Semua Hari Adalah Hari Ibu


Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Seorang anak laki-laki usia remaja, yang banyak orang lain menyebutnya ‘nakal’, tiba-tiba pada tanggal 22 Desember ini mengucapkan pesan singkat untuk ibunya, “Umi, selamat Hari Ibu ya. Maaf kalau Ananda punya banyak salah. Moga sehat selalu dan dipanjangkan rezekinya. Dan doain moda Ananda jadi anak yang sama orang tua”.

Lainnya, seorang anak sekolah menengah putri, juga memberikan ucapan pesan singkat, “Ibu, selamat Hari Ibu. Maaf kalo Ananda ada salah. Doain Ananda semoga jadi hafidzah 30 juz. Dan jadi anak yang sholehah, berbakti kepada kedua orang tua”.

Dengan sedikit berkaca-kaca, sang bunda menjawab singkat “Aamiin….”.

Mungkin masih banyak kata-kata yang hendak diungkapkan untuk sang buah hatinya. Namun, semua tak kuasa terucapkan, walau lewat pesan singkat.

Begitulah, anak apapun dan bagaimanapun, sang anak memiliki jalinan kuat dengan ibunya. Demikian terlebih lagi. Pautan hati ibu ke anak, jauh lebih kuat dari yang lainnya.

Begitupun anak juga akan tiba saatnya menjadi baik dan lebih baik lagi seiring tempaan alam, peristiwa dan hikmah yang dilaluinya. Semua ada masanya.

“Kasih ibu kepada beta. Tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia”.

Lirik lagu anak-anak ini menggambarkan betapa kebaikan ibu bagai sang mentari yang menyinari dunia. Tiada lelah dan tak pernah berhenti memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya sepanjang masa.

Maka, doa, restu dan ridha ibu adalah yang utama dan melebihi siapapun.

Maka tak heran, di Hadramaut, Yaman, jika ada warga datang menghadap Habib Salim atau Habib Sepuh yang ‘alim di wilayah Tarim untuk minta didoakan. Sang habib selalu memberikan pertanyaan, “Apakah kamu masih memiliki permata di rumahmu, yaitu ibumu?”

Jika jawabnya masih, maka Habib dengan halus akan mengatakan, “Tahukah, bahwa doa ibumu untukmu, adalah jauh lebih mulia dan lebih makbul daripada doa seorang Wali besar sekalipun?”

Betapa mulianya seorang ibu disebutkan di dalam hadits:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Artinya: “Seseorang datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi kembali menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau pun menjawab lagi, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi, ‘Kemudian ayahmu. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Tekait hadits ini, Al-Qurthubi menjelaskan, bahwa kecintaan dan kasih sayang anak terhadap seorang ibunya, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayahnya. Ini karena ada tiga masa kesulitan bagi seorang ibu, yaitu saat menghadapi masa hamil, ketika melahirkan, dan pada saat menyusui anak. Itu semua hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kesulitan itu sekaligus kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.

Hingga disebutkan di dalam hadits:

الجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ اْلأُمَّهَاتِ

Artinya: “Surga ada di bawah telapak kaki para ibu”. (HR Al-Ashbahani dan Al-Qudha‘i dari Anas bin Malik).

Namun hadits itu disebut oleh ulama ahli hadits, termasuk hadits yang sangat lemah (mungkar), karena dalam sanadnya ada dua rawi yang tidak dikenal, yaitu Manshur bin al-Muhajir dan Abu an-Nadhr al-Abbar.

Tentu bukan hanya ibu, tapi juga ayah adalah orang tua yang dapat menjadi penyebab masuk surga. Seperti tercantum di dalam hadits:

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

Artinya: “Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya”. (HR Ahmad, At-Turmudzi dan Ibn Majah dari Abu Darda).  

Lebih mendalam lagi, Allah menyebutkan perang kedua orang tua itu, terlebih sang ibu di dalam ayat:

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS Al-Ahqaf [46]: 15). 

Begitulah, air susu ibu yang kita minum tatkala bayi, adalah saripati makanan hasil jerih payah keringat ayah yang mencari nafkah untuk keluarga.

Karena itu tiada kata lain kecuali adalah dengan memuliakan keduanya. Mau keluar rumah atau jumpa orang tua? Jangan lupa cium tangan mereka. Tak mengapa sehari dua-tiga kali kita melakukannya. Toh itupun belum sebarapa dibandingkan pengorbanan mereka.

Bila kita kelak sudah bekerja atau berkeluarga, atau tidak tinggal serumah lagi dengan orang tua, maka sering-seringlah mengunjunginya setiap ada kesempatan.

Bila tidak memungkinkan, teleponlah, berilah kabar, agar hatinya lapang dan ridha. Setidaknya, memberikan perhatian kepada mereka pada masa tuanya. Serta  jangan sekali-sekali melawannya.

Ingatlah, bahwa kesuksesan kita saat ini adalah tidak terlepas dari doa orang tua, terutama doa seorang ibu. Hanya kita tidak tahu, kalau ibu sering berbohong, bahwa tidak ada masalah apa-apa. Padahal beban menggunung di pundak ibu. Namun ibu sangat pandai menyembunyikannya di hadapan anak-anaknya. Ia hanya mengadukannya kepada Allah Sang Maha Pencipta.

Maka, saatnya memperbaiki hubungan kita dengan orang tua, terutama ibu, maka insya-Allah kita akan mendapatkan keberkahan melimpah-ruah.

Terutama kepada ibu, dan itu tidak sebatas pada tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Ini hanya tanggal penandaan dan pengingat saja. Karena sesungguhnya semua hari adalah Hari Ibu, hari berbakti kepada ibu. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.