MUSLIMAH PERAIH NOBEL DIJADIKAN FILM ‘HE NAMED ME MALALA’

christianpost
christianpost

Oleh : Aqmarina, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat

Ekstrimis Islam seperti semakin memajukan tujuan mereka untuk menciptakan rasa sakit dan takut kepada orang-orang yang menentang ideologi radikal mereka, seperti orang-orang Kristen serta membuat Muslim lainnya merasa tidak aman.

Sebuah dokumenter terbaru berjudul ‘He Named Me Malala’ (Dia Menamakanku Malala) dalam pembukaannya menampilkan bagaimana faksi penipu seperti Taliban menimbulkan teror dalam kehidupan sehari-hari.

Film itu juga menampilkan bagaimana tindakan seorang gadis yang pernah mendapat penghargaan sebagai pemenang hadiah nobel termuda berhasil menginsipirasi seluruh orang di dunia untuk menghentikan tindakan yang selalu membuat orang ketakutan.

‘Malala’ diangkat dari sebuah buku dengan judul yang sama dan menceritakan kisah nyata Malala Yousafzai, seorang gadis Muslim Pakistan yang selamat saat akan ditembak kepalanya oleh Taliban dalam percobaan pembunuhan ketika perjalanan pulang dari sekolahnya pada tahun 2012 lalu.

Sutradara film tersebut Davis Guggenheim menggunakan hubungan Malala dengan ayahnya, Ziauddin, sebagai dasar untuk kisah keluarga mereka yang telah menginspirasi banyak orang untuk memperjuangkan emansipasi perempuan dalam hal pendidikan diseluruh dunia.

Bersama dengan ayahnya, Malala berperan dengan sangat baik dalam film tersebut. Dia bahkan memakai jilbab dan pakaian Muslim tradisional. Penonton merasa kagum, bahkan merasakan bahwa rasa keberanian dan kemampuan untuk menyerukan nila-nilai dan keyakinan pun semakin meningkat selama film berlangsung.

Film ‘Malala’ itu juga mengisahkan tentang sebuah keluarga yang memperjuangkan hak pendidikan anak perempuannya yang dikecam oleh Taliban serta jatuhnya umat Islam yang ada di sebuah wilayah karena diganggu oleh kelompok-kelompok radikal. Film ini juga menceritakan bagaimana keberanian Malala untuk berbicara meski diancam akan ditembak dan mengalami kelumpuhan di sebagian tubuhnya. Lebih dari itu, film dokumenter ini juga mengisahkan tentang kejahatan yang dilakukan Taliban terhadap orang-orang Kristen.

Film ini dimulai ketika Malala berada di Inggris untuk menyembuhkan luka tembak di kepala, leher dan bahunya yang menyebabkan pembengkakan di otak. Kemudian film ini kembali menceritakan kisahnya ketika ia dibesarkan oleh sang ayah yang memiliki sebuah sekolah yang terletak di sebuah kota kecil, Lembah Swat.

Sejak Malala lahir, ayahnya percaya bahwa dia akan menjadi ‘kapal’ untuk menyebarkan nilai pendidikan kepada dunia dan menanamkan nilai dalam diri Malala sejak muda.

Film ini juga mengisahkan bagaimana perjalanan panjang seorang gadis Malala, ketika sebelum dan sesudah penembakan, membuatnya berpidato di PBB dan mempertemukannya dengan para pemimpin terkemuka di dunia. Gunggenheim juga menunjukkan, meski Malala diberi julukan ‘Suara bagi yang Bersuara’, tetapi dia hanya seorang gadis biasa yang mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mengasuh adik laki-lakinya ketika berada di rumahnya.

Hubungan Malala dengan ayahnya adalah jiwa nyata dalam film ini. Bersama-sama, mereka berdua mencoba untuk menghilangkan beberapa padangan negatif yang tumbuh dalam keluarga Muslim di Timur Tengah, seperti pandangan bahwa seorang perempuan tidak bisa memiliki pendidikan yang layak jika keluarganya memiliki bar.

‘He Named Me Malala’ juga menggunakan animasi untuk membantu menggambarkan bagian-bagian tertentu dari kehidupan wanita muda, termasuk ketika dia menghabiskan waktu di sekolah ayahnya di Swat. Ilustrasi yang bekerja dengan baik bersama rekaman dan menambahkan beberapa poin tertentu untuk cerita Malala.

Klimaks film itu adalah ketika Malala memenangkan hadiah Nobel Perdamaian untuk pekerjaan kemanusiaan dan  untuk hak-hak perempuan pada tahun 2014 lalu.

‘He Named Me Malala’ adalah sebuah film dokumenter yang berbeda dengan film dokumenter lainnya karena menyertakan politik dan agama yang bisa membantu mengangkat hak-hak perempuan di negara-negara Islam.

Malala Yousafzai adalah contoh dari seorang wanita yang tidak memerlukan sekularisasi agar cerdas dan canggih. Dia tidak pernah menampilkan pertanyaan atau menyalahkan imannya atas kekejaman yang dilakukan oleh Taliban. Film ini terasa seperti kehidupan individu yang unik dan membuat penonton tidak bisa membantu meski mendukung aksi Malala. (T/mar/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0