Mualaf China di Malaysia Puasa Tak Diam-Diam dan Tak Sendiri Lagi

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Mualaf China di perantauan Malaysia, kini dapat melaksanakan dengan leluasa, tidak perlu diam-diam lagi.

Ini diakui antara lain oleh Nuradlin Lim Cia Cia (23 tahun), mahasiswa kedokteran tahun keempat di Universiti Pertahanan Nasional

Ia mulai mencoba berpuasa dua tahun lalu dengan diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Namun tahun 2016 ini adalah pertama kalinya dia puasa sebagai Muslim dan orang tuanya pun sudah tahu.

“Sebelum ini, saya puasa diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua saya, karena saya tidak ingin menyakiti perasaan mereka. Ketika adik saya masuk Islam, baru saat itu saya punya keberanian mengiringi adik saya,” ujar Nuradlin.

Adiknya, Gladys Lim Yin Yin, 22, menjadi seorang Muslim tahun lalu. Dia mengatakan, ibunya yang ikut bersamanya, mendukung langkah itu. Walaupun ayah mereka masih memiliki beberapa keberatan.

“Ibu saya sangat mendukung dan pengertian. Ibu bahkan membangunkan saya setiap hari untuk sahur dan mempersiapkan makanan halal bagi saya,” katanya kepada media setempat New Straits Times beberapa hari lalu.

Kakaknya, Nuradlin mengatakan, sebagai mahasiswa kedokteran, dia memiliki jadwal yang ketat, dan tidak selalu memberinya kesempatan untuk melakukan shalat Tarawih di masjid.

“Namun, saya beruntung memiliki teman-teman yang mendukung, dan ikut shalat bersama dengan saya di rumah,” katanya.

Mualaf China lainnya, Halim Abdullah, sebelumnya bernama Lim Ah Teng (50 tahun), mengatakan pengalamannya puasa Ramadhan sebulan untuk pertama kali awalnya cukup berat.

“Terutama dalam sepekan terakhir ini, saya temui dorongan untuk makan, tapi saya terus berpuasa, karena saya tidak ingin usaha saya menjadi Muslim tercemari dosa,” katanya.

Halim, yang telah menjadi Muslim selama sembilan bulan, sempat mendapat tantangan terbesar dengan kehilangan keluarganya sendiri.

Namun, ia merasa diberi rahmat Allah karena telah dijadikan anggota oleh keluarga Muslim lain.

“Keluarga saya terus terang menentang keputusan saya menjadi Muslim, dan membuang saya. Namun, saya sangat bersyukur bisa melewati perjalanan puasa Ramadhan tahun ini dengan keluarga baru saya,” imbuhnya.

Ia menambahkan, bahwa keluarga barunya telah memberikan dukungan yang besar. Mereka membantu mengajarkan tentang bagaimana cara untuk hidup sebagai seorang Muslim yang tepat dengan membimbingnya untuk melakukan shalat dan membaca Al-Quran.

Halim Abdullah Lim Ah Teng juga menambahkan, ia merasa sedih setelah batal satu hari saat puasa karena alasan kesehatan. Kini ia bertekad untuk menyelesaikan sisa puasa Ramadhannya.

Sementara itu, mualaf China lainnya, Nur Syuhada Abdullah (30 tahun), operator di sebuah pabrik, adalah mualaf sendirian di dalam keluarganya.

Dia mengatakan bahwa pada saat ini, dia hanya tahu bagaimana berpuasa dan masih belajar bagaimana melakukan shalat dengan benar.

“Untuk saat ini, saya hanya mengikuti apa yang dilakukan Muslim lainnya ketika mereka shalat. Saya juga bersyukur bahwa teman-teman saya dan tetangga saya telah mengajarkan saya banyak terutama pada fard ‘ain dan fardhu kifayah,” ujarnya.

Ia merasa tidak lapar selama jam puasa, tapi kondisi kerjanya di pabrik sering membuatnya merasa sangat haus.

“Kadang-kadang saya merasa sangat haus dan lesu. Namun demikian, saya ingin melanjutkan puasa untuk memenuhi kewajiban agama saya.,” pungkasnya.

Jumlah Muslim China di Malaysia terus bertambah setiap tahunnya. Saat ini jumlahnya sekitar 57 ribu dari total penduduk Malaysia sekitar 28 juta.

Mereka berkumpul dalam sebuah komunitas Malaysian Chinese Muslim Association (Macma). (P4/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.