Beirut, MINA – Perjanjian demarkasi perbatasan maritim antara Lebanon dan Israel, yang dimediasi oleh AS di bawah naungan PBB, mencapai tahap resmi terakhirnya pada Kamis (27/10)
Kedua belah pihak secara sepihak menandatangani proposal tanpa kontak di antara mereka di markas Interim PBB. Pasukan di Lebanon di Naqoura, demikian Arab News melaporkan.
Lebanon menyerahkan salinan perjanjian kepada mediator AS Amos Hochstein, yang ditandatangani dan disetujui oleh Presiden Michel Aoun.
Salinan lainnya diserahkan kepada PBB, diwakili oleh Koordinator Khususnya untuk Lebanon Joanna Wronecka.
Baca Juga: Setelah 20 Tahun di Penjara, Amerika Bebaskan Saudara laki-laki Khaled Meshaal
Duta Besar Prancis untuk Lebanon Anne Grillo juga hadir di Naqoura.
Perjanjian tersebut akan memungkinkan Lebanon memulai operasi eksplorasi melalui perusahaan Prancis TotalEnergies untuk jumlah potensial gas dan minyak di ladang Qana, yang sebagiannya dibagi dengan Israel.
Perjanjian tersebut juga memungkinkan Israel untuk mulai mengekstraksi gas dan minyak dari ladang Karish, yang secara resmi berada di bawah kendali Israel setelah Lebanon menyerahkan Jalur 29.
Seperti yang diterima Presiden AS Joe Biden pada Rabu (26/10) oleh Presiden Israel Isaac Herzog di Gedung Putih, dia mencatat bahwa perjanjian ini merupakan terobosan sejarah.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Perdana Menteri Israel Yair Lapid menyebutnya sebagai pencapaian yang luar biasa. “Tidak setiap hari negara musuh mengakui Negara Israel, dalam perjanjian tertulis di hadapan masyarakat internasional,” katanya.
Wakil Ketua Parlemen Elias Bou Saab, yang menangani negosiasi dengan Hochstein, mengatakan, ini adalah awal dari era baru antara dua negara yang secara teknis berperang. (T/R6/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri