Masjid Muhammadiyah Aceh Dibakar

Balai Pengajian dan tiang awal pembangunan Masjid At-Taqwa Aceh yang dibakar pada Selasa (17/10). Foto: sangpencerah.

Aceh, MINA – Masjid At Taqwa Muhammadiyah, Desa Sangso, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen dibakar sekelompok massa, Selasa (17/10) sekitar pukul 20.00 WIB.

Tiang-tiang cakar ayam pembangunan masjid tersebut dibakar oleh orang yang belum diketahuo dari pihak mana. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti membenarkan kejadian tersebut.

“Sesuai informasi dari PWM Aceh memang terjadi pembakaran Balai Pengajian dan tiang awal pembangunan masjid,” katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima Mi’raj News Agency (MINA) di Jakarta, (18/10).

Ia menambahkan, Balai Pengajian itu sendiri sudah bertahun-tahun dipergunakan untuk kegiatan pengajian warga Muhammadiyah. Sedangkan masjid juga resmi mendapatkan ijin pendirian bangunan (IMB).

Muhammadiyah berharap kepada Pemerintah, khususnya aparatur penegak hukum, menindak tegas pelaku, apapun motivnya, dan siapapun pelakunya. Pemerintah tidak boleh membiarkan kekerasan keagamaan terus terjadi.

“Sebelumnya, Pemerintah Bireun menolak pendirian Masjid Muhammadiyah. Sekarang masyarakat membakar Balai Pengajian dan bangunan awal masjid. Mereka menuduh Muhammadiyah sebagai Wahabi,” kata Mut’i.

Ia mengatakan, tuduhan tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap Muhammadiyah dan dipicu pernyataan tokoh nasional yang begitu negatif terhadap Muhammadiyah dan menilai Muhammadiyah sebagai Wahabi.

Dalam kesempatan yang berbeda, Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, negara mempunyai mandat untuk menhentikan tindakan intoleran tersebut. Ia meminta pihak berwajib untuk menjelaskan ke publik tentang kejadian itu.

“Pendirian rumah ibadah (apalagi sudah memenuhi prosedur) adalah hak konstitusional warga negara khususnya hak atas kebebasan beragama (pasal 28E ayat (1) dan 29 UUD1945, dan pasal 22 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM),” katanya.

Ia menambahkan, sekiranya ada perbedaan pandangan antara satu pihak dengan pihak lainnya, masih tersedia mekanisme lain yang lebih elegan, efektif, dan berkeadaban untuk menyampaikan aspirasi atas suatu perbedaan pandangan dengan mengedepankan dialog.

Ia menilai, negara wajib hadir khususnya kepolisian untuk menginvestigasi kebenaran peristiwa itu. Sekira benar adanya, pihak kepolisian negara harus memproses pelaku dan aktor intelektualnya secara profesional, independen, berkeadilan, transparan, dan tidak diskriminatif sesuai dengan hukum yang berlaku.

“(Komnas HAM) Mendesak Negara untuk hadir utamanya pihak kepolisian untuk memastikan bahwa hal-hal serupa tidak terulang lagi di masa mendatang (guarantees of nonrecurrence). Negara tidak boleh kalah dengan pelaku dan aktor intelektual tindakan intoleran,” kata Nasution. (R/R08/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: habibi

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.