Mewaspadai Bahayanya Ta’ashub

(Foto: File/Zaenal MINA)

Oleh: Zaenal Muttaqin, Jurnalis Kantor Berita MINA

Ada sebuah penyakit hati yang kronis dan yang dapat menjangkiti manusia, penyakit ini dapat melanda individu maupun kelompok. Jika tidak diatasi dengan serius, penyakit ini akan menghancurkan tatanan kehidupan manusia.

Penyakit ini tidak pandang bulu, tidak memandang tingkat pendidikan, budaya, ataupun agama seseorang. Ia juga tidak mengenal batasan antara yang beradab dan yang primitif. Penyakit ini merusak hubungan antar-individu dan membawa kezaliman serta kebencian. Penyakit itu adalah golongan, yang sering disebut juga dengan istilah ta’ashub atau .

Kata ta’asub (Arab) secara bahasa berasal dari kata Al-โ€˜Ashabiyah yang berarti semangat golongan. Sedang kata Taโ€™ashaba berarti pengencangan pembalut, atau perkumpulan atau ikatan. Dan Taโ€™ashaba bi as-syaiโ€™ artinya radhiya bihi (rela terhadapnya).

Fanatisme golongan, atau ta’ashub adalah semangat buta yang dapat memicu perilaku berlebihan, kebencian, pembentukan kelompok-kelompok tertentu, dan pandangan sempit. Fanatisme membuat seseorang tunduk pada emosi dan nafsunya yang negatif. Ia mengabaikan nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan nurani.

Fanatisme juga menciptakan pemahaman yang salah dan membawa individu ke jalan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Ia memicu konflik dan ketidaktoleranan. Fanatisme tidak memberikan ruang untuk saling memahami dan menerima pandangan orang lain.

Fanatisme dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti fanatisme agama, etnis, politik, atau ideologis. Ia menghasilkan prasangka terhadap kelompok-kelompok tertentu berdasarkan agama, etnis, sektarian, suku, politik, intelektual, regional, olahraga, dan kategori lainnya.

Penting bagi kita untuk mengenali bahaya fanatisme ini dan berusaha menjauhinya. Kita perlu mempromosikan toleransi, pemahaman, dan perdamaian di antara semua individu dan kelompok, tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada. Ini adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih harmonis dan adil.

Ta’ashub sebenarnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk menerima kebenaran, bahkan jika bukti yang mendukungnya telah jelas terbukti. Ini terjadi karena adanya motif tersembunyi, hawa nafsu, atau ketidakketerbukaan terhadap pandangan yang berbeda. Ta’ashub sebenarnya adalah cara seseorang membela pandangan yang salah, sambil merasa bahwa mereka berada di atas kebenaran tanpa memiliki dasar argumentasi yang kuat.

Tindakan seperti memusuhi, menutup diri, memisahkan diri, selalu menolak, dan menolak kesepakatan adalah contoh dari perilaku ta’ashub ini. Semua ini disebabkan oleh rasa benci dan permusuhan, yang pada akhirnya menghambat persatuan dan kerja sama. Sikap ta’ashub tidak pernah akan sejalan dengan sikap toleransi, keterbukaan, atau kemampuan untuk menerima pandangan orang lain.

Ta’ashub adalah sikap fanatik yang membuat seseorang melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Mereka cenderung meremehkan orang lain, merendahkan hak-hak mereka, dan bahkan memusuhi mereka. Ini menghasilkan perpecahan dan kerusakan dalam masyarakat.

Fanatisme atau ta’ashub juga bisa memicu keinginan untuk menumpahkan darah, dan dalam beberapa kasus, bahkan tindakan kekerasan. Orang yang terperdaya oleh fanatisme Ta’ashub seringkali mencari pengakuan dan kekuasaan dalam berbagai bidang seperti agama, politik, atau budaya.

Fanatisme Ashobiah, di sisi lain, adalah kegilaan terhadap kelompok atau keyakinan tertentu, sering kali mengabaikan kualitas seseorang demi kedekatan subjektif. Hal ini dapat menyebabkan konflik dan perpecahan dalam masyarakat, terutama dalam dunia politik.

Dalam mengatasi fanatisme ini, penting untuk menyadari penyebabnya. Salah satu penyebab utama adalah lingkungan di mana seseorang dibesarkan. Pendidikan yang mendorong toleransi, keadilan, dan persamaan adalah kunci untuk mencegah fanatisme.

Selain itu, media sosial dan media massa juga dapat memperburuk fanatisme jika tidak digunakan secara bijaksana. Masyarakat perlu terlibat dalam mengatasi fanatisme dengan menerapkan peraturan dan hukum yang adil, serta dengan mengingatkan peran keluarga, sekolah, dan tempat ibadah dalam mendidik masyarakat.

Yang paling penting, kita harus berusaha menuju kebenaran bersama-sama, menghargai persatuan, dan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang seharusnya tidak memengaruhi pandangan kita terhadap sesama manusia. Kita semua adalah bagian dari satu umat manusia, dan itulah yang harus kita ingat dan terima.

Dalam ajaran Islam, sikap ta’ashub sangat dibenci, bahkan diancam tidak diakui sebagai ummat Nabi Muhammad shallallahu โ€˜alaihi wa sallam, yang berarti tidak diakui sebagai orang muslim. Sebagaimana ditegaskan dalam sabda Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam:

ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูู†ูŽู‘ุง ู…ูŽู†ู’ ุฏูŽุนูŽุง ุฅูู„ูŽู‰ ุนูŽุตูŽุจููŠูŽู‘ุฉู ูˆูŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูู†ูŽู‘ุง ู…ูŽู†ู’ ู‚ูŽุงุชูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุนูŽุตูŽุจููŠูŽู‘ุฉู ูˆูŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูู†ูŽู‘ุง ู…ูŽู†ู’ ู…ูŽุงุชูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุนูŽุตูŽุจููŠูŽู‘ุฉู

โ€œBukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyah, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah.โ€ [HR. Abu Dawud].

Dalam redaksi lainnya Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam, bersabda:

ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ู‚ูุชูู„ูŽ ุชูŽุญู’ุชูŽ ุฑูŽุงูŠูŽุฉู ุนูู…ู‘ููŠู‘ูŽุฉู ูŠูŽุบู’ุถูŽุจู ู„ูู„ู’ุนูŽุตูŽุจููŠู‘ูŽุฉู ุฃูŽูˆู’ ูŠูู‚ูŽุงุชูู„ู ู„ูู„ู’ุนูŽุตูŽุจููŠู‘ูŽุฉู ุฃูŽูˆู’ ูŠูŽุฏู’ุนููˆ ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ู’ุนูŽุตูŽุจููŠู‘ูŽุฉู ููŽู‚ูุชู’ู„ูŽุชูู‡ู ุฌูŽุงู‡ูู„ููŠู‘ูŽุฉูŒ

โ€œSiapa saja yang terbunuh di bawah panji kesukuan, dia marah karena Ashabiyah, atau berperang untuk Ashabiyah atau menyerukan Ashabiyah, maka dia mati Jahiliyah.โ€ (HR. Ahmad).

Allahu a’lam. (A/B04/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.