KMJ: DEWAN PERS BERSTANDAR GANDA TERKAIT PENISTAAN AGAMA

Photo: Dewan Pers
Photo:

Jakarta, 18 Ramadhan 1435/16 Juli 2014 (MINA) – Dewan Pers telah menerapkan standar ganda dalam kasus pemuatan kartun yang menghina oleh The Jakarta Post (JP), kata ketua Korps Mubaligh Jakarta (KMJ), Edy Mulyadi di Jakarta, kemarin.

Demikian pernyataan resmi KMJ yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA) menanggapi penilaian Anggota Dewan Pers Stanley Adhi Prasetyo tentang pemuatan karikatur di JP bukanlah sebuah pidana yang harus dibawa ke jalur hukum.

“Pernyataan Stanley itu jelas-jelas menerapkan standar ganda,” tegasnya.

Sehubungan dengan itu, Edy menegaskan, Stanley harus tahu, bahwa kalimat tauhid yang bermakna ‘Tiada Illah yang pantas disembah selain Allah’ bagi ummat Islam sangat sakral. Setiap muslim rela mengorbankan apa pun yang dimilikinya, termasuk nyawa, jika ada pihak lain yang melecehkan kalimat tauhid itu.

“Stanley itu bukan muslim. Bagaimana mungkin dia bisa menyatakan ummat Islam Indonesia tidak memahami makna kartun itu? Kalau dia muslim, pasti dia tahu persis, bahwa laa ilaaha illallah adalah kalimat tauhid yang harus dijunjung tinggi. Saya minta Stanley atau siapa pun tidak menambah keruh persoalan ini dengan pernyataan-pernyataan yang ngawur,” katanya.

Edy menegaskan bahwa pernyataan yang dibuat oleh alumni lulusan Universitas Kristen Satya Wacana tersebut menunjukkan kebencian terhadap Islam dengan berlindung di balik kebebasan pers.

Pemberitaan harian Tempo (16/7) di halaman 8 yang berjudul “Pemuatan Karikatur di Media Bukan Pidana,” merupakan tanggapan Stanley terhadap kasus penistaan agama. Di sana antara lain dimuat pernyataan Stanley, “Bila pemuatan kartun dianggap pidana, akan melanggar prinsip-prinsip kebebasan pers. JP kata Stanley hanya sebatas pelanggaran etik dan melanggar pasal 5 UU NO.40/1999 tentang Pers.

Pendiri Aliansi Jurnalistik Independen dengan gegabah telah mengatakan bahwa ummat Islam di Indonesia tidak memahami makna kartun yang dimuat harian yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh Jusuf dan Sofjan Wanandi, Kompas, Tempo, dan Suara Pembaruan tersebut.

Hal ini sangat bertentangan sekali dengan apa yang dilakukan oleh Direktur Eksekutif Institut Studi Arus Informasi (ISAI) itu menanggapi Surat Kabar Obor Rakyat berjudul “1001 Topeng Pencitraan” menjelang pilpres 2014 yang isinya mendukung salah satu capres dan cawapres. Menurut Stenley, Obor Rakyat tidak menggunakan standar kode etik jurnalistik dan tidak menghormati UU 40 tahun 1999 tentang Pers. Dia mengatakan yang dimuat oleh beberapa media bahwa “Tidak cukup dengan permintaan maaf karena fitnahnya luar biasa. Muatan SARA di tabloid itu tinggi sekali”.

Sementara menurut Edy penistaan agama yang dilakukan jauh lebih keji dibanding hanya sebuah pemaparan yang dimuat oleh koran kuning disebar secara masif di masjid-masjid dan pesantren di Pulau Jawa, dia menegaskan “Fitnah yang dilakukan Jakarta Post jauh lebih keji. Muatan SARA-nya juga jauh lebih tinggi lagi.”

Terkait sikap anggota Dewan Pers tersebut, Edy berpendapat lagi-lagi hal ini mengonfirmasi kebenaran QS Ali Imron: 118 yang artinya, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”

KMJ secara resmi melaporkan harian The Jakarta Post ke Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri), Selasa (15/7). KMJ menilai kartun yang dimuat harian berbahasa Inggris pada Kamis, 3 Juli 2014 halaman 7 itu jelas-jelas telah menghina serta menistakan Islam dan ummatnya.(T/P08/E02)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0