Bom Bunuh Diri JeM Jadi Serangan Terburuk di Kashmir Selama 20 Tahun

Setidaknya 42 personel pasukan tewas dalam serangan bunuh diri di selatan yang dikelola India. Itu adalah serangan terburuk dalam dua dekade konflik Kashmir.

Hari Kamis, 14 Februari 2019, seorang anggota pejuang kemerdekaan Kashmir menabrakkan mobilnya yang sarat bahan peledak kepada sebuah bus yang membawa pasukan paramiliter di desa Lethpora dekat Awantipora, di jalan raya distrik Pulwama.

Jalan raya nasional itu menghubungkan kota utama Kashmir, Srinagar, dengan bagian selatan wilayah itu.

Seorang pejabat senior yang tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan kepada Al Jazeera, setidaknya 42 personel paramiliter dipastikan tewas dalam serangan itu dan lebih dari selusin lainnya terluka.

Pejabat itu mengatakan, serangan bom mobil jarang terjadi di Kashmir.

Bus yang membawa pasukan paramiliter kembali dengan konvoi menuju Srinagar ketika sebuah mobil Scorpio menabrak salah satu bus.

“Serangan itu terjadi sore hari Kamis,” kata pejabat itu.

Gambar-gambar dari lokasi ledakan menunjukkan sebuah bus terbakar total sementara puluhan mayat tergeletak berserakan di jalan raya.

Vijay Kumar, Penasihat Gubernur Negara Bagian Jammu dan Kashmir, mengatakan kepada Al Jazeera, “Tiga puluh delapan hingga 40 korban telah menjadi korban dalam insiden itu.”

Sementara sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh polisi Jammu dan Kashmir mengatakan, 33 tentara dipastikan tewas.

“Itu adalah serangan terburuk dalam 20 tahun,” kata seorang pejabat senior kepolisian kepada Al Jazeera.

Pasukan keamanan telah menyegel seluruh area dan layanan internet ditangguhkan di Kashmir selatan. Orang-orang media dilarang mengunjungi lokasi ledakan.

Kelompok militan yang berbasis di Pakistan, Jaish-e-Mohammed (JeM), telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu melalui sebuah pernyataan kepada kantor berita setempat.

Pemerintah India mengutuk serangan itu. Perdana Menteri India Narendra Modi menyebutnya “tercela” dan “pengecut”.

Menteri Dalam Negeri Rajnath Singh mengunjungi wilayah Kashmir pada hari Jumat (15/2/2019) untuk mengetahui situasi.

Kementerian Luar Negeri India menuduh Pakistan menyembunyikan “teroris” di wilayahnya.

“Kami menuntut agar Pakistan berhenti mendukung teroris dan kelompok-kelompok teror yang beroperasi dari wilayah mereka, dan membongkar infrastruktur yang dioperasikan oleh teroris untuk melancarkan serangan di negara-negara lain,” kata Kementerian dalam sebuah pernyataan.

Pakistan menyebut serangan itu “masalah serius.”

“Kami selalu mengutuk tindakan kekerasan di mana pun di dunia. Kami sangat menolak setiap sindiran oleh unsur-unsur di media dan pemerintah India yang berusaha menghubungkan serangan itu kepada Pakistan tanpa penyelidikan,” kata kantor luar negeri Pakistan dalam sebuah pernyataan.

Penyerang lokal

Para pejabat menggambarkan insiden Kamis itu sebagai serangan “fidayeen” (bom manusia), yang diduga dilakukan oleh pria berusia 20 tahun bernama Adil Dar, warga Pulwama di Kashmir selatan.

JeM merilis video setelah serangan itu. Video itu menampilkan orang yang konon bernama Dar.

“Pada saat video ini sampai di tangan Anda, saya akan berada di surge. Ini adalah pesan terakhir saya untuk orang-orang Kashmir,” kata Dar di dalam video yang beredar.

Para pejabat mengatakan, Dar dilaporkan bergabung dengan kelompok bersenjata pada Maret tahun lalu, ketika ia masih di sekolah menengah.

Catatan polisi yang diakses secara eksklusif oleh Al Jazeera mengatakan, dia dulu bekerja di bengkel bandaw, tempat dia biasa membuat kotak kayu. Dia digambarkan sebagai seorang Muslim yang tidak “salat secara teratur.”

Dar hilang pada 19 Maret tahun lalu. “Pada hari itu, dia datang ke rumahnya untuk makan siang dan kembali bekerja, tetapi dia tidak mencapai tempat tersebut … (dan sebaliknya) bergabung dengan militansi,” kata catatan polisi.

Ketika keberadaannya tidak diketahui dan ia “mematikan teleponnya”, keluarganya mengajukan pengaduan ke polisi pada 23 Maret 2018, menurut para pejabat.

Ayah Dar, Ghulam Hassan Dar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia melihat putranya “hanya sekali setelah dia mengambil pistol.”

“Dalam perang ini, orang-orang dari kedua belah pihak mati. Politik ini dimainkan oleh para pemimpin. Semua orang harus bertanya mengapa pemuda mengambil senjata, dan itu harus diatasi,” kata ayah Dar dari rumahnya di desa Gundibagh di Pulwama.

 

Pasukan fidayeen

Pemberontak Kashmir pertama kali memperkenalkan pasukan “fidayeen” pada tahun 1999 setelah perang intensitas rendah antara India dan Pakistan di wilayah Himalaya di Kargil.

Sebagian besar serangan “fidayeen” dilakukan oleh penyerang asing yang berafiliasi dengan dua kelompok yang berbasis di Pakistan, JeM dan Lashkar-e-Taiba (LeT). Sedikit jumlahnya militant asal Kashmir yang ikut serta dalam serangan tersebut.

Serangan bunuh diri yang dilakukan oleh pasukan “fidayeen” terhadap telah memperburuk hubungan dingin India-Pakistan.

Sudah beberapa tahun militan Kashmir memulai serangan “fidayeen“. Menurut pejabat keamanan India “sulit untuk dicegah karena penyerang berniat untuk membunuh dan terbunuh.”

Pada Januari tahun lalu, dua pejuang setempat melakukan serangan serupa di sebuah pangkalan militer di desa yang sama di Lethpora, yang diklaim oleh JeM.

Distrik-distrik di wilayah Kashmir selatan tetap bergolak sejak pembunuhan komandan muda JeT Burhan Wani pada 2016.

Pertempuran senjata terbanyak di wilayah Kashmir yang disengketakan telah terjadi di distrik-distrik ini, tempat pemberontak juga menderita jumlah korban tertinggi.

Tahun lalu juga merupakan yang paling berdarah di Kashmir sejak 2009. Menurut kelompok hak asasi Koalisi Masyarakat Sipil Jammu dan Kashmir, 528 orang terbunuh pada 2018, termasuk 145 warga sipil.

Sentimen anti-India berkembang jauh di Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim, yang merupakan salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia. Mayoritas penduduk di sini mendukung gerilyawan dalam perjuangan mereka melawan pasukan keamanan India.

Kelompok pemberontak telah berjuang sejak 1989 untuk Kashmir merdeka atau bergabung dengan Pakistan. (AT/RI-1/P1)

Sumber: tulisan Rifat Fareed di Al Jazeera

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.