan gesekan. Hanya saja memang sering terjadi diskusi ilmiah antara orang-orang Sunni dan Syiah, namun berlangsung dalam suasana toleransi.
Terkadang pula ada di antara warga sendiri ada perbedaan paham dalam masalah politik. Kami tidak membahas ini di forum umum, tetapi hanya sebatas diskusi kecil.
Baca Juga: Fenomana Gelombang Panas, Ini Pendapat Aktivis Lingkungan Dr. Sharifah Mazlina
Bahkan salah seorang politikus di Iran yang mengharamkan orang-orang Syiah untuk menghujat shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Hanya memang ada di kalangan Syiah yang melakukan hujatan namun segera di atasi (islah) oleh pemerintah dengan baik sehingga tidak terjadi konflik.
MINA: Apakah Sunni dan Syiah bisa bersatu?
Abdul Ba’its: Sangat mungkin sekali, namun dengan beberapa syarat yakni orang-orang Syiah jangan pernah berpikir untuk men-Syiahkan orang Sunni. Juga orang-orang Sunni, jangan pernah berpikir untuk men-Sunnikan orang-orang Syiah. Biarkan saja semua dengan keyakinannya masing-masing selama masih berada di jalan Islam yang lurus.
Kita ambil contoh hubungan Syiah di Iran misalnya. Ada pembantu presiden bernama M. Yunusi, ia bukan dari kalangan Syiah yang justru diberi bertugas untuk melayani warga minorritas. Sementara di lingkup parlemen, ada sekitar 250 anggota DPR di Iran, 23 di antaranya adalah Sunni. Begitu juga ada pemeluk agama lain seperti Kristen dan Yahudi yang duduk di parlemen.
Dalam pemilu, tidak ada yang memaksa satu sama lain untuk memilih calon legislatif dari golongan masing-masing, inilah kebersamaan Sunni dan Syiah di Iran.
MINA: Bagaimana dengan ulama Sunni yang digantung di Iran?
Abdul Ba’its: Saya tidak pernah mendengar kabar tersebut. Mungkin mereka yang dihukum gantung bukan karena latar belakang aqidahnya namun karena kejahatan yang dilakukannya di tengah masyarakat.
Di Iran, kehidupan beragama sangat harmonis, kecuali dengan Yahudi. Iran membagi Yahudi menjadi dua, pertama Yahudi Zionis dan kedua Yahudi bukan Zionis. Dengan Zionis, bisa dikatakan kami tidak ada hubungan sama sekali dengan mereka. Namun dengan non Zionis kami memberikan tempat bagi mereka.
Baca Juga: HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel
MINA: Mengapa Iran melarang warga berangkat haji ke Makkah?
Abdul Ba’its: Benar, memang benar dengan keputusan tersebut warga Iran tidak bisa berangkat untuk haji. Ada beberapa alasan, antara lain pemutusan hubungan antara Saudi dan Iran. Iran ingin Saudi memperbaiki layanan hajinya. Pemerintah Iran mengatakan ingin memberangkatkan warganya jika hanya ada persyaratan yang harus dipenuhi Saudi agar warga Iran mendapat pelayanan dengan baik.
Meski demikian, barangkali ada warga Iran yang berangkat haji tidak melalui jalur resmi pemerintah Iran, tapi dari negara lain. Memang, muncul orang-orang atau pihak-pihak yang tidak ingin hubungan baik antara Saudi dan Iran. Namun saya yakin bahwa Presiden Rouhani tidak menginginkan hubungan yang buruk dengan Saudi.
MINA: Syarat apa yang diajukan Iran untuk dipenuhi Saudi ?
Baca Juga: Basarnas: Gempa, Jangan Panik, Berikut Langkah Antisipasinya
Abdul Ba’its: Saudi harus bertanggungjawab atas keamanan warga Iran saat berhaji.
MINA: Bagaimana dengan konflik di Suriah?
Abdul Ba’its: Ini merupakan fitnah besar yang hendak memecah belah kaum Muslimin. Dan saya berharap betul akan adanya ishlah antara kedua belah pihak . Dan yang terpenting ini bukan peperangan antara Sunni dan Syiah.
MINA: Pesan Anda bagi warga Muslim Indonesia yang termakan isu Sunni Syiah?
Baca Juga: Basarnas Siapkan Sumber Daya yang Siap dan Sigap
Abdul Ba’its: Mereka harus memikirkan dan memperhatikan dengan baik pentingnya persatuan antara dua belah pihak. Kami di Iran hidup damai dengan warga Syiah. Bahkan diantara kami ada yang menikahkan anaknya dengan warga Syiah. Begitu juga dalam hubungan dagang.
Sebenarnya, fitnah terbesar adalah takfiri yang menyebabkan perpecahan. Kaum takfiri sendiri justru bertentangan dengan para imam madzhab. Mereka telah merusak nama baik Islam sehingga masyarakat Barat menilai kaum Muslimin yang suka marah, membunuh, keras dan lain-lain. Padahal Islam tidak demikian, Islam adalah agama rahmat lil alamain. (P011/P04/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)