Bincang Bersama Shamsi Ali Terkait Pembangunan Pesantren di AS

Salah satu lokasi yang akan dibangun menjadi pesantren di Negara Bagian Connecticut, Amerika Serikat. (Foto: Arsip)

Pentingnya pesantren sebagai sarana pendidikan dibutuhkan tidak hanya untuk melatih generasi bangsa menjadi pintar secara intelektual saja. Namun, diyakini juga menjadi tempat untuk mengasah moral yang baik (akhlak mulia) yang sesuai dengan intisari ajaran Islam yang rahmat.

Di Indonesia, institusi pesantren atau pendidikan yang berbasis pesantren meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun 11 tahun, jumlah pesantren meningkat sebanyak 13.396 lembaga dari  total 14.798 pada 2005 hingga 28.194  pesantren pada 2016.

Terlepas dari tolak ukur kualitas, pesantren selama ini telah melahirkan para pemimpin yang berjasa untuk bangsa dan negara.  Pendidikan moral yang akan membawa kebaikan ini diharapkan bisa diadopsi tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan negara lain seperti Amerika Serikat yang akhir-akhir ini dikenal sebagai “negara rasis” sejak memiliki presiden baru.

Berawal dari itulah, keingian kuat ulama popular tanah air yang tinggal di AS sejak lama untuk membangun lembaga pendidikan moral seperti pesantren di AS.  Sepak terjangnya di negara paman Sam mulai dikenal sejak dia menjadi imam masjid di Islamic Culture Centre, New York. , Presiden Nusantara Foundation juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kampanye untuk mengenal Islam yang sesungguhnya kepada warga AS.

Tantangan membangun pesantren di AS tentu akan jauh lebih sulit, terlebih saat ini.  Untuk mengetahui lebih lanjut rencana pembangunan pesantren yang disebut dengan “Pesantren Pertama di Bumi Amerika Serikat” itu, maka wartawan MINA Septia Eka Putri berbincang-bincang dengan Shamsi Ali terkait hal itu.

Berikut petikan perbincangannya:

MINA: Sejauh mana rencana pembangunan pesantren?

Shamsi Ali: Bahwa awalnya penandatanganan kontrak serta pembayaran awal lahan dan properti sebesar $275,000 sudah dilakukan pada 30 November 2017 lalu. Namun pihak lawyer meminta perpanjangan waktu penandatanganan kontrak untuk melihat lokasi dan meninjau ulang berkas-berkas yang ada agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. Dengan adanya penandatanganan kontrak, Januari 2018 ini oleh pemilik lahan kami diminta untuk melunasi pembayaran lahan dan properti secara bertahap sebesar $400,000 selama 2 tahun ke depan.

Dibulan yang sama, kami akan mendatangkan arsitek landscape untuk melihat lokasi secara langsung serta memulai renovasi dan penataan pesantren. Selama proses renovasi dilaksanakan, beberapa kegiatan seperti pengajian, perkemahan, dan pesantren kilat pun dapat mulai dilakukan. Sebanyak empat gedung nantinya akan direnovasi di lokasi pesantren, diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar $150,000 – 200,000 dan ditargetkan selesai menjelang musim panas tahun depan (Juli 2018). Kami pun sedang membuat proposal lengkap rencana pembangunan pesantren beserta master plan dan design pengembangnya, agar kegiatan pesantren dapat mulai berjalan.

Dengan adanya pembayaran lahan dan properti serta renovasi gedung, kami masih membutuhkan dukungan masyarakat untuk mewujudkan pesantren ini.

Pesantren yang diberi nama “ Nusantra” ini rencananya akan dibangun di 613 Town St. Moodus CT 06469. Berlokasi di kota kecil Moodus, Negara Bagian Connecticut. tidak jauh dari kota metropolitan New York, dengan luas 7,4 hektar.

Dalam waktu dekat kami juga akan melakukan Kampanye yang diberi nama “Satu Hati”, merupakan gerakan untuk mendukung pembangunan Pesantren pertama di Amerika Serikat. Insha Allah acara berupakan konser yang akan diisi oleh Ippho Sentosa, Opick, Oki Setiana Dewi dan yang lainnya pada 27 Januari mendatang di Kuningan City.

MINA: Dengan regulasi Presiden Trump saat ini,  bagaimana memastikan perizinan pesantren ini nantinya?

Shamsi Ali: Walaupun telah berkali-kali disampaikan sebelumnya, niat mulia mendirikan Serikat masih menjadi pertanyaan menarik bagi sebagian orang. Selain karena keunikan pesantren itu sendiri sebagai institusi pendidikan Islam khas Nusantara, juga karena memang persepsi sebagian orang seolah-olah hak-hak beragama orang Islam di Amerika dibatasi. Terlebih lagi pasca terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS yang memang dikenal kurang bersahabat.

Saya ingin mengatakan bahwa proyek ini adalah proyek yang besar dan serius, sekaligus unik dan mulia.

Pendirian pesantren di Amerika ini juga menjadi “test case” bagi Amerika dalam tolerasi, kebebasan beragama, HAM dan keadilan untuk semua (justice for all). Kita mengenal Amerika menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, kebebasan beragama (religious freedom), hak-hak asasi manusia (termasuk hak agama/ibadah), serta keadilan untuk semua. Dan karenanya kita berupaya semaksimal untuk memenuhi persyaratan bagi berdirinya sebuah pondok (boarding school) ini. Dan jika persyaratan-persyaratan dipenuhi, dan Amerika menolaknya berarti Amerika melakukan pelanggaran pada nilai-nilai (values) yang dibanggakannya.

Dan pembangunan ini tidak ada hubungan dengan White House, karena dalam mengurusi surat menyurat hanya berurusan dengan kota dilokasi yang akan di bangun pesantren

MINA: Mengapa Anda memilih Amerika menjadi tempat pembangunan pesantren?

Shamsi Ali: Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia. Sementara asumsi yang berkembang di dunia Barat, termasuk di Amerika adalah bahwa Islam itu agama Arab atau Timur Tengah. Maka menampilkan sebuah pendidikan Islam yang khas Indonesia akan mengenalkan Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dunia.

Persepsi tentang Islam yang berkembang di dunia Barat, termasuk Amerika, seolah Islam adalah agama yang kasar, kaku, intoleran, bahkan menjadi ancaman bagi perdamaian dunia. Lebih jauh lagi Islam adalah agama yang bertentangan dengan kemajuan dan nilai-nilai modernitas, seperti kebebasan, kesetaraan dan keadilan. Dengan menampilkan instiusi pendidikan yang berkarakter Indonesia, sedikit banyaknya akan menjawab kesalahpahaman itu. Karena Indonesia adalah negara yang berpenduduk mayoritas Muslim tapi sekaligus mampu merangkul semua nilai-nilai universal tersebut.

Indonesia dengan segala kebesarannya relatif belum dikenal di Amerika dibandingkan bahkan dengan negara-negara Asean lainnya. Jika Thailand misalnya dikenal dengan kulinarinya di Amerika, maka barangkali Indonesia akan dikenal dengan sistim pendidikan Islamnya yang khas.

MINA: Bagaimana dengan SDM yang akan mengabdi di pesantren. Seperti apa proses rekrutmennya?

Shamsi Ali: Untuk SDM, kita akan merekrut guru-guru muslim di Amerika, tidak menutup kemungkinan kita juga akan mengambil guru-guru dari Indonesia.

Untuk peserta didik, Jika nantinya ada non muslim yang mendaftar, kita akan menerima, malah kita senang dan kita bisa membuktikan Islam kepada mereka. Dan untuk tingkat sekolah kemungkinan SMP dan SMA.

