Blokade Buntu Negara Teluk

Map GCC (dok:BBC)

 

Oleh Rifa Berliana Arifin, Wartawan Kantor Berita MINA

Akhir-akhir ini, negara-negara Islam Arab terlihat semakin semrawut dalam tatanan politik dan ekonomi dunia. Mereka menjadi korban proksi kekuatan-kekuatan besar. Bedanya zaman dahulu peperangan fisik saling hantam dan menyerang sudah berlalu, tapi sekarang kita hidup di era peperangan teknologi dan ekonomi.

Saat ini jumlah populasi orang Arab berada pada angka 400 juta jiwa, tetapi Gross Domestic Product (GDP) yang dihasilkan kurang dari 3 triliun dolar. Dibandingkan Jepang yang berpenduduk 130 juta pendapatan GDP mereka kurang lebih 5 triliun dolar. Jika saja Israel memiliki populasi sama banyaknya seperti Arab, kemungkinan mereka akan menghasilkan GDP 14 triliun dolar, sama dengan GDP Amerika.

Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Qatar, Mesir adalah negara Arab super tajir. Namun,  apa yang terjadi pada mereka saat ini? Ibarat buih di lautan; banyak, tapi hancur dihempas ombak.

Tahun lalu, Arab Saudi meluncurkan program reformasi ekonomi melalui visi 2030. Visi ini adalah upaya defisit akibat melorotnya harga minyak mentah yang dimulai pada tahun 2014. Beberapa subsidi dicabut, seperti bahan bakar, air, listrik dan pemberlakuan pajak.

Upaya itu bertujuan untuk mendongkrak kemandirian negara agar tidak bergantung pada minyak dan gas. Didorongnya pertumbuhan sektor swasta dan membuka lowongan kerja bagi warga negara Saudi.

International Monetary Fund (IMF) memprediksi, Arab Saudi akan mengalami defisit dalam kurun tahun 2015-2020. Defisit dalam tiga tahun terakhir mencapai 200 miliyar dolar dan tahun ini diperkirakan ada di angka 53 miliyar dolar.

Untuk mengatasi itu Arab Saudi telah melepaskan obligasi guna menutupi defisit tahun ini, ditambah dengan adanya rencana menaikan harga bensin pada bulan November mendatang.

Dalam upaya yang sama, Raja Salman telah melakukan lawatan ke beberapa negara Eropa dan Asia untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan investasi. Juga lawatannya ke Cina dan Rusia untuk menanam investasi  jangka panjang.

Di sisi lain, Qatar dengan kondisi negara yang saat ini terjepit juga melakukan lawatan ke beberapa negara Eropa seperti Jerman, Perancis dan Turki untuk membuka lebih banyak peluang ekonomi dan investasi. Sebab konon Qatar adalah negara pintar berbisnis yang nilai usahanya bermiliyaran dolar tersebar di Eropa.

Hari ini, Rabu (18/10) Indonesia menjamu Qatar dalam lawatannya di Asia Tenggara. Setelah dari Malaysia dan Singapura. Emir Qatar bertemu dengan Jokowi membahas kerjasama infrastruktur dan pariwisata.

Setelah negara teluk memblokade darat, laut dan udara Qatar pada Juni lalu dengan alasan bahwa Qatar menyokong dan mendanai terorisme, ekonomi Qatar terguncang meskipun tidak terlihat di permukaan, tapi kunjungannya ke beberapa negara asia menandakan perlunya relasi dan hubungan ekonomi tetap baik dengan negara sahabat.

Sementara itu, Indonesia adalah negara yang menganut politik bebas aktif, berbaik ke semua negara tanpa mempermaslahkan kebijakan dalam negeri mereka. Sikap ini yang diwariskan oleh Bung Hatta. Oleh karena itu, hubungan Indonesia dengan Arab Saudi maupun Qatar akan baik saja, bahkan Indonesia bersedia menjadi mediator untuk menyelasaikan konflik tersebut, semoga. (A/RA-1/RS3)

Miraj News Agency (MINA)

sumber terkait: http://gulfnews.com/business/economy/saudi-arabia-s-economic-reforms-gain-traction-imf-1.2101296

 

 

Wartawan: Rifa Arifin

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.