Ali Farkhan Tsani: Negeri Muslim Harus Bersatu Atasi Pengungsi

afta depok
Diskusi Obrolan Rutin Seputar Islam (ORASI) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Depok, Jawa Barat. (ORASI-FHUI)

Jakarta, 14 Jumadil Akhir 1437/24 Maret 2016 (MINA) – Masalah pengungsi terutama warga Suriah dan Palestina hingga saat ini menjadi isu kemanusiaan yang begitu besar. Untuk itu, negeri-negeri Muslim harus bersatu mengatasinya, demikian dikatakan Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Ali Farkhan Tsani.

“Perlu ada langkah nyata dan terpadu guna mengatasi krisis pengungsi ini, yakni bersatu dalam satu sentral kepemimpinan. Selain itu pula, satu kepemimpinan bagi umat Islam akan kembali membuat Islam disegani bangsa-bangsa Eropa, sebagaimana sebelum runtuhnya Turki Utsmani,” kata Ali Farkhan Tsani saat Diskusi Obrolan Rutin Seputar Islam (ORASI) bertema “Pengungsi Timur Tengah” yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis (24/3).

Menurut Afta, begitu ia disapa, yang juga aktivis kepalestinaan Aqsa Working Group (AWG), pembicaraan tentang pengungsi akan menemui kegagalan apabila diserahkan kepada Barat dan jika tidak ada aksi nyata persatuan dan kesatuan dunia Islam.

“Pembicaraan masalah ini memang lebih mengarah pada kegagalan masyarakat internasional, jika begitu saja diserahkan pada Uni Eropa maupun lembaga PBB. Maka dari itu, negara-negara Islam harus bersatu mengatasi masalah ini. Organisasi Kerjasama Islam harus tergugah,” ujar da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor tersebut.

Lebih lanjut, menurut alumni Al-Quds Institute Shanaa, Yaman itu, konflik internal dan perpecahan antar negeri Muslim yang terjadi di Timur-Tengah ikut mengakibatkan lonjakan jumlah warga yang pengungsi ke negara-negara tetangga hingga ke daratan Eropa.

Umat Islam mestinya sadar akan adanya agenda besar dari Zionis Internasional yang memang ingin memecah-belah dan menghancurkan negara-negara Islam di Timur-Tengah, paparnya.

“Perpecahan, pertikaian dan konflik, ini yang diinginkan oleh Zionis Internasional menghancurkan kekuatan negara-negara Arab di kawasan Timur-Tengah,” ungkapnya.

Menurut Afta, yang juga aktif menulis pada tema-tema perjuangan Palestina, Al-Aqsha, Timur-Tengah dan Dunia Islam, fakta telah membuktikan bagaimana hancurnya struktur sosial, ekonomi, dan keamanan di Irak, Libya, Suriah hingga Yaman.

Untuk itu, ia menegaskan, tidak mungkin menyerahkan problematika umat Islam kepada Barat, Lembaga Internasional PBB sekalipun, atau lainnya. Terbukti mereka telah gagal selama ini dalam mengatur dunia berdasarkan peradaban, kesejahteraan dan kebaikan.

Ia pun mengingatkan tanggung jawab sesama umat Islam untuk saling menolong dan saling melindungi, “Dan jika ada di antara kaum non-Muslim yang meminta perlindungan kepadamu, lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, dan kemudian antarlah dia ke tempat yang aman baginya…”, ujarnya mengutip surat At-Taubah ayat 6. Apalagi ini sesama umat Islam, imbuhnya.

Solusi Pengungsi

Dalam diskusi bulanan mahasiswa FH UI juga menyepakati beberapa solusi bagi pengungsi yang memungkinkan demi keadilan dan kemaslahatan kemanusiaan, di antaranya:

Pertama, perbaikan kapasitas administratif, bagi negara yang tidak atau belum memiliki cukup perangkat administrasi untuk menentukan kriteria untuk status pengungsi. Ini mengacu pada Konvensi Status Pengungsi Tanpa Kewarganegaraan tahun 1954, dan Konvensi tentang Pengurangan Tanpa Kewarganegaraan tahun 1961 untuk menangani pengungsi tanpa kewarganegaraan. Mereka akan dilengkapi dengan perjanjian dan ketentuan hak asasi manusia internasional yang relevan.

Kedua, pendataan yang cermat identitas pengungsi. Data tersebut sangat penting untuk merencanakan program bantuan dan perlindungan terhadap mereka. Data UNHCR dapat menjadi acuan, di samping data pembanding dari Komite AS untuk Pengungsi (The US Committee for Refugees and Immigrants / USCRI), sebuah organisasi non-pemerintah yang melakukan advokasi untuk para pengungsi.

Ketiga, perlindungan hukum. Ini yang sering diperdebatkan yaitu masalah kebijakan internasional soal perlindungan hukum, yang akhirnya menjadi keprihatinan bagi pengungsi dan pencari suaka. Di sini perlu dipadukan antara hukum nasional negara masing-masing, dengan hukum internasional dan sisi kemanusiaan yang bersifat universal, yang sebenarnya menjadi tanggung jawab masyarakat internasional.

Keempat, memberikan bantuan kemanusiaan. Hanya yang menjadi catatan adalah dilematika pengiriman bantuan kemanusiaan dalam kondisi konflik. Dalam hal ini perlu dibuatkan skemanya.

Kelima, pelucutan senjata di kamp pengungsian jika muncul kelompok bersenjata yang masuk ke kawasan.

Keenam, penerbangan massal. Ini yang dikhawatirkan oleh negara-negara Eropa. Mereka enggan mengakui sebagai pengungsi, kecuali tentu adanya pertimbangan kemanusiaan. Sebenarnya, dapat diterapkan pemberian “status perlindungan sementara” (non-refoulement), yang di Eropa dikenal sebagai “Status-B”.

Ketujuh, pembagian beban kuota pengungsi, yaitu pemerataan mereka ke berbagai negara yang disiapkan untuk menampungnya. Termasuk akan lebih utama jika ada pembicaraan dan kesepakatan antarnegara-negara di kawasan Timur Tengah. Di sini peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan organisasi negara-negara Liga Arab, perlu digalang kembali sesuai dengan akte pendirian awalnya, yakni menggalang solidaritas sesama negara kawasan. (L/P011/P4).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.