Pencalonan Cucu Ayatollah Khomeini Ditolak Dewan Wali Iran

khomaeniTeheran, 20 Rabi’ul Akhir 1437/30 Januari 2016 (MINA) – Seorang cucu dari mendiang Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin revolusi , menantang keputusan yang melarang dirinya mengikuti pemilihan Majelis Ahli pada Februari mendatang.

Hassan Khomeini, 43, mengatakan ia akan mengajukan banding atas permintaan masyarakat dan beberapa tokoh agama dan politik senior. Namun Khomeini menambahkan langkahnya itu mungkin tidak akan mampu ‘membuka jalan baru’ atau sia-sia. Demikian RFE/RL melaporkan, Jumat (29/1) waktu setempat, yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Majelis Ahli adalah lembaga ulama Syiah yang akan menunjuk Pemimpin Tertinggi Iran pada Februari 2016.

Khomeini, seorang ulama moderat yang dekat dengan faksi reformis, mengeluarkan komentar ini beberapa hari setelah anaknya membat pernyataan di akun Instagram. Pernyataan itu untuk mengonfirmasi laporan media sebelumnya bahwa Dewan Wali tidak menyetujui ayahnya untuk mengikuti pemilihan pada 26 Februari.

Dewan Wali dilaporkan telah menyetujui hanya 166 dari sekitar 800 calon yang mengajukan aplikasi untuk mengisi kursi Majelis Ahli, termasuk Presiden Iran Hassan Rohani dan mantan Presiden Akbar Hashemi Rafsanjani.

“Ini sebuah kejutan bagi saya dan bagi banyak orang lainnya bahwa sejumlah pakar hukum terhormat di Dewan Wali tidak bisa menetapkan saya memenuhi syarat,” kata Khomeini, mengkritik putusan Dewan Wali.

Dia menilai pelarangan itu tidak adil karena berkas aplikasi yang diajukannya sudah lengkap, termasuk menyertakan kesaksian ulama senior tentang kualifikasi agama dan ‘catatan jam terbang menyampaikan ceramah’ dan karya tulis dalam bentuk bentuk buku.

“Jika mereka (Dewan Wali) tidak bisa meloloskan saya melalui kesaksian dari para ayatollah besar, dan ceramah dan tulisan-tulisan saya, maka bukan tidak mungkin mereka akan melakukan yang sama di masa depan,” ujar Khomeini.

Kalangan garis keras di Dewan Wali di masa lalu telah melakukan upaya menodai citra Khomeini, yang dituduh dekat dengan mantan Presiden Mohammad Khatami. Presiden reformis ini tidak ‘disukai’ oleh kalangan yang terlibat dalam pendirian Republik Islam Iran karena mendukung gerakan oposisi Hijau.

Di samping itu, Khomeini juga diserang atas kedekatannya dengan mantan Presiden Rafsanjani, yang disebut-sebut sebagai calon yang paling potensial mengisi kursi Pemimpin Tertinggi Iran.

Para pengamat mengatakan, diskualifikasi Khomeini ini bisa menjadi bagian dari upaya yang dilakukan kalangan konservatif garis keras Iran untuk memperkuat cengkeraman mereka, dalam politik kekuasaan negara itu menyusul kesepakatan nuklir dengan enam kekuatan global.

Kesepakatan itu telah menciptakan harapan di antara lawan kalangan garis keras yang kekuasaan dan otoritas mereka bisa dikurangi dalam jangka panjang. (P022/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

 

Wartawan: Syauqi S

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.