Perang Salib terjadi selama hampir dua abad lamanya (490 H/1095 m sampai 691 H/1291 M) yang setidaknya terdiri atas delapan babak, didorong oleh keinginan kaum Kristen Eropa untuk merebut Baitul Maqdis dari tangan ummat Islam. Disebut Perang Salib karena pasukan Kristen mempergunakan salib sebagai pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang atas nama agama (Kristen).
Perang Salib dimulai ketika Kaisar Alexios I dari Byzantium meminta bantuan Paus Urbanus II untuk melawan kekuatan Turki Seljuk yang mulai mengancam dan membuat Kekaisaran Byzantium kian terpojok. Permintaan ini disambut gembira oleh Sang Paus yang merasa kekuasaan spiritualnya semakin terdesak. Konspirasi Kaisar dan Paus ditindaklanjuti dengan mengadakan pertemuan akbar di Clermont, Perancis Selatan, tahun 1095. Dalam pidato yang berapi-api, Paus Urbanus membakar emosi ummat Kristen.
“Hai orang-orang Frank (istilah bagi pasukan Salib dari Eropa Barat), hai orang-orang dari luar pegunungan ini, hai orang-orang yang dicintai Tuhan, yang jelas dari perilaku kalian, yang membedakan kalian dari bangsa-bangsa lain di muka bumi ini karena pengabdian kalian pada gereja suci. Inilah pesan dan imbauan khusus untuk kalian. Kabar buruk telah tiba dari Jerusalem dan Konstantinopel, bahwa semua bangsa asing yang terkutuk dan menjadi musuh Tuhan, yang tidak lurus hatinya dan yang jiwanya tidak setia pada Tuhan. Mereka telah menyerbu tanah orang-orang Kristen dan membumihanguskan mereka dengan pedang dan api secara paksa. Tidak sedikit yang mereka tawan untuk dijadikan sebagai budak, sementara sisanya dibunuh. Gereja-gereja kalau tidak mereka hancurkan, dijadikan masjid. Altar-altar diporak-porandakan. Orang-orang Kristen mereka sunat dan darahnya mereka tuangkan pada altar atau tempat pembaptisan. Beberapa mereka bunuh secara keji, yakni dengan membelah perut dan mengeluarkan ususnya. Mereka tendang orang-orang Kristen dan mereka dipaksa berjalan sampai keletihan, hingga terjerembab dan tersungkur di atas tanah. Beberapa dipergunakan sebagai sasaran anak panah. Ada yang mereka betot (tarik) lehernya untuk dicoba apakah bisa mereka penggal dengan sekali tebas, dan yang lebih mengerikan lagi perlakukan mereka terhadap perempuan”.
“Kewajiban siapa lagi kalau bukan kalian semua, yang harus membalas dan merebut kembali daerah-daerah mereka itu. Ingatlah, Tuhan telah memberi kalian banyak kelebihan dibandingkan dengan bangsa lain. Semangat juang, kebenaran, keperkasaan dan ketidakgentaran menghadapi siapapun yang hendak melawan kalian. Ingatlah kepada keberanian nenek moyang kalian, pada Kaisar Karel Agung dan Louis, anaknya, serta raja-raja lainnya yang telah membasmi kerajaan Turki dan menegakkan Agama Kristen di tanah mereka. Kalian harus tergerak oleh Makam Kudus Tuhan Yesus Sang Juru Selamat kita yang kini ada di tangan orang-orang najis. Kalian harus bangkit berjuang, karena kalian telah mengetahui banyak tempat-tempat suci yang telah dikotori, diperlakukan secara tidak senonoh oleh mereka”.
Baca Juga: Ustadz Hidayaturrahman: Lima Langkah Mentadaburi Al-Qur’an Dengan Metode Tathbiqi
“Hai para Ksatria pemberani, keturunan nenek moyang yang tak tertaklukkan, janganlah lebih lemah dari mereka (para pendahulu kalian), tetapi ingatlah pada ketidakgentaran mereka. Jika kalian ragu-ragu karena cinta kalian kepada anak-anak, istri dan kerabat kalian, ingatlah pada apa yang Tuhan katakan dalam Injil: “ Wahai Yang mengasihi ayah dan ibunya lebih dari pada aku, tidak pantas bagi-Ku”… Jangan biarkan apa yang menjadi kepunyaan kalian menghambat kalian. Kalian tidak perlu khawatir dengan kepunyaan kalian. Negeri kalian telah padat penduduknya dan dari semua sisi, tertutup laut dan pegunungan. Tak banyak kekayaan di sini dan tanahnya jarang membuahkan hasil pangan yang cukup buat kalian”.
“Itulah sebabnya kalian bertikai sendiri. Hentikan saling benci dan pertengkaran di antara kalian. Bergegaslah menuju Makam Kudus, rebutlah negeri itu dari orang-orang jahat dan jadikan sebagai milik kalian. Negeri itu seperti yang dikatakan Al-Kitab, berlimpah susu dan madu. Allah memberikan kepada anak-anak Israil. Jerusalem negeri terbaik, lebih subur dari pada negeri lainnya, seolah-olah surga kedua. Inilah tempat Juru Selamat kita dilahirkan, diperintah dengan kehidupan-Nya dan dikuduskan dengan penderitaan-Nya. Bergegaslah dan kalian akan memperolah penebusan dosa dan pahala di Kerajaan Surga”.
Pidato provokatif yang penuh kebohongan itu, menurut Philip K Hitti dalam buku “History of the Arabs” menyatakan, pidato tersebut merupakan yang paling berpengaruh, yang pernah disampaikan oleh Paus sepanjang sejarah. Pidato tersebut telah membakar Eropa untuk melawan Kekhalifahan Turki yang bagi mereka dianggap sebagai gerombolan orang-orang yang tidak beradab.
Setelah pidato itu, 150 ribu orang yang hadir di tempat itu meneriakkan slogan Deus vult (Tuhan Memberkati) sambil mengacung-acungkan tangan. Pada saat itulah genderang perang salib untuk pertama kalinya ditabuh.
Baca Juga: Islam Memuliakan Kaum Perempuan, Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
Periodisasi Perang Salib
Para sejarawan berbeda perndapat dalam menetapkan periodisasi perang salib. Prof. Dr. Ahmad Syalabi membagi periodisasi perang Salib menjadi tujuh periode. Sementara itu, Philip K. Hitti membaginya menjadi tiga periode.
Periode pertama disebut sebagai Periode Penaklukan.
Konspirasi antara Kaisar Alexius Komnenus I dengan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat ummat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada Kousili Clermount tanggal 6 November 1095. Pidato ini bergema ke seluruh penjuru Eropa yang mengakibatkan seluruh negara Kristen mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh rakyat jelata yang tidak memiliki pengalaman berperang dan tidak memiliki persiapan sehingga dengan mudah dapat dikalahkan oleh Pasukan Islam Dinasti Seljuk.
Baca Juga: Ketika Umat Islam Diberi Anugerah Kekuasaan Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
Pasukan Salib berikutnya merupakan ekspedisi militer yang lebih terorganisir rapi. Mereka dipimpin oleh tiga Panglima yang solid, yaitu Godfrey de Bouillon, Bohemond of Taranto dan Raymond of Saint-Gilles dengan pasukan dari beberapa negara antara lain: Perancis, Norman, Lonraine, Italia dan Sisilia. Akhirnya mereka berhasil menduduki Kota Suci Yerusalem pada tanggal 7 Juni 1099. Pasukan Salib itu melakukan pembantaian besar-besaran selama kurang lebih satu pekan terhadap ummat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, tua maupun muda. Di samping itu, mereka juga membumihanguskan bangunan-bangunan Islam dan merusak toleransi kehidupan beragama yang telah dikembangkan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab. Setelah kota Yerusalem dikuasai tentara Salib, yang boleh tinggal di kota tersebut hanyalah orang Kristen, sementara ummat Islam dan Yahudi dilarang tinggal, bahkan dilarang memasuki kota itu.
Kekalahan ummat Islam menghadapi tentara Salib pada periode pertama itu dikarenakan kekuatan mereka sedang melemah akibat perpecahan Dinasti Seljuk di wilayah Asia Kecil (Sekarang Yunani dan Turki). Kelemahan ummat Islam juga diperparah dengan kekuatan Islam di Spanyol yang semakin goyah, ditambah dengan pertentangan segitiga antara Daulah Fatimiyah di Mesir, Daulah Abbasiyah di Bagdad dan Amir Bani Ummayah di Cordova yang masing-masing memproklamirkan diri sebagai khalifah yang sah.
Periode kedua, disebut sebagai reaksi ummat Islam
Jatuhnya Yerusalem ke tangan kaum Salib membangkitkan kesadaran kaum Muslimin untuk menghidupkan kekuatan jiwa menghadapi mereka. Kaum Muslimin yang berpecah-belah mulai sadar diri dan kembali berhimpun dalam satu kepemimpinan.
Baca Juga: Shalat Tahajud Penyebab Kemenangan dalam Jihad Melawan Musuh
Di bawah kepemimpinan Imaduddin Zanki, yang digelari sebagai “Palu Penakhluk” karena keberaniannya melawan Pasukan Salib. Ummat Islam bangkit membendung serangan Pasukan Salib dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai musuh.
Setelah Imaduddin Zanki wafat pada 1146 M, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zanki. Ia meneruskan cita-cita ayahnya untuk dapat membebaskan Yerusalem dari cengkeraman Pasukan Salib. Sebagaimana prestasi ayahnya, Nuruddin juga berhasil membebaskan wilayah-wilayah yang telah dikuasai Pasukan Salib.
Di antara prestasi Nuruddin Zanki adalah membebaskan Kota Damaskus, ibu kota Syria (Suriah). Hingga Perang Salib berakhir, pasukan salib tidak pernah bisa menginjakkan kaki di Damaskus. Sementara pemimpin mereka, Louis VII dan Coudrad melarikan diri dan pulang ke negeri asalnya.
Keberhasilan itu membuat Ummat Islam semakin bersemangat untuk mempersiapkan diri merebut Yerusalem. Pada saat persiapan hampir mencapai puncaknya, yakni pada tahun 1174 M, Nuruddin Zanki wafat, lantas digantikan oleh Shalahuddin Al-Ayubi.
Baca Juga: Urgensi Tulisan, Alat Tulis dan Penulis dalam Peradaban, Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
Di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayubi inilah, ummat Islam berhasil mengalahkan pasukan Salib secara telak pada pertempuran Hittin yang berlangsung 3-4 Juli 1187 M dan berhasil menawan Raja Yerusalem Guy de Lusignan. Dua bulan kemudian, pada 27 Rajab 583 H/ 2 Oktober 1187 M, Ummat Islam berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dan mengembalikan fungsinya sebagai masjid dengan mengumandangkan azan setelah vakum selama 88 tahun, menggantikan lonceng gereja.
Di malam Isra, setelah Kota Yerusalem berhasil direbut, semua bersujud syukur, termasuk Shalahuddin Al-Ayubi. Kerinduan terhadap Al-Aqsa pun terobati. Semua ummat Islam berbondong-bondong menuju Masjid kebanggaan Ummat Islam tersebut untuk mempersiapkannya sebagai tempat shalat. Masjid itu dibersihkan dari simbol-simbol Kristen. Selama Al-Aqsa dikuasai pasukan Salib Kristen, Al-Aqsa dijadikan sebagai istana dan komando perang. Patung Salib berdiri tegak di setiap sudut ruangan di Al-Aqsa, ditambah lagi puluhan babi yang dipelihara di lingkungan (kompleks) Al-Aqsa.
Setelah azan dikumandangkan, Qodhi (hakim) Muhyiddin bin Zakinuddin dalam Khutbah Jumatnya menyampaikan mukadimah dengan firman Allah:
فَقُطِعَ دَابِرُ ٱلْقَوْمِ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ ۚ وَٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Baca Juga: Meneladani Kepribadian Rasulullah dengan Mengikuti Sunnahnya, Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
“Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”. QS. Al-An’am[6]: 45.
“Wahai sekalian manusia, berbahagialan dengan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan tujuan utama. Dia telah memudahkan untuk mengembalikan Al-Aqsa dari ummat yang tersesat. Ini adalah negeri bapak kalian, Ibrahim Alaihi Salam dan lokasi Mi’rajnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam serta menjadi kiblat pertamanya kalian, ummat Islam. Di sinilah, beliau Nabi Muhammad menunaikan shalat bersama para malaikat”.
“Beruntunglah kalian wahai para tentara. Di tangan kalian telah ditampakkan mukjizat kenabian dan tanda-tanda kemenangan Perang Badar, tekad seorang Abu Bakar, pembebasan Umar, kehebatan tentara Utsman dan kepiawaian Ali”.
“Kalian telah mengembalikan kejayaan Qodisiyah, peristiwa Yarmuk dan Khaibar untuk Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas jasa dan segala daya upaya yang kalian kerahkan untuk melawan musuh. Allah akan menerima darah dan pengorbanan para syuhada dan menggantinya dengan surga-Nya kelak”.
Baca Juga: Kajian Surah Al-Jinn: Iblis dari Golongan Jin
“Bersyukurlah selalu atas nikmat ini dan jaga selalu nikmat-Nya. Inilah hari pembebasan, pintu-pintu langit dibuka untuknya. Wajah orang-orang yang teraniaya kembali cerah dan para malaikat pun bersuka-cita. Mata para Nabi dan Rasul-Nya teduh kembali. Bukankah Al-Aqsa adalah rumah para raja, dipuji para rasul dan keberadaannya disebut dalam empat kitab suci kalian?”.
“Pujilah Allah yang telah membimbing kalian atas apa yang tidak mampu dilakukan oleh generasi terdahulu. Dia menyatukan kalian yang tercerai-berai. Dia pula yang menggantikan kata “lalu dan konon” dengan kata” akan dan hingga”.
“Sekarang, para malaikat langit akan meminta ampunan dan mendoakan yang terbaik untuk kalian. Pertahankanlah selalu anugerah ini dan jagalah selalu nikmat ini dengan ketaqwaan kepada Allah. Dengan taqwa itulah, seseorang akan selamat dan barang siapa yang berpegang teguh kepada tali-Nya (Al-Quran dan Hadits) maka ia akan selalu dijaga (Allah)”.
“Dan, waspadailah kehadiran setan yang akan membisikkan ke telinga kalian bahwa kemenangan ini mutlak karena hunusan pedang dan kehebatan kuda kalian di medan jihad. Padahal itu semua tidak berarti tanpa pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Allah berfirman:”
Baca Juga: Semangat Hijrah dan Memperselisihi Orang Yahudi, Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
وَمَا ٱلنَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. Al-Anfal [8] : 10.
Apa yang dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayubi dan pasukannya sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Pasukan Salib ketika berhasil merebut Yerusalem. Tidak seperti kebiadaban pasukan Salib, kemenangan pasukan Shalahuddin Al-Ayubi digambarkan oleh sejarawan Inggris, Sir Steven Runciman sebagai berikut: “Para Muslimin pemenang perang itu dikenal keluhuran dan sikap manusiawinya, sementara pasukan Salib selama 88 tahun lamanya berenang-renang di genangan darah musuh-musuh mereka. Di bawah penakhlukan pasukan Muslimin, tidak ada satupun rumah yang rusak dan dicuri perabotannya, tidak ada seorangpun yang dicederai . Para tentara bertindak di bawah instruksi Shalahuddin, mulai dari mengawal jalan-jalan dan pintu-pintu gerbang untuk mencegah kemungkinan agresi (serangan) apapun yang mungkin dilakukan terhadap orang-orang Kristen. Shalahuddin mengumumkan bahwa ia akan memerdekakan semua orang yang lanjut usia, lelaki dan perempuan”.
Ketika datang kaum wanita pasukan Salib yang telah menebus diri mereka sendiri, dengan air mata bercucuran air mata, mereka bertanya tentang bagaimana nasib mereka sesudah suami dan ayahnya mati atau yang ditawan, Shalahuddin menjawab dengan janji bahwa ia akan membebaskan semua suami mereka, ia juga akan menyantuni semua janda dan anak yatim dengan kekayaan pribadinya. Sikap rahmat dan kasih sayang yang ditunjukkan Shalahuddin ini sungguh bertentangan dengan apa yang telah dilakukan oleh Tentara Salib ketika menginvasi Al-Quds pada Perang Salib pertama.
Baca Juga: Berdirinya “Negara Israel”, Konspirasi Menghancurkan Ummat Islam (Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur)
Kunci Sukses Shalahuddin Al-Ayubi Mebebaskan Masjidil Aqsa
Usaha dan perjuangan Shalahuddin Al-Ayubi (532-585 H) membebaskan Masjidil Aqsa tidaklah mudah. Menurut Aqsainsitute, ada sembilan kunci sukses Shalahuddin Al-Ayubi dalam membebaskan Al-Aqsa:
- Menjaga kebersihan hati. Niat yang lurus, ikhlas dan hanya berorientasi kepada akhirat dan ridha Allah saja.
- Menjaga ketaqwaan dengan menunaikan shalat malam dan menghidupkan sunnah. Bahauddin bin Syaddad, penasihat utama Shalahuddin menceritakan bahwa ia senantiasa menunaikan shalat malam (tahajud) dan sangat senang mendengar bacaan Al-Quran. Dalam sela-sela pertempuran, dia sering duduk mendengarkan bacaan Al-Quran yang dibaca para prajuritnya hingga ia meneteskan air mata.
- Menjalin Ukhuwah dengan seluruh kaum Muslimin, terutama yang berada dalam satu visi untuk membebaskan Masjidil Aqsa. Setiap hari Senin dan Kamis, beliau selalu menyempatkan diri untuk mengikuti pertemuan-pertemuan terbuka yang dihadiri para fuqaha, qadhi dan ulama.
- Menumbuhkan kecintaan di hati seluruh kaum Muslimin terhadap masjid, terutama kepada tiga masjid, yakni Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidl Aqsa.
- Mempersiapkan segala kemampuan, baik fisik, mental maupun spiritual.
- Mempelajari kekuatan musuh-musuh Allah yang memerangi ummat Islam.
- Menanamkan rasa optimisme kepada Ummat Islam bahwasannya Al-Aqsa pasti akan bisa dibebaskan apabila mereka punya komitmen kepada syariat Islam. Bagi Shalahuddin, membebaskan Masjidil Aqsa adalah perkara yang besar yang tidak akan mampu ditanggung oleh gunung-gunung sekalipun. Kehilangan Masjidil Aqsa bagi Shalahuddin laksana seorang Ibu yang kehilangan anak kandungnya sehingga ia berkeliling sendiri mencari anaknya. Maka beliau terus berkeliling sendiri, menyeru kepada segenap Kaum Muslimin, memotivasi mereka untuk berjihad merebut kembali Masjidil Aqsa.
- Mempersiapkan kader secara berkesinambungan. Beliau mempersiapkan anak-anak pengungsi Baitul Maqdis untuk berjihad membebaskan Al-Aqsa dengan memberikan tempat tinggal yang cukup layak dan pengajaran materi-materi tentang Masjidil Aqsa.
- Secara berