Mengapa Harus Bakar Bendera Tauhid?

oleh: Husnia Nur Hafidzah, Mahasiswa STAI Al-Fatah, Bogor

yang dilakukan oleh oknum berseragam di Garut Jawa Barat telah melukai hati kaum Muslimin. Bagaimana kaum muslimin tidak geram. Di saat acara Peringatan Hari Santri Nasional, 22 Oktober lalu, sekelompok oknum dengan sengaja dan bahkan dengan bangga membakar bendera kebanggaan seluruh kaum Muslimin. Yaitu Bendera Tauhid.

Bendera Ar-Rayah, bendera bertuliskan kalimat Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasulûlLâh. Hal ini tidak bisa dianggap sederhana dan remeh. Apapun alasannya karena itu adalah perkara pelecehan terhadap kalimat Allah. Meski mereka memberikan alasan bahwa bendera yang mereka bakar bukanlah bendera tauhid akan tetapi bendera HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).

Jika memang mereka tidak menyukai bendera itu, tentu tidak harus membakarnya secara demonstratif karena hal itu bisa memicu reaksi umat Islam secara luas. Kita bisa lihat terjadi banyak aksi demonstrasi dari kalangan umat Islam setelah kejadian itu sebagai reaksi pembakaran atribut tersebut.

Terkait Ar-Rayah dan Al-Liwa   

Banyak hadis shahih atau minimal hasan yang menjelaskan seputar Al-Liwa dan Ar-Rayah ini. Di antaranya Rasulullah saw. bersabda:

لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ، يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

Sungguh aku akan memberikan Ar-Rayah ini kepada seseorang yang melalui kedua tangannya diraih kemenangan. Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lain dinyatakan:

كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ

Baca Juga:  Renungan Hardiknas 2024: Pendidikan Bermutu untuk Memperkuat Daya Saing Bangsa

Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam dan Liwa-nya berwarna putih (HR at-Tirmidzi, al-Baihaqi, ath-Thabarani dan Abu Yala).

Di dalam riwayat lain juga dinyatakan:

أَنَّ رَايَة رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ سَوْدَاء مُرَبَّعَة مِنْ نَمِرَة

Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam, persegi empat, terbuat dari kain wol Namirah (HR at-Tirmidzi dan an-Nasai).

Lebih tegas dinyatakan dalam hadis lain:

كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ وَلِوَاءُهُ أَبْيَضَ مَكْتُوْبٌ فِيْهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

Rayah Rasulullah saw. berwarna hitam dan Liwa-nya berwarna putih. Tertulis di situ Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh (HR Abu Syaikh al-Ashbahani dalam Akhlâq an-Nabiy saw.).

Semua hadis di atas shahih. Hadis-hadis tersebut dinyatakan di dalam banyak kitab hadis. Para ulama sudah membahas hal ini saat mereka menjelaskan hadis-hadis di atas dalam kitab syarh dan takhrîj-nya. Sebut saja seperti Kanz al-Ummal, Majma al-Zawâid, Fath al-Bâri, Tuhfah al-Ahwadzi, Umdah al-Qâri, Faydh al-Qâdir, dll.

Dan di dalam kitab fathul bahri disebutkan tulisan itu tertulis kalimat Laillaha illahaillah muhammad Rasululah jadi itu sudah jelas bahwa bendera itu bukan bendera HTI atau bendera suatu ormas tapi bendera Rasulullah dan bendera umat islam, siapapun boleh menggunakannya.

Terkait tulisan dan khat serta ukuran, itu hanyalah perkara teknis saja. Dalam sejarahnya hal tersebut tidak diatur secara rinci. Tentu tidak bijak kalau persoalan teknis ini dijadikan argumetasi untuk menolak Ar-Rayah dan Al-Liwa.

Baca Juga:  Ini Untungnya Menjadi BMT yang Besar

Memulaikan Kalimat Tauhid

Mari kita mengingat perang mut’ah tahun delapan hijriyah ketika Rasulullah mengirim tiga komandan sahabat, yaitu Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abi Tholib dan Adullah bin Rowahah. Sebelum berangkat Rasulullah mengatakan jika Zaid bin Haritsah syahid maka Jafar lah yang menggantikan, jika Jafar syahid Abdullah bin Rawahah lah yang menggantikan setelah itu terserah kalian, dan saat itu Rasulullah memberikan bendera bertulisan kaliamat Laillaha illahaillah Muhammad Rasululah itulah bendera hitam Ar-Rayyah dan itu yang dibawa oleh mereka.

Zaid bin Haritsah, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib. Sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh senjata musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak mengenal surut, saat tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar, salah seorang saksi mata yang ikut dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik akibat tusukan pedang dan maupun anak panah.

Giliran Abdullah bin Rawahah pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun menjemput beliau di medan peperangan.

Baca Juga:  Ini Untungnya Menjadi BMT yang Besar

Lalu Tsabit bin Arqam mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpun kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan strategi –setelah taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, kaum muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian banyak.

Hal ini menujukan betapa sangat menghormati dan memulaikan bendera tauhid. Arti sebuah berdera di situ melambangkan suatu persatuan dan kemenangan kaum muslimin karena bila terjatuh maka dianggap kalah kaum muslimin, oleh karena itu mereka berjuang mempertahankan agar tidak sampai terjatuh.

Oleh karena itu, bagaimana tega seorang yang beriman membakar kalimat tauhid sambil jingkrak-jingkrak dan menyanyikan lagu ormas mereka, itu adalah suatu penghinaan.

Waspadai Gerakan Pecah Persatuan

Dai Pesantren Al-Fatah, Ustaz Wahyudi menegaskan, umat harus mewaspadai adanya gerakan yang sekarang sudah mengobok-obok negeri ini, mereka berusaha untuk mempecah belahkan umat islam.

Harus kita ketahui siapa di balik semua ini ? siapa dibalik  oknum banser itu ?. Ini yang harus kita bongkar karena bukanlah hal muslitahil bahwa adanya penyusupan. Oleh karena itu kita harus waspadai pada gerakan memecah belah persatuan umat.

Kalimat tauhid ini adalah kalimat pemersatu umat islam. Unsur kesatuan umat Islam yang utama itu adalah kesatuan aqidah yang mana kita diikat dengan saudara kaum muslimin dunia dengan kalimat tauhid bukan dengan bangsa, negara, ataupun warna kulit. Justru kita diikat dengan kalimat tauhid. (AT/hnh/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Admin

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.