An-Nubuwah, Pelopor Masjid Bilingual di Indonesia

oleh Widi Kusnadi, Wartawan MINA

 

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

معاشر الإخوان و الأخوات رحمكم الله جميعا

قبل أن نبدأ الخطبة ، سنعلن لكم بعض الأخبار

أولا

“Assalamu alaikum warahmatuulahi wabarakaatuh.  Para ihkwan dan akhwat jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah semuanya, sebelum khutbah jumat dimulai, takmir masjid akan menyampaikan beberapa pengumuman penting. Yang pertama …, “.

Begitulah kalimat pertama yang disampaikan takmir ketika menyampaikan pengumuman kepada para jemaah masjid dengan bahasa Arab. Takmir menyampaikan pemgumumannya berbahasa Arab baik sebelum shalat Jumat maupun pengumuman lainnya di luar shalat. Bahasa Arab memang sudah menjadi bahasa utama dalam komunikasi masyarakatnya selain bahasa Inggris dan Indonesia.

Hari itu juga (Jumat, 27 Juli 2018) menjadi hari istimewa bagi para jamaah karena mereka kedatangan tamu istimewa, yaitu guru besar Universitas Islam Gaza (UIG), Palestina, Syaikh Mahmoud Anbar yang akan menjadi khatib Jumat dan juga memberi kuliah umum kepada para mahasiswa Sekolah Tinggi Al-Quran Abdullah bi Mas’ud (SQABM) yang ada di komplek itu. Memang hampir setiap bulan, mereka menerima tamu dari dalam negeri dan berbagai negara, baik untuk keperluan studi banding, maupun yang ingin mengenyam pendidikan di pesantren.

Penulis merasakan takjub ketika melihat antusiasme masyarakat sekitar dalam menghadiri shalat Jumat, juga shalat rawatib (lima waktu) di masjid itu. Penulis juga menyaksikan sendiri setiap waktu shalat rawatib selalu riuh penuh sesak dengan para jamaah layaknya shalat Jumat. Memang, masjid yang didesain dengan kapasitas mampu menampung kurang-lebih enam ribu jamaah itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Lampung.

Masjid An-Nubuwah saat ini merupakan masjid terbesar di Provinsi Lampung, berdiri di tengah-tengah komunitas muslim di dusun Muhajirun, Desa Negararatu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dengan luas bangunan 3.526 m2 di atas lahan seluas 8.632 m2. Masjid itu memiliki sejumlah fasilitas di kompleks Masjid seperti perpustakaan multimedia online, aula telekonferensi, studio radio dan televisi Islam, poliklinik masyarakat, kantor Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), serta Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS).

Juru Bicara Pesantren Al-Fatah, Nurhadis menjelaskan, dari sisi arsitekturnya masjid An-Nubuwah merupakan perpaduan dari tiga masjid suci, yaitu masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa. Menaranya meniru Masjidil Haram, interior dan kiblatnya meniru Masjid Nabawi dan Kubahnya meniru Masjid Al-Aqsa.

Masjid itu rencananya akan dijadikan sebagai ikon tujuan wisata muslim di Provinsi Lampung. Pasalnya, selain berada si tengah-tengah pondok pesantren Al-Fatah yang memiliki lebih dari 2.000 santri, masjid An-Nubuwah tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tapi juga memiliki berbagai fungsi pendidikan, sosial, budaya, media informasi massa, kesehatan dan penyelesaian konflik antar masyarakat. Bahkan saat ini, di komplek pesantren Al-Fatah itu sedang dibangun arena pacuan kuda dan memanah bagi para santri dan masyarakat.

Fungsi Pendidikan

Program bilingual (penggunaan dua Bahasa) yang dilakukan oleh takmir masjid dalam menyampaikan pengumuman merupakan salah satu program dalam upaya memberikan pendidikan kepada santri dan warga masyarakat agar mereka cinta dan menguasai bahasa Arab.

Hal itu bukan berarti mereka tidak mencintai Bahasa Indonesia, tetapi sebagai warga negara Indonesia yang ingin memajukan peradaban dan pendidikan, haruslan menguasai berbagai bahasa asing, salah satunya adalah Bahasa Arab. Bahasa Indonesia tetap di hati, tetapi Bahasa Arab Harus dikuasai,” begitu kata Icha, panggilan akrab Antisa Azzahra, santriwati Al-Fatah yang saat ini diterima di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Lampung (UNILA) tahun ini.

Setiap harinya, masjid An-Nubuwah memang dijadikan sebagai tempat para santri dalam kegiatan belajar mereka selain di ruang kelas. Sebagaimana pada zaman Rasuluulah SAW yang menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan dalam proses pembelajaran bagi para sahabatnya,  di tengah-tengah masyarakat Muhajirun, lembaga pendidikan mulai dari Raudhatul Athfal (RA/ setingkat TK) sampai perguruan tinggi ada di sana.

Bagi para santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah (SMA) dan ingin memperdalam ilmu Al-Quran, di kompleks itu juga terdapat Sekolah Tinggi Al-Quran Abdullah bin Masud (SQABM) dengan dosen dari beberapa negara, termasuk Palestina.

Imaam Yakhsyallah Mansur dalam buku hasil tesisnya berjudul “As-Shuffah” mengungkap keberadaan masjid pada zaman Rasul yang menjadi pusat pendidikan dan pembelajaran bagi para sahabat-sahabatnya. “Mudah-mudahan fungsi masjid An-Nubuwah ini bisa menjadi pusat pendidikan seperti masjid pada zaman Nabi Muhammad SAW” ucap H. Tatang Syahriya selaku ketua pelaksana pembangunan masjid.

Fungsi Sosial Budaya

Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan ketika meresmikan pengunaan masjid An-Nubuwah berkata, jika umat Islam mampu menjadikan masjid sebagai pusat sosial dan budaya seperti pada zaman Nabi Muhammad, maka perubahan peradaban akan tercipta. Indonesia akan memiliki peradaban yang maju, sebagaimana peradaban yang dibangun oleh Nabi Muhammad yang berdiri di atas fondasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Zulkifli mengatakan ketika umat islam ingin memiliki kejayaan, kuncinya adalah harus bisa memakmurkan Masjid. “Islam bisa berjaya jika masayarakatnya mampu memakmurkan dan meramaikam Masjid. Masjid harus jadi pusat pertumbuhan kebangkitan islam. Ketika Eropa masih gelap, Masjid adalah cahaya yang menerangi tingginya peradaban islam,” katanya.

Saat ini, masjid An-Nubuwah sedang membangun aula yang bisa berfungsi sebagai tempat akad nikah berkonsep Islami. Ini merupakan wujud peran masjid dalam membangun generasi di masyarakat yang dimulai dari masjid. Dengan pernikahan berkonsep Islami, diselenggarakan di masjid,  maka diharapkan generasi yang lahir adalah generasi yang cinta dan gemar memakmurkan masjid.

Masjid An-Nubuwah juga menjadi sentral koordinasi bagi para relawan yang akan menunaikan kewajiban menolong korban bencana. Di sana ada lembaga Search and Rescue (SAR) yang dilatih secara intensif oleh beberapa lembaga kemanusiaan seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Rescue, dan lainnya.

Fungsi Media Informasi Massa

Beberapa ruangan yang ada di masjid An-Nubuwah diproyeksikan sebagai pusat penyebaran informasi dan komunikasi antar masyarakat. Kantor Berita Mi’raj News Agency (MINA) yang terbit secara on-line merupakan kantor berita Islam yang terbit dalam tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) yang memiliki biro yang berkantor di masjid tersebut. Rencana ke depan, stasiun pemancar Radio Silaturahim (Rasil) dan TV Rasil juga akan dibangun di kompleks masjid itu.

Beberapa hari lalu, (27-28 Juli 2018) kantor berita MINA menyelenggarakan pelatihan jurnalistik bagi pada pemuda dan para ustaz (asatiz) di sana. Dengan mendatangkan tokoh Jurnalistik Nasional, sekaligus peraih pengahargaan Lifetime Achivement Award, Ismet Rauf, antusiasme para pemuda dan asatiz sangat bagus dengan mengikuti pelatihan itu hingga selesai.

Setelah selesai pelatihan, seorang peserta pelatihan, Abdan Zam Zam Ramadhan menulis dalam status Whats Appnya dengan “ You Are What You Read and Write”. Ia mengaku sangat terinspirasi dari pelatihan jurnalistik itu dan bertekad ingin menjadi wartawan professional yang memiliki semangat menyebarkan dakwah Islam yang rahmatan lil alamin.

Harapan masyarakat akan fungsi masjid sebagai sarana dan media penyebaran informasi bagi masyarakat secara nasional maupun kepada masyarakat internasional rasanya akan dapat dinikmati dengan keberadaan dan fungsi maksimal dari masjid An-Nubuwah itu.

Fungsi Penyelesaian Konflik Antar Masyarakat

Inilah tampaknya fungsi masjid yang belum banyak dilakukan oleh masyarakat Muslim khususnya di Indonesia, yaitu fungsi masjid sebagai sarana untuk menyesaikan konflik antar sesama masyarakat, baik seagama maupun antar agama.

Rasulullah Muhammad SAW menyelesaikan konflik para kabilah Arab terkait dengan peletakan kembali Hajar Aswad pada tempatnya semula, beliau selesaikan di masjid . Dalam kisah diriwayatkan, semua kabilah merasa dirinya lebih berhak meletakkan kembali batu mulia tersebut pada tempatnya. Konflik ini hampir saja memicu pertumpahan darah, namun kemudian kepala-kepala kabilah duduk bermusyawarah, dan mereka sepakat untuk menyelesaikan masalah mereka dengan menyerahkan kepada siapa yang lebih awal masuk ke Mesjidil Haram besok paginya.

Lalu, orang yang paling awal masuk ke dalam Mesjidil Haram pagi itu adalah Muhammad SAW, maka Muhammadlah yang menjadi fasilitator untuk menyelesaikan konflik antara para kabilah Arab. Lalu rasulullah saw, membentangkan kainnya dan meminta pada setiap kepala suku memegang ujung kainnya itu. Lalu beliau mengambil Hajar Aswad dengan tangannya sendiri meletakkannya di atas kainnya, kemudian beliau meminta mereka mengangkatnya, lalu beliau mengambil Hajar Aswad dengan tangannya yang mulia, meletakkan kembali pada tempatnya semula.

Akhirnya benih-benih konflik segera berakhir. Nilai pelajaran yang paling berharga dari kisah di atas adalah bahwa mesjid berfungsi sebagai pusat penyelesaian konflik.

Ketika Rasulullah Muhammad SAW  berhijrah ke Madinah al-Munawwarah. hal pertama yang beliau lakukan adalah al-muwakhah, artinya mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin. Di mana beliau lakukan itu? Menurut sebagian riwayat, hal itu dilakukan tepatnya di masjid Nabawi sekarang ini. Kisah ini menunjukkan bahwa masjid benar-benar berfungsi sebagai central penguatan ukhuwah Islamiyah.

Lantas, bagaimana dengan program masjid An-Nubuwah?. Ternyata selain sebagai pusat koordinasi (Ukhuwah) masyarakat sekitar dalam menyelesaikan konflik antar masyarakat, di masjid itu, telah ada kantor lembaga kemanusiaan Al-Aqsa Working Group (AWG). Visi utama AWG adalah membebaskan Masjid Al-Aqsa yang saat ini masih berada dalam cengkraman Zionis.

“Ini merupakan masalah utama umat Islam dunia yang harus diselesaikan segera. “Dengan terbebasnya Masjidil Aqsha, maka permasalahan umat Islam di daerah lain insyaAllah akan dapat teratasi. Akan tetapi, jika pokok utama masalah umat Islam ini (Al-Aqsa) belum teratasi, maka selama itu pula masalah di negeri-negeri Muslim akan terus berlanjut karena dalang utama problematika umat Islam adalah Zionis dan sekutu-sekutunya,” ungkap Agus Sudarmaji, Ketua AWG dalam berbagai ceramahnya memberi semangat kepada umat Islam untuk peduli dengan masalah Al-Aqsa dan Paletina. (A/P2/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.