Menjaga Fitrah (bag.2)

Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Yakhsyallah Mansur. (Foto: Nurhadis/MINA)

Oleh: Imaamul Muslimin, Yakhsyallah Mansur

Ketika menafsirkan ayat yang sesudahnya (Q.S. Ar-Rum [30]: 31), Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain menyatakan:

(مُنِيْبِيْنَ) رَاجِعِيْنَ (إِلَيْهِ) تَعَالَى فِيْمَا أَمَرَ بِهِ وَنَهَى عَنْهُ حَالٌ مِنْ فَاعِلِ أَقَمْ وَمَا أُرِيْدُ بِهِ أَىْ أَقِيْمُوْا (وَاتَّقُوْهُ) خَافُوْهُ (وَأَقِيْمُوْا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ)

“(Dengan kembali bertobat) kembali (kepada-Nya) Allah dengan melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Lafadz ini adalah حال – keterangan keadaan, pen – bagi fail atau subyek yang terkandung di dalam kata “aqim” beserta arti yang dikehendakinya, yaitu hadapkanlah wajah kalian (dan bertaqwalah kepada-Nya) takutlah kalian kepada-Nya (dan dirikanlah shalat janganlah kalian termasuk orang-orang musyrik).”

Jadi menurut penjelasan ini untuk menjaga agar manusia tetap berada dalam fitrah, caranya adalah dengan melakukan 4 hal:

 

  • Bertaubat

 

Taubat secara bahasa artinya kembali. Secara istilah artinya kembali kepada Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan hati penuh penyesalan dan sungguh-sungguh. Taubat merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang telah berbuat dosa. Sehingga setelah bertaubat semua dosanya diampuni oleh Allah seperti orang yang tidak pernah melakukan dosa.

Agar taubat seseorang diterima, maka dia harus memenuhi tiga hal yaitu: 1). Menyesal, 2). Berhenti dari dosa, 3). Bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa.

Apabila dosa itu berkaitan dengan hak adami (manusia) maka ada satu hal lagi yang harus dilakukan yaitu minta maaf kepada yang bersangkutan, membayarnya apabila berupa hutang dan mengganti atau mengembalikan apabila berupa barang yang diambil.

Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menunjukkan keutamaan taubat, antara lain:

Al-Qur’an

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ (البقرة [٢]: ٢٢٢)

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 222)

وَتُوْبُوْا إِلَى اللَّهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلَحُوْنَ (النور [٢٤]: ٣١)

“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Q.S. An-Nur [24]: 31)

Ketika Allah menyebutkan sifat-sifat “ibadurrahman” (hamba Allah yang Maha Penyayang)

Allah berfirman:

وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوْبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (الفرقان [٢٥]: ٧١)

“Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih, maka sesungguh-nya dia bertaubat kepada Allah dan taubat yang sebenarnya.” (Q.S. Al-Furqan [25]: 71)

Al-Hadits

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ غَرْبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ (رواه مسلم)

“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat niscaya Allah akan menerima taubatnya.” (H.R. Muslim)

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَالَمْ يُغرْغِرْ (رواه الترمذى)

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seseorang selama nyawa belum sampai di tenggorokan.” (H.R. Tirmidzi)

التَّائِبُ حَبِيْبُ اللَّهِ وَالتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ (رواه ابن ماجه)

“Orang yang bertaubah adalah kekasih Allah dan orang yang bertaubat dari dosa itu seperti orang yang tidak berdosa sama sekali.” (H.R. Ibnu Majah)

 

  • Bertakwa

 

Takwa berasal dari bahasa Arab “wiqayah” yang secara etimologis berarti menjaga, melindungi, hati-hati, waspada, memperhatikan dan menjauhi. Sedang secara terminologis berarti menjalankan perintah Allah dan menjauhi yang dilarang-Nya.

Di dalam Al-Qur’an terdapat 227 ayat tentang taqwa yang intinya memiliki pengertian seperti pengertian terminologis tersebut.

