Ustaz AHI: Berani Jadi Da’i, Berani Tidak Punya “Uang”

Al-Muhajirun, Lampung Selatan, MINA – Pembina Lembaga Bimbingan Ibadah dan Penyuluhan Islam (LBIPI) Bogor, Saerodjie atau yang kerap disapa Ustaz AHI menyatakan, berani menjadi seorang da’i adalah siap untuk tidak punya “uang”.

“Kalau tepat pemahamannya, kita akan memilih jadi Da’i meskipun konsekuensinya kita tidak akan fokus mencari uang untuk nafkah keluarga,” ujar Ustaz AHI saat mengisi materi pada Tadrib Da’i yang digelar Majelis Dakwah Pusat (MDP) Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Aula Taqwa, Al-Muhajirun, Lampung Selatan, Sabtu (13/8).

Ia menyatakan, menjadi da’i adalah tugas setiap orang, karena menjadi Da’i sama dengan mengurusi agama Islam, dan yang punya kewajiban ini adalah diri kita sendiri.

“Kewajiban mengurusi agama Islam adalah kita sendiri. Ada orang muslim tapi tidak pernah memikirkan agamanya, mengurusi agamanya, melaksanakan kewajiban agamanya, apakah dia tetap disebut muslim?,” tanyanya kepada puluhan peserta yang hadir pada Tadrib Da’i tersebut.

Ia menuturkan, seorang muslim harus punya peran terhadap agamanya sendiri, maka ketika kita berpikir keduniaan, mencari uang, bekerja, berbisnis setiap saat, sampai lupa kewajibannya sebagai seorang muslim, lantas bagaimana dengan agamanya.

“Kalau mengingat perjalanan saya terjun di medan dakwah, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan, bahkan akan sangat menguji keimanan, sehingga perlu kesabaran dan keteguhan iman bahwa kita yakin dengan pertolongan Allah, sesulit apapun keadaan kita dalam memperjuangkan agama Allah,” tuturnya.

Ie menyatakana, keyakinan dalam hati akan pertolongan Allah sangatlah berpengaruh pada keberhasilan dakwah. Akan ada banyak masalah ketika kita meniti jalan menjadi seorang .

“Maka kalau siap jadi dai, berarti harus siap menghadapi berbagai masalah, masalah di sini tentunya tidak hanya tentang bayaran, tetapi juga tentang keikhlasan, kalau kita tidak ikhlas, akan sangat sulit dakwah kita berkembang,” ujarnya.

“Kalau mau jadi da’i, jadi yang bener, dijemput apa aja jalan, kalau ga ada mobil pake motor, sepeda, ga ada kendaraan ya jalan. Yakin, jual diri saya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kalau di kita dijemput, ga ada yang jemput ya nginap saja di musholla, tetap kuncinya ikhlas,” katanya.

Ikhlas sebagai kuncinya, baik itu harus ikhlas atau harus terpaksa ikhlas, kita menyampaikan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

“Alhamdulillah Allah menguatkan saya, terjun dakwah, harus sebisa mungkin jadi seorang dai menyampaikan risalah Nabi. Konsekuensinya ga punya uang. Harus ikhlas atau harus terpaksa Ikhlas, kesampingkan ego kita. Dari perjalanan dakwah saya inilah, tercipta buku Balada Seorang Da’i, silahkan dibaca, dipraktekkan,” tutupnya. (L/R12/P1)

Mi’raj News Agency (MINA) 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.