Cara Allah Menyatukan Hati Orang-orang Beriman

Ilustrasi miniatur persatuan umat Islam dunia. (Foto: dok. Whatsupibadan.com)

 

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj News Agency (MINA)

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًامَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

 

Artinya, “Dan (Dia-lah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfaal [8] ayat 63)

Berdasarkan ayat di atas jelaslah bagi seorang Muslim bahwa tidak ada sesuatu pun hal di dunia ini yang dapat menyatukan satu manusia dengan manusia lainnya selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ayat di atas pun menunjukkan bahwa yang dapat menyatu hanyalah hati orang-orang yang beriman. Adapun hati manusia kafir tidak mungkin bisa dipersatukan. Demikian pula tidak mungkin bersatu antara hati seorang beriman dengan seorang kafir. Sebab orang-orang kafir memiliki tujuan hidup yang berbeda dengan orang-orang beriman.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

 

وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍإِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ

 

Artinya, “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shaad [38] ayat 24)

Namun, meski ada perintah untuk bersatu dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang beriman, masih banyak ulama yang belum bisa mewujudkan konkret dari cara bersatu itu. Pada umumnya, para ulama dan dai hanya menyerukan dengan cara menyampaikan ayat dan hadits tentang perintah bersatu, tanpa ada praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Dikatakan bahwa Al-Quran bisa mempersatukan umat Islam. Namun faktanya, berapa banyak kelompok yang mengaku berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah tetap berlainan wadah.

Dikatakan bahwa konferensi ulama sedunia bisa menyatukan umat Islam. Namun faktanya, konferensi itu belum juga terwujud atau tidak bisa mewakili semua elemen muslimin dunia.

Di dalam Al-Quran pun Allah menunjukkan cara agar umat Islam bersatu, yaitu pada QS. Ali Imran [3] ayat 103.

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا وَلَا تَفَرَّقُواْ‌ۚ

Artinya, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjamaah (bersatu), dan janganlah kamu bercerai berai ….” (QS. Ali Imran [3] ayat 103)

Memang benar, Al-Quran adalah solusinya. Namun, di saat umat berpegang teguh kepada Al-Quran, kondisinya masih terpecah belah. Seharusnya, di saat umat Islam berpegang teguh kepada Al-Quran, kondisinya pun dalam keadaan Terlebih bahwa hanya Allah yang bisa mempersatukan hati orang-orang beriman. Lalu bagaimana caranya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatukan hati-hati itu?

Bisa dilihat di dalam sebuah hadits yang penting untuk direnungkan.

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ ، وَيَقُولُ : اسْتَوُوا ، وَلَا تَخْتَلِفُوا ، فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ ، لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو الأَحْلَامِ وَالنُّهَى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengusap pundak kami ketika akan shalat seraya bersabda, “Luruskanlah dan jangan berselisih sehingga hati kalian bisa berselisih. Hendaklah yang berada di belakangku adalah orang yang dewasa yang memiliki kecerdasan dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka, kemudian orang yang sesudah mereka.” (HR. Muslim).

Dari sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

أَقِيْمُوُا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّمَا تَصُفُّوْنَ بِصُفُوْفِ الْمَلاَئِكَةِ, وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسَدُّوْا الْخَلَلَ وَلِيْنُوْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوْا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ. وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Luruskan saf-saf kalian, karena sesungguhnya kalian itu bersaf seperti safnya para malaikat. Luruskan di antara bahu-bahu kalian, isi (saf-saf) yang kosong, lemah lembutlah terhadap tangan-tangan (lengan) saudara kalian dan janganlah kalian menyisakan celah-celah bagi setan. Barangsiapa yang menyambung saf, niscaya Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya) dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya (dari rahmat-Nya)”.

Imam Abu Dawud As-Sijistany rahimahullah berkata ketika menjelaskan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Makna sabdanya “Lembutilah tangan-tangan (lengan) saudara kalian” (adalah) apabila ada seorang yang datang menuju shaf, lalu ia berusaha masuk, maka seyogyanya setiap orang melembutkan (melunakkan) bahunya untuknya sehingga ia bisa masuk saf”.

Ternyata salah satu yang diungkapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam cara Allah menyatukan hati-hati orang beriman adalah dengan rapat dan lurusnya saf Muslimin dalam melaksanakan shalat berjamaah.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan, bisa lurus dan rapatnya saf shalat berjamaah berdasarkan pada komando seorang imam shalat.

Sebab shalat berjamaah adalah miniatur dari kehidupan bermasyarakat Muslimin, seharusnyalah umat Islam dipimpin oleh seorang imam dalam kehidupan nyata sehari-harinya. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para nabi dan umat Islam terdahulu.

 

 عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ    خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

 

Abu Hazim berkata: Aku belajar kepada Abu Hurairah selama lima tahun. Aku pernah mendengarnya menyampaikan hadits dari Nabi SAW yang bersabda, “Kaum Bani Israil selalu dipimpin oleh para nabi. Setiap ada nabi meninggal, maka akan diganti oleh nabi berikutnya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Dan akan ada para khalifah yang banyak.” Mereka bertanya, “Apakah perintahmu kepada kami?” Beliau menjawab, “Penuhilah dengan membaiat yang pertama, lalu yang pertama. Penuhilah kewajiban kalian terhadap mereka, karena sesungguhnya Allah akan menanyakan mereka tentang apa yang menjadi tanggung jawab mereka.” (Mutafaq ‘Alaihi)

(A/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.