Umar bin Abdul Aziz menjelaskan pengertian taqwa sebagai berikut, “Ketakwaan bukanlah menyibukkan perkara sunnah namun melalaikan yang wajib. Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan puasa di siang hari, shalat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah . Barangsiapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruniai amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan. Termasuk dalam cakupan takwa yaitu membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syariat.”

Menurut Imam Al-Ghazali, takwa itu dibagi bermacam-macam bentuk, yaitu:

  • Takwa orang awam karena menghindarkan diri dari syirik.
  • Takwa orang khas (istimewa) karena menghindarkan diri dari perilaku maksiat.
  • Takwa para auliya (orang yang dekat kepada Allah ) karena menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak baik.
  • Takwa para nabi karena menghubungkan diri dengan berbagai aktivitas yang di dalamnya mengandung pengertian takwa.

Dengan takwa, hubungan baik antara manusia dengan Allah akan terjaga sehingga manusia merasa selalu diawasi oleh Allah dan Allah akan memeliharanya dari musuh-musuhnya yaitu hawa nafsu, perhiasan dunia, syetan dan orang kafir yang hendak mencekalnya.

 

  • Mendirikan Shalat

 

Ar-Raghib Al-Asfihani (502 H) dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an mengatakan:

إِقَامَةُ الشَّيْئِ تَوْفِيَةُ حَقِّهِ

“Mendirikan sesuatu adalah menyempurnakan haknya.”

Jadi mendirikan shalat berarti melaksanakan dengan sempurna.

Ibnu Abbas berkata, “Mendirikan shalat adalah menyempurnakan ruku’, sujud, bacaan, khusyu dan menghadapi shalat dengan penuh kesempurnaan.”

Qatadah berkata, “Mendirikan shalat adalah tetap memelihara waktu-waktunya, menyempurnakan wudhunya, ruku’nya dan sujudnya.”

Muhammad Rasyid Ridha berkata, “Mendirikan shalat adalah melaksanakannya dengan sebaik-baiknya dengan cara paling sempurna, yakni pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah dan menunaikannya secara khusyu karena Allah .

Abdul Aziz Al-Khulli berkata, “Mendirikan shalat adalah melaksanakannya dengan sebaiknya, menukirkan segala maknanya dan mengagungkan Allah serta melaksanakannya karena Allah .”

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa mendirikan shalat adalah melaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Melaksanakan pada waktunya
  2. Menyempurnakan wudlu
  3. Melakukan gerakan shalat secara sempurna
  4. Menghayati bacaan dan dzikir yang dibaca dalam shalat
  5. Merealisasikan hikmah ajaran shalat dalam kehidupan sehari-hari

Untuk dapat menegakkan shalat, hal yang paling mendasar yang harus diperhatikan adalah mengikuti cara shalat Rasulullah , sebagaimana sabda beliau:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى (رواه البخاري)

“Shalatlah kalian seperti kalian melihat saya shalat.” (H.R. Al-Bukhari)

Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini menyatakan bahwa mendirikan shalat adalah الطَّاعَةُ الْعَظِيْمَةُ (ketaatan yang sangat besar). Selanjutnya beliau menukil sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, pada suatu ketika Umar bin Khaththab bertemu Muadz bin Jabal , lalu beliau bertanya, “Apakah tonggak penguat umat ini?” Muadz menjawab: “Ada tiga dan inilah penyelamat dari bahaya: 1) Ikhlas, itulah fitrah yang difitrahkan Allah atas manusia, 2) Shalat, itulah agama, 3) Tha’at, itulah pegangan yang kuat.” Umar menjawab, “Engkau benar.”

 

 

sangat mencela segala bentuk perpecahan. Pada ayat ini disebutkan bahwa perpecahan merupakan prilaku orang musyrik maka umat Islam diwajibkan menghindarinya.

Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang mengingatkan bahaya perpecahan antara lain:

 

  • Perpecahan Adalah Penyimpangan dari Kebenaran

 

Firman Allah :

ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ نَزَّلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (البقرة [٢]: ١٧٦)

“Yang demikian itu karena Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran, dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (kebenaran) Kitab itu, mereka dalam perpecahan yang jauh.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 176)

 

  • Perpecahan Menyalahi Perintah Berjama’ah

 

Firman Allah :

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ… (ال عمران [٣]: ١٠٣)

“Dan berpegangteguhlah kalian pada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu berpecah-belah…” (Q.S. Ali Imran [3]: 103)

 

  • Perpecahan Menyebabkan Siksa Yang Berat

 

Firman Allah :

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (ال عمران [٣]: ١٠٥)

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat,” (Q.S. Ali Imran [3]: 105)

 

  • Perpecahan Menyebabkan Kekalahan

 

Firman Allah :

وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُم بِإِذْنِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُم مِّن بَعْدِ مَا أَرَاكُم مَّا تُحِبُّونَ ۚ مِنكُم مَّن يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۚ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ ۖ وَلَقَدْ عَفَا عَنكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ (ال عمران [٣]: ١٥٢)

“Dan sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mengabaikan perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu, tetapi Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang diberikan) kepada orang-orang mukmin.” (Q.S. Ali Imran [3]: 152)

Yang dimaksud “memalingkan kamu dari mereka” adalah kaum muslimin tidak berhasil mengalahkan mereka.

 

  • Perpecahan Menyebabkan Terlepas Dari Tanggung Jawab Rasulullah

 

Firman Allah :

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ ۚ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (الأنعام [٦]: ١٥٩)

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikit pun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (Q.S. Al-An’am [6]: 159)

 

  • Perpecahan Melemahkan Kekuatan

 

Firman Allah :

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (الأنعام [٨]: ٤٦)

“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 46)

 

  • Perpecahan Menjauhkan Rahmat Allah

 

Firman Allah :

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ. إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ ۚ… (هود [١١]: ١١٨-١١٩)

“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat), (118) kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu…” (119) (Q.S. Hud [11]: 118-119)

 

  • Perpecahan Menyebabkan Kebinasaan

 

Rasulullah bersabda:

فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ إِخْتَلَفُوْا فَهَلَكُوْا (رواه البخاري)

“Sesungguhnya orang sebelum kalian telah berselisih maka mereka binasa.” (H.R. Bukhari)

 

  • Perpecahan Menghilangkan Ilmu

 

Bukhari meriwayatkan dari Ubadah bin Shamit , “Rasulullah keluar untuk menyampaikan waktu turunnya Lailatul Qadar. Lalu dua orang sahabat berselisih. Maka beliau bersabda:

إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ وَإِنَّهُ تَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَرُفِعَتْ (رواه البخارى)

“Sesungguhnya saya keluar untuk memberitahukan kepada kelian tentang lailatul qadr tetapi fulan dan fulan berselisih, maka pengetahuan itu diangkat.”

 

  • Perpecahan Membawa ke Neraka

 

Rasulullah bersabda:

وَإِنَّ هَذِهِ الْمَلَةُ سَنَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ إِثْنَتَانِ وَسَبْعِيْنَ فِى النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِى الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ (رواه أبو داود)

“Sesungguhnya agama ini akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga, tujuh puluh dua di neraka dan satu di surga yaitu Al-Jama’ah.” (H.R. Abu Dawud)

Hadis ini juga memberi tuntunan agar umat Islam terhindar dari perpecahan dan selamat dari neraka hendaknya mereka tetap berada dalam Al-Jama’ah. Yang dimaksud Al-Jama’ah adalah:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى (رواه الحاكم)

“Apa-apa yang aku dan sahabatku di atasnya.” (H.R. Hakim)

وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّابِ

(A/YS/RS1) Mi’raj News Agency (MINA)