Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA
Lebih banyak manakah yang kita pelajari selama ini? Soal dunia ataukah akhirat?
Sejak Sekolah Dasar, kita belajar ilmu dunia atau akhirat? Kita lanjut hingga kuliah, apakah lebih banyak belajar ilmu dunia atau akhirat?
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Lalu, kita bekerja, apakah yang kita dapat pelajaran di tempat kerja lebih banyak nilai dunia atau akhirat?
Ya, akhirat ada, tapi sambilan. Belajar keakhiratan kita laksanakan juga, tapi paruh waktu, atau sebagian kecil waktu saja. Kita mengikuti kajian keislaman di tempat kerja jika ada dan jika sempat.
Kita juga ikut kajian-kajian Al-Quran di dekat rumah atau di majelis-majelis ta’lim. Lumayan lah, sepekan sekali, satu jam.
Karena kita memegang prinsip, “Carilah Dunia Jangan Lupa Akhirat.” Prinsip ini pun membuat pola pikir dan pola hidup kita seperti itu. pertimbangannya dunia dulu, baru akhirat. Logikanya, khan kita hidup di dunia, akhirat nanti belakangan. Kita hidup di dunia, sebagai bekal akhirat.
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah
Di penghujung usia yang mendekati jatah 60 tahun usia umat Nabi Muhammad pun, kita masih lebih banyak dan suka urusan-urusan seputar duniawi.
Kita lebih senang dalam media sosial membicarakan soal pekerjaan, bisnis, kuliner, wisata, liburan, hobi, dsb. Dalam keseharian pun kita lebih memprioritaskan urusan dunia dan perhiasannya.
Lalu, “innaalillaahi…..” Setelah itu, yang selama hidupnya menjadi kegemaran itu ternyata tidak dibawa ke liang lahat. Yang menemani adalah seberapa banyak bacaan Quran semasa hidupnya, sebaik mana amalannya, seberapa infaq sedekahnya, serta bersama orang-orang shalih yang pernah bergaul semasa hidupnya.
Padahal di dalam Kitab Suci Al-Quran, pedoman hidup Mukminin, yang seringkali menjadi mahar pernikahan, mengatakan:
Baca Juga: Terus Berjuang Membela Palestina
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَٮٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأَخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن ڪَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِى ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah [kepada orang lain] sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di [muka] bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash/28: 77).
Karena itu, marilah kita ubah cara pandang hidup kita, mumpung masih diberi hidup, dan agar hidup bisa lebih hidup lagi.
Mari kita isi pikiran dan jiwa kita dengan kajian-kajian keislaman dan nilai-nilai keimanan, yang selama ini banyak kosongnya. Mari kita perbanyak bersama orang-orang shalih dan majelis-majelis Al-Quran, untuk menambah kualitas diri kita yang selama ini diketepikan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan kita di dalam haditsnya:
Baca Juga: Lisanmu Adalah Cerminan Iman, Jangan Biarkan Kata-Kata Melukai..!
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
Artinya: “Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang tujuan hidupnya adalah negeri akhirat, maka Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu).
Karena itu, mari jadikan tempat kerja kita sebagai jembatan ke surga, jadikan keluarga kita sebagai sarana ke surga, jadikan harta kita sebagai alat ke surga, jadikan lingkungan persahabatan dan bertetangga kita sebagai media ke surga. Dengan prinsip “Prioritas Akhirat, Tidak Lupakan Dunia.” Aamiin. (A/RS2/RS1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa