EROPA HADAPI KRISIS PENGUNGSI MARITIM

Jenewa, 26 Ramadhan 1436/13 Juli 2015 (MINA) – Sebanyak 137.000 orang Timur Tengah terpaksa melakukan perjalanan berbahaya dengan melintasi menuju wilayah pada separuh tahun ini. Sebagian besar dari mereka tertekan di negeri sendiri akibat perang dan penindasan.

“Eropa menghadapi krisis pengungsi maritim,” ungkap laporan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi () seperti dilaporkan Middle East Online, Senin (13/7), dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA). Sejumlah pengungsi juga tiba dengan kondisi memperihatinkan seperti kelaparan dan digerogoti berbagai penyakit.

Perjalanan pengungsi berbahaya karena mereka menggunakan perahu reyot di atas liarnya Laut Tengah. Selain itu, mereka rentan terjaring para pedagang manusia. Jumlah pengungsi Timur Tengah meningkat sekitar 83% jika dibandingkan dengan enam bulan pertama pada 2014 yang hanya mencapai 75.000 orang.

Jumlah pengungsi dari Timur Tengah menuju Eropa diperkirakan tidak akan berhenti seiring dengan buruknya situasi di beberapa wilayah Timur Tengah. Dengan tekanan itu, isu imigrasi menjadi isu bola api di Eropa. Sebab, pembagian beban dan tanggung jawab masih sering menuai perdebatan.

Masuknya pengungsi ke Eropa dalam jumlah sangat besar memicu retorika anti-warga asing di banyak negara. Salah satunya di Italia dan Yunani yang menjadi pelabuhan ketibaan sebelum para pengungsi diorganisasi dan ditempatkan di Eropa Utara.

Sebagai motivasi, UNHCR mengapresiasi keputusan Belgia yang menyebarkan 40.000 pencari suaka asal Suriah dan Eritrea di antara negara-negara Eropa. Selain itu, menurut UNHCR, Belgia mendorong negara-negara Eropa untuk saling membantu antar negara tetangga dalam menangani krisis ini.

“Sebagian besar orang-orang yang tiba di Eropa melalui jalur laut merupakan pengungsi yang mencari perlindungan dari perang dan penganiayaan,” ujar Kepala Pengungsi UNHCR Antonio Guterres.

Kebanyakan pengungsi Timur Tengah atau Afrika datang dari Suriah, Afghanistan, Eritrea, Somalia, Nigeria, Irak, Sudan, dan Lebanon. Sejauh ini, sebanyak 1.867 orang tewas saat mencoba kabur atau sudah berada di Laut Tengah. Pada April lalu, korban tewas mencapai 1.308 orang.

“Dengan kebijakan yang benar dan didukung dengan tanggap operasional yang efektif, kami pasti bisa menyelamatkan lebih banyak orang,” kata Guterres. “Tapi tetap, pengungsi atau imigran yang terus melintas Laut Tengah setiap pekan, risikonya sangat nyata,” tambahnya.

Eropa dinilai UNHCR perlu bekerja sama dalam menghadapi tantangan ini. UNHCR juga memperingatkan kebijakan kontroversial anti-migrasi ala Hungaria yang memasang pagar setinggi empat meter. Sebab, cara itu tetap tidak akan berhasil membendung arus imigrasi. (T/P020/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0