BELAJAR TERTIB DARI NEGERI JIRAN MALAYSIA

Ali Farkhan Tsani
Ali Farkhan Tsani

Oleh Ali Farkhan Tsani*

Perilaku tertib memang susah diterapkan, sebab kadang berlawanan dengan sikap egoisme dan berbeda dengan kenyataan di lingkungan sekitar. Sehingga sangat sulit untuk berbuat disiplin di tengah lingkungan masyarakat  yang tidak disiplin.

Namun, kalau dilaksanakan dengan kesungguhan, walau berlawanan dengan kepentingan diri dan masyarakat belum mendukung. Insya Allah dapat juga diterapkan.

Contohnya di negeri jiran Malaysia. Dalam perjalanan Penulis mengikuti Muhibbah Shilaturahim Serantau Pondok Pesantren Al-Fatah Indonesia sejak 10 April, banyak pembelajaran penerapan hidup tertib di masyarakat.

Tertib antrian di jalan raya misalnya, jika tanda lalu-lintas lampu merah menyala di perempatan-perempatan jalan, kereta (mobil) di belakang tidak akan menyalip mobil di depannya, walaupun ada celah memungkinkan di sana. Bukan manusia di sana tidak punya sifat egoisme. Tetapi karena mereka memiliki kesadaran bahwa kalau menyalip, bisa berakibat buruk. Apalagi sampai melewati batas garis. Padahal tidak ada polisi yang mangawasinya.

Lain halnya di Jakarta misalnya, garis batas kendaraan sudah biasa dilewati. Selagi ada celah masuk, langsung salip. Lampu belum hijau kalau memang ada peluang masuk, masuklah. Tiba-tiba dari arah seberang kendaraan serupa melaju dengan kencang. Lalu, jegger….!!! terjadilah kecelakaan yang tidak diharapkan. Akibat tidak tertib walau dalam hitungan sekejap.

Soal tertib di jalanan lagi, di sepanjang jalan bebas hambatan, ketika Penulis diantar oleh warga setempat, Wan Muhaimin. Tiba-tiba motor roda dua masuk tol. Menurutnya, di KL (baca ki el) singkatan dari Kuala Lumpur, motor di sana boleh masuk tol. Tetapi tetap tertib juga, tidak saling salib, salng serobot atau saling kebut-kebutan. Karena masing-masing pemakai jalan, mengetahui pentingnya tertib.

Penulis bayangkan bagaimana seandainya motor di Jakarta diperbolehkan masuk tol? Mungkin jalan bebas hambatan itu jadi tidak bebas lagi, karena dipenuhi motor-motor. Kalau sekedar penuh tidak masalah, tetapi yang menjadi masalah kalau masing-masing tidak tertib, saling serobot. Apa jadinya?

Lagi soal tertib di jalan, ketika Penulis diantar dari sebuah jalan kecil (gang) mau masuk ke jalan raya, beberapa saat di perempatan mobil berhenti menunggu pengguna kendaraan jalan raya melaju, sampai tidak ada lagi atau agak jauh.

“Kok belum jalan?” ujar Penulis bertanya.

“Jalan raya hak pengguna jalan raya, kita ni dari jalan gang, menunggu sepi sikit,” ujarnya. Lagi-lagi ini soal tertib.

Ada  lagi tertib antrian ketika membeli bensin. Tidak seperti di Indonesia, pengemudi membeli bensin, dilayani petugas, tanki diisi, baru bayar. Ini sudah biasa, sistem hutang dulu. Sama seperti jika makan di warteg, yang pokok dalah makan dulu, bayar kemudian.

Tertib Waktu

“Alwaqtu kas sayfi”, artinya waktu laksana pedang. Jika kita tidak dapat menggunakannya dengan sebaik mungkin, maka waktu akan menebas kita, dalam ari terus berlalu tak akan mundur lagi. Begitu pepatah Arab mengingatkan.

Soal yang ini, ada baiknya juga kita, terutama saya, warga Indonesia belajar dari masyarakat Malaysia, yang katanya memanggil Indonesia dengan saudara tua alias abang. Tidak mengapalah abang sekarang belajar dari adiknya.

Ini soal tertib waktu. Selepas shalat shubuh berjama’ah, penulis diajak pengurus surau di kawasan taman Cheras, Selangor, berkendaraan ke kedai makanan. Biasa, menikmati roti canai dan teh tarik.

Di jalanan tampak dari rumah ke rumah, anak-anak sekolah, orang-orang pekerja (karyawan, pegawai) sudah berkemas-kemas berangkat. Ada beberapa anak sekolah sudah berjalan kaki selepas shalat shubuh.

“Encik, jam berapa mereka masuk sekolah atau kerja? Mereka sepertinya buru-buru?,” tanya Penulis penasaran.

Biasa, anak-anak masuk jam tujuh, kerja masuk jam delapan. Mereka bawa bekal makanan dan minuman untuk disantap nanti di sekolah atau tempat kerja, kata Muhaimin.

“Siang sikit bisa kena jem (macet),” tambahnya.

Tapi yang penulis perhatikan, mereka memang tertib melaksanakan program tersebut. Dari ke hari ke hari, bulan ke tahun, dan puluhan tahun berperilaku tertib dan disiplin.

Penulis teringat akan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bahwa beliau sangat menyenangi pekerjaan yang dilakukan terus-menerus, tertib dan disiplin, walaupun kelihatannya kecil atau sepele.

Tertib dan disiplin, (RO1/EO2)

*Redaktur Mi’raj Islamc News Agency (MINA)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor:

Comments: 0