Dan proses pendidikan kami mengikuti kurikulum Amerika diantaranya nanti ada pelajaran, Matematika, Ilmu Sains, Ilmu Sosial, Bahasa dan ilmu Islam. Di Amerika tidak mengenal banyak mazhab, Alhamdulillah rukun, tidak mempermasalah mazhab. Dan untuk program pendidikan nantinya kita akan ada Muallaf Centre untuk para muallaf yang akan belajar agama, dan beberapa program lainnya.

MINA: Berapa dana yang akan dihabiskan dalam pembangunan Pesantren ini?

Shamsi Ali: Untuk pembangunan secara keseluruhan mencapai 6 juta dolar AS (sekitar 80 miliar rupiah).

MINA: Apa harapan anda terhadap proyek besar ini?

Shamsi Ali: Saya katakan proyek ini besar karena memang terbangun di atas visi besar. Visi untuk menyampaikan Islam yang anti tesis dari pemahaman yang dikembangan oleh media massa dan sebagian yang kurang paham atau kurang senang dengan Islam. Yaitu Islam yang mengedepankan dialog dan kerjasama dalam membangun dunia yang lebih damai dan aman. Islam yang sejalan dan senyawa dengan kemajuan dan modernitas, yang menjunjung tinggi toleransi dan keadilan.

Intinya Islam yang didambakan oleh “common sense” kemanusiaan kita, yang kira-kira tersimpulkan dalam kalimat: “rahmatan lil-alamin”.

Saya katakan serius karena memang memerlukan keseriusan. Proyek ini memerlukan pemikiran, perencanaan dan kerja yang serius. Dari proses pencarian lokasi, penggalangan dana, pembangunan sarana pra sarana, bahkan perencanaan aktitiftas pendidikan, semuanya memerlukan keseriusan yang besar. Membangun pesantren di Indonesia mungkin hal biasa. Tapi merencanakan pembangunan pesantren di Amerika, kata orang Amerika: “is not a game” (bukan main-main).

Saya katakan unik karena pesantren adalah institusi pendidikan yang unik di dunia. Adanya hanya di Indonesia, atau Asia Tenggara termasuk Malaysia. Pendidikan Islam ada di mana-mana dan semua bisa mempelopori berdirinya sekolah Islam. Tapi ketika institusi itu disebut pesantren maka itu khas, yang tidak dimiliki oleh dunia lain.

Keunikannya juga karena proyek ini berada di bumi yang jauh dari Nusantara. Tapi di atas semua itu, proyek ini menjadi unik karena pesantren ini berada di negara yang dianggap super power dunia.

Bangsa Indonesia punya sejarah besar di masa lalu. Salah satunya adalah bahwa Indonesia pernah menjadi salah satu pusat keilmuan Islam, minimal pada tataran Asia saat itu. Bahkan beberapa ulama Indonesia ditokohkan dunia, dan menjadi rujukan ilmu-ilmu Islam. Saat ini semua itu tinggal sejarah. Dengan pesantren ini kita harapkan ada ulama-ulama Indonesia yang akan kembali akses internasional. Dan lebih unik lagi karena kebangkitan itu terjadi di Amerika Serikat.

Islamophobia yang meninggi di Amerika dominannya disebabkan karena kesalahpahaman terhadap agama ini. Dan karenanya cara terbaik untuk merespon Islamophobia ini adalah dengan mengadakan pendidikan yang menyeluruh, sesuai kebutuhan masyarakat sekitar.

Dengan segala dinamika yang terjadi di Amerika, negara ini tetap sebagai negara super power dunia. Sekecil apapun karya yang dilakukan di negara ini, dikarenakan posisi Amerika, akan memberikan dampak besar kepada dunia lainnya. Harapannya pesantren ini akan berdampak positif dan berkontribusi kepada terbangunnya hubungan yang semakin baik antara Amerika dan dunia Islam, khususnya Indonesia. (W/R07/RE1)

Mi’raj News Agency (MINA)