Kesaksian Palsu di Bilik Suara

Oleh Bahron Ansori, Wartawan MINA

Tahukah Anda, salah satu besar yang tidak banyak disadari oleh umat manusia adalah memberikan . Termasuk di dalam kesaksian palsu ini adalah saat seseorang memilih calon pemimpin dari . Di antara banyak calon pemimpin itu, secara umum pasti sudah diketahui mana saja calon pemimpin yang bagus agama, ilmu dan akhlaknya.

Jika seorang pemilih dengan sengaja memilih pemimpin yang ia sendiri tidak mengenal kualitas agama, ilmu dan akhlaknya, maka kelak dihadapan Allah Ta’ala kesaksiannya untuk memilih pemimpin tersebut akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Karena itu, jangan pernah menyalahkan pemimpin hari ini akibat kondisi dan situasi buruk yang terjadi dan dirasakan. Salahkan diri sebagai pemilih yang telah memilih pemimpin secara serampangan tanpa mau melihat sisi agama, ilmu dan akhlaknya.

Di Indonesia negara dengan mayoritas muslim sudah merasakan hasil persaksiannya dari balik bilik suara itu. Dan sekarang, rakyat negeri ini merasakan buah dari pilihannya. Harus diingat, dalam Islam, memilih seorang pemimpin bukan semata-mata karena ia mampu menebar senyum, blusukan sana sini dan obral janji dengan program ini itu. Lebih jauh dari semua itu, memilih pemimpin dalam Islam adalah hal sakral layaknya sebuah pernikahan, bahkan bisa jadi lebih.

Jika saja salah memberikan kesaksian dalam memilih pemimpin, maka peristiwa buruk pasti akan dirasakan oleh rakyat yang dipimpinnya. Bukan tidak mungkin, angka kemiskinan, kesulitan mencari lapangan kerja, mahalnya biaya pendidikan, minimnya pasilitas kesehatan, kriminalitas terjadi di mana-mana, harga-harga melambung tinggi adalah buah dari persaksian palsu dari bilik suara yang diberikan kepada pemimpin yang salah.

Karena itu, berhati-hatilah dalam memilih pemimpin. Salah memilih berarti bersiap-siaplah mempertanggungjawabkannya kelak dihadapan Allah. Salah memberikan kesaksian dari bilik suara, berarti telah dengan sengaja ikut andil dalam memperparah kondisi negara. Salah memilih pemimpin maka konsekuensinya adalah akan dipimpin oleh

Dosa Persaksian Palsu

Syahadat zûr (persaksian palsu) adalah salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar. Oleh karena selayaknya kita memahaminya, mewaspadainya lalu menjauhinya. Allah Azza wa Jalla telah melarang perkataan dusta, termasuk syahâdat zûr. Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya, Demikianlah (perintah Allâh). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allâh, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (Qs. Al-Hajj/22: 30).

Sebagaimana dalam Al-Qur’an, di dalam hadits juga, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggabungkan larangan qauluz zur (perkataan palsu) dengan syirik, antara lain dalam hadits:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ z قَالَ قَالَ النَّبِيُّ * أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ

Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya Radhiyallah anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para shahabat), maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para shahabat mengatakan, “Tentu wahai Rasulullah.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Syirik kepada Allâh dan durhaka kepada kedua orang tua.”  Dan beliau duduk, sedangkan sebelumnya beliau bersandar, lalu bersabda, “Perhatikanlah! dan perkataan palsu (perkataan dusta)”, beliau selalu mengulanginya sampai kami berkata, “Seandainya beliau berhenti”. (HR. Al-Bukhâri dan Muslim).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Lafaz dalam hadits “dan Nabi duduk, sedangkan sebelumnya Nabi bersandar”, menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini, sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam duduk padahal sebelumnya Nabi bersandar. Ini menunjukkan adanya penekanan terhadap pengharaman sekaligus menunjukkan keburukannya yang sangat berat. Adapun mengenai penyebab perhatian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap masalah ini dikarenakan perkataan dusta atau persaksian palsu lebih mudah terjadi di tengah masyarakat dan lebih banyak diremehkan. Karena syirik tidak sesuai dengan hati nurani seorang Muslim, durhaka kepada orang tua ditolak oleh naluri, sedangkan (perkataan) dusta faktor pemicunya banyak sekali, seperti permusuhan, hasad (iri), dan lainnya. Sehingga dibutuhkan perhatian untuk mengganggapnya (sesuatu yang) besar. Namun bukan berarti (dosa) perkataan dusta lebih besar dibandingkan (dosa) syirik yang disebutkan bersamanya, tetapi karena kerusakan dusta menjalar kepada selain orang yang bersaksi, berbeda dengan syirik yang biasanya kerusakannya terbatas (pada pelakunya)”. [Fathul Bâri, 5/263]

Kedepan, semoga rakyat yang mayoritas muslim ini semakin cerdas dalam memilih pemimpin yang baik; baik agamanya, baik ilmunya juga baik akhlaknya. (A/RS3/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.