Jakarta, MINA – Pemerintah dan DPR sependapat, pemerintah Arab Saudi sebagai penyelenggara ibadah Haji dan Umrah perlu menunda kebijakan rekam biometerik sebagai syarat penerbitan visa, karena dinilai membebani jamaah umrah.
“Setidaknya ada dua alasan rekam biometrik akan merepotkan dan membebani jemaah,” kata Arfi Hatim, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI dan Kemenkumham, Kemenlu, dan BKPM di Jakarta, sebagaimana dikutip Portal Resmi Republik Indonesia, Rabu (23/1).
Pertama, kondisi geografis Indonesia yang luas, tidak memungkinkan untuk seluruh jamaah melakukan rekam biometrik. Apalagi, kantor operator Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel perusahaan jasa kelengkapan dokumen termasuk data biometrik hanya ada di 30 kota-kota besar di Indonesia.
“Misalnya jemaah dari Papua harus datang ke Ambon, ke Makassar untuk mengambil biometrik,” ungkapnya.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Kedua, jamaah akan dibebankan biaya tambahan atas kebijakan ini. “Pengambilan biometrik ini ada penambahan cost (biaya). Mendaftar secara online, kemudian mengambil jadwal pengambilan biometrik,” kata Arfi.
Komisi I DPR kemudian mendorong kepada pemerintah untuk mendesak Arab Saudi agar menunda pelaksanaan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan visa. Hal ini dalam rangka memberikan perlindungan kepada warna negara Indonesia yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Hal senada juga disampaikan Direktur Lalu Lintas Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM Cucu Koswala. Menurutnya, perekaman data untuk jemaah umrah melalui VFS Tasheel harus dievaluasi.
“Kalau kita baca, bahwa data terkait WNI harus dilindungi oleh pemerintah. Bagaimana mungkin swasta dari luar negeri, kemudian mengambil data Warga Negara Indonesia kemudian dikirimkan ke negaranya,” ungkap Cucu.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Cucu menilai, data-data yang akan dikirimkan ke Saudi rentan disalahgunakan. Untuk itu, kebijakan biometrik perlu ditunda hingga infrastruktur biometrik di Indonesia memadai. “Sepakat dengan temen-teman yang lain, ini ditunda, sampai kondusif,” ujarnya. (R/Sj/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka