Usulan BPIH dari Pemerintah Jadi Preseden Positif Perumusan Kebijakan Biaya Haji

Jakarta, MINA – Usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 98.893.909 pada 2023 menjadi preseden positif dalam . Publik secara aktif terlibat dalam pembahasan rencana tersebut.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie mengatakan, usulan rencana kenaikan BPIH pada tahun 2023 oleh pemerintah dalam konteks perumusan kebijakan biaya haji dinilai positif.

“Publik jadi lebih mengetahui secara detail tentang komponen pembiayaan haji. Lebih dari itu, akan muncul pikiran dan pendapat alternatif dari pelbagai pihak. Ini preseden baru dalam perumusan kebijakan biaya haji yang sebelumnya tidak terjadi. Ini patut diapresiasi,” kata Prof Tholabi di Jakarta, Jumat (20/1).

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menyebutkan, kebijakan BPIH yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden (Kepres) itu memberi ruang meaningfull participation atau partisipasi bermakna dari publik.

“Diskusi mengenai besaran biaya BPIH ini pada akhirnya akan melahirkan keterlibatan publik yang bermakna atau meaningfull participation. Publik tidak sekadar menjadi objek kebijakan, tetapi juga terlibat aktif dalam perumusan kebijakan,” imbuh Prof Tholabi.

Adapun terkait usulan kenaikan besaran biaya BPIH pada tahun 2023, menurut Prof Tholabi, menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk menjelaskan secara komprehensif ke publik terkait kenaikan sejumlah komponen biaya haji yang ditentukan oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi (KSA) yang telah terjadi pada musim haji tahun 2022 lalu.

“Besaran biaya Haji tahun 2022 lalu sebenarnya biaya tidak jauh berbeda dari usulan pemerintah saat ini. Bedanya, pada haji tahun 2022, pemanfaatan dana manfaat yang dikelola BPKH sebesar Rp 60 jutaan tiap jemaah,” katanya.

Pemanfaatan dana manfaat yang dikelola BPKH sebesar Rp 60 jutaan per jemaah pada musim haji tahun 2022, kata Tholabi, disebabkan pengumuman kenaikan besaran biaya haji oleh pemerintah Arab Saudi disampaikan seminggu sebelum pemberangkatan jemaah haji Kloter pertama.

“Jadi, subsidi sebesar Rp 60 jutaan itu agar jemaah tetap berangkat. Karena tidak mungkin kenaikan biaya itu dibebankan kepada jemaah, karena waktunya sangat mepet,” ujar Prof Tholabi.

Skema tersebut, imbuhnya, tentu tidak bisa diterapkan pada pelaksanaan ibadah haji tahun 2023 dan seterusnya karena akan membebani dana jemaah yang dikelola oleh BPKH.

“Skema subsidi sebesar Rp 60 jutaan per jemaah tentu tidak dapat ditempel salin dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2023 dan seterusnya. Karena dipastikan akan berdampak pada dana jemaah yang dikelola oleh BPKH,” kata guru besar hukum Islam ini.

Karena itu, katanya, usulan besaran kenaikan BPIH tahun 2023 ini menjadi ruang yang baik bagi pemerintah dan publik untuk merumuskan kebijakan berapa besaran biaya haji tahun 2023 yang ideal bagi keuangan BPKH dan ideal bagi jemaah haji.

“Perlu jalan tengah dan pikiran alternatif soal ini. Satu sisi mempertimbangkan dana jemaah yang dikelola BPKH agar tidak terbebani, namun di sisi yang lain pertimbangan kondisi objektif calon jemaah juga dipikirkan,” saran Prof Tholabi. (R/R4/B04)

Mi’raj News Agency (MINA)