BMKG: Indonesia Hadapi Musim Kemarau Ekstrem pada Agustus-September

Jakarta, MINA – Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia () Fachri Radjab mengatakan, Indonesia saat ini sedang mengalami musim kemarau ekstrem pada Agustus-September 2023 yang dipicu oleh fenomena .

“Sejarah mencatat bahwa intensitas El Nino pernah kuat pada tahun 2015 dan lemah pada tahun 2019. BMKG memprediksi bahwa pada tahun 2023, El Nino akan mencapai puncaknya pada bulan Agustus dan September,” kata Fachri dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengusung tema ‘Waspada Dampak El Nino’ di Jakarta, Senin (31/7).

Menurutnya, dampak El Nino mempengaruhi tiap daerah dengan karakter yang berbeda. Saat ini, sekitar 63 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan terdampak El Nino.

“Prediksi BMKG menunjukkan bahwa musim kemarau pada tahun ini diperkirakan lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya,” lanjutnya.

Fachri menyebutkan, beberapa wilayah yang diprediksi akan mengalami curah hujan sangat rendah mencakup sebagian besar wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan, Tengah, dan Tenggara.

“Bahkan, saat ini di Bali, NTB dan NTT sudah masuk dalam krisis, karena dalam catatan kami sudah 60 hari tidak turun hujan,” katanya.

Meskipun puncak El Nino diperkirakan pada Agustus-September, pengaruhnya akan terus berlangsung hingga Desember. Oleh karena itu, kewaspadaan harus tetap dijaga dan langkah-langkah mitigasi perlu diantisipasi.

Fachri, menekankan pentingnya pengelolaan air tanah dalam menghadapi El Nino. Oleh karena itu, BMKG memberikan informasi ketersediaan air tanah sebagai referensi perencanaan tingkat lanjut.

“BMKG berusaha menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyampaikan informasi terkini tentang El Nino. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi El Nino dan memanfaatkan informasi BMKG dengan baik,” paparnya.

Selain berkurangnya curah hujan, El Nino juga membawa dampak lain seperti perbedaan suhu di siang dan malam hari yang ekstrem, terutama di dataran tinggi. Karena itu, masyarakat di lingkungan perkotaan juga perlu mewaspadai suhu tinggi yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat.

“Hemat air dan perhatikan kualitas udara menjadi langkah penting untuk mengurangi dampak suhu ekstrem,” katanya. (L/RE1/p1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: sajadi

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.