PERAN PROFESI WANITA KARIR MENURUT ISLAM

Profesi wanita

Profesi wanitaOleh: Shobariyah Jamilah

Di era globalisasi ini juga ikut andil dalam melakukan pekerjaan di luar rumah atau disebut sebagai wanita karir dalam membantu keuangan keluarga dan suami walaupun bukan merupakan suatu kewajiban.

Namun hakikat kewajiban seorang wanita paling utama adalah sebagai isteri dan seorang ibu maka paling utama menjadi sosok pengasuh, pendidik anak-anak serta mengurus suami dan rumah  sedangkan kaum pria  selaku  suami memiliki kewajiban menafkahi isteri dan anak-anaknya secara ma’ruf (baik) dari hasil pekerjaan dan cara yang halal.

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا

”Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf, Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS.al-Baqarah 233)

Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

” Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami) ” (HR. Muslim).

Sebagaimana diketahui, dewasa ini wanita dijadikan seperti  jaring pengumpulan harta, objek perburuan kaum muda, sarana untuk menyebarkan kerusakan dan penghancuran serta sebagai tahapan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Tindakan dan perbuatan kaum wanita secara umum dan profesi yang digelutinya secara khusus senantiasa menyedot perhatian yang sangat tajam di mata masyarakat sekitar.

Kondisi kezaliman terhadap wanita dalam peradaban modern saat ini dengan memanfaatkan wanita untuk promosi dan iklan. Kaum wanita dipikat agar mau menjadi bintang promosi atau model iklan berbagai produk yang sebagiannya masih berkaitan dengan dunia perempuan dengan memamerkan auratnya di depan publik. Di dunia perfilman , kehormatan wanita dimanfaatkan dan diumbar abis-abisan, hingga menerjang ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan.

Membuka lapangan kerja yang tidak sesuai dengan karakter  perempuan. Dilandasi dengan kesetaraan jender yang dielu-elukan di dunia Barat, masyarakat di sana menuntut perempuan untuk bekerja sebagaimmana halnya laki-laki.

Ada beberapa faktor kondisi  yang membuat wanita tetap bekerja meskipun mereka sudah berkeluarga. terutama  Gaji atau pendapatan dari suami yang tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari – hari, tidak rela meninggalkan karir yang sudah dirintis sejak masih lajang, atau merupakan kebutuhan untuk menghilangkan kejenuhan, dll.

Dalam hal ini sudah mengaturnya  yang tercatat dalam Al Quran dan Hadits tentang membolehkan atau tidaknya wanita bekerja di luar rumah. Pada dasarnya kewajiban wanita di dalam rumahnya dan laki-laki yang mencari nafkah untuk bekerja di luar rumah namun islam juga tidak melarang untuk bekerja di luar rumah dengan menyesuaikan kondisi dan tidak melanggar syariat yang telah ditentukan islam.

Namun, kondisi terjadi saat ini  tantangan terbesarnya adalah sistem yang memaksa banyak wanita lari dari perannya dalam kenyataannya. Peran wanita diberdayakan di bidang ekonomi dengan cara bekerja sama halnya dengan laki-laki, akibatnya banyak menimbulkan problem kezaliman terhadap wanita.

Rasulullah SAW punya seorang isteri yang tidak hanya berdiam diri serta bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti isterinya itu berhenti dari aktifitasnya.

Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah RA itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu isterinya yang pebisnis kondang. Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis, sosok Khadijah adalah tipe wanita rumahan yang tidak tahu dunia luar.

Hukum Berdiamnya Wanita Di Dalam Rumahnya :

Para ulama berbeda pendapat tentang hukumberdiamnya wanita di rumahnya, ada dua pendapat dalam hal ini.

Pendapat pertama, wanita wajib berdiam diri di rumahnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama ahli tafsir. Dalil-dalil yang dijadikan dasar pendapat ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Dalil Al Qur’an, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

 

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ

 

“ Dan, hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang-orang jahiliyahyang dahulu… “ (QS. Al Ahzaab : 33)

 

Kata qarna merupakan fi’il amr (kata kerja perintah) dari kata qarar  yang menunjukkan suatu kewajiban. Dengan demikian, ayat tersebut menunjukkan wajibnya seorang wanita berdiam di dalam rumahnya.

 

Jadi, pengertian ayat  Al Quran di atas adalah perintah kepada para wanita untuk tetap tinggal dan menetap di rumah serta tidak keluar darinya kecuali untuk suatu keperluan atau hal yang darurat.

 

Kedua dalil akal, menurut akal sehat, seorang wanita harus tetap berada di rumahnya, mengurusi suami dan anak-anaknya, serta dapat berupaya mendidik mereka berdasarkan metode yang benar.

Pendapat kedua, seorang wanita hanya dianjurkan untuk berdiam di rumahnya. Ini pendapat sejumlah Sahabat Nabi Shalallahu ‘alihi Wa salam, diantaranya ‘Umar dan ‘Utsman Radhiallahu’anha. Pendapat ini diikuti al Hafizh Ibnu hajar al ‘Asqalani. Mereka berhujjah dengan dalil-dalil Al- Quran , As Sunnah dan ijma’ Ulama. Dalil-dalil yang melandasi pendapat ini adalah sebagai berikut.

Pertama, dalil Al Quran, yakni firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا

“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji , hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”. (QS. An Nisa: 15)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kaum Muslimin menahan para wanita yang melakukan perbuatan keji di dalam rumahnya. Ini merupakan dalil yang menjelaskan bahwa wanita di dalam rumahnya bukan merupakan hukum asal, tetapi hal tersebut diperintahkan karena danya penyebab, yakni terjadinya perbuatan keji.

Kedua, dalil dari As Sunnah, yakni sabda Nabi Muammad Shalallahu ‘alaihi wa salam:

“Janganlah kalian menghalangi hamba-hamba Allah yang wanita untuk pergi ke masjid-Nya” (HR. Bukhari)

Hadits diatas menjelaskan bahwa kaum laki-laki juga dilarang menghalangi para wanita untuk pergi ke masjid jika mereka hendak pergi ke sana. Karena itulah, hukum tinggalnya wanita di dalam rumah menjadi sunnah. Seandainya jika perintah berdiamnya wanita di rumah itu wajib maka mereka tidak diizinkan untuk ke masjid. Sebab sholat wanita lebih afdhol di rumah dari pada di masjid.

Tujuannya dari berdiamnya wanita di Rumah

Aman dari Fitnah

Tinggalnya seorang wanita di dalam rumahnya merupakan suatu hal yang sangat penting, demi menjaganya dari berbagai fitnah dan gangguan-gangguan yang bisa menimpa pada dirinya apabila keluar rumah. Ini merupakan salah satu bentuk usaha untuk mengantisipasinya dari bahaya.

Dapat menunaikan hak Suami sebagai Isteri

Seorang isteri wajib mentaati suaminya dan mengurus rumahnya. Seorang isteri tidak boleh keluar dari rumah kecuali tanpa izin dari suaminya. Namun, tidak boleh keluar rumah itu juga jangan sampai bertentangan dengan kewajiban mengurus rumah.

Dapat mengurus rumah dan anak-anak

Isteri memiliki peran yang sangat penting dalam memperbaiki penataan rumah, pemeliharaannya, juga perlindungan terhadapnya, termasuk semua barang atau harta yang dimiliki dan orang yang ada di dalamnya.

Aturan-aturan Bagi Wanita yang Keluar Rumah :

Mendapat izin dari walinya

Wali adalah kerabat seorang wanita, baik dari sisi nasabiyah (garis keturunannya), sababiyah (karena adanya tali pernikahan), ulul arham (kerabat jauh), orang yang diserahi perwakilan, maupun seorang pemimpin (wali hakim).

Berpakaian secara syar’i

Berpakaian secara syari’ bagi wanita yang telah dijelaskan dalam QS. Annur ayat 31 dan Al Ahzaab ayat 59 dengan menutup seluruh tubuh selain bagian yang dikecualikan, tidak berhias secara berlebihan dan mengikuti seperti orang-orang jahiliyah, dengan memakai pakaian Tebal (tidak transparan), pakaian tersebut harus longgar.

Aman dari fitnah

Jika seorang wanita keluar rumah maka harus aman dari fitnah dengan menjaga dirinya dari gangguan sehingga kehormatan dan kesucian wanita bisa terlindungi ketika keluar dan hingga kembali kerumah.

Adanya mahram ketika melakukan safar.

Menurut Bahasa, seorang disebut mahram bagi seorang wanita apabila orang itu tidak halal menikahi wanita tersebut. Adapun menurut istilah, mahram adalah suami dan laki-laki yang diharamkan menikahi wanita tersenbut selama-lamanya.

Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi Wa Salam:

“ Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari).

Jadi, dengan demikian peran wanita tidak hanya menjadi seorang ibu dan isteri yang hanya berdiam di rumah saja tanpa usaha dengan mengembangkan kreatifitasnya namun wanita juga sebagai sosok yang mampu berperan di tengah masyarakat sesuai profesi kemampuan yang dimilikinya tapi tidak melanggar aturan syariat islam dan bukan suatu pekerjaan haram yang membahayakan dan menimbulkan fitnah bagi dirinya serta tidak meninggalkan peran dan kewajibannya sebagai wanita menjadi seorang ibu atau isteri. (T/P010?EO2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Sumber:

Adnan bin Dhaifullah Alu asy-Syawabikah, Wanita Karir (Profesi Wanita di Ruang Publik yang Boleh dan yang Dilarang dalam Fiqih Islam)

Wartawan: Admin

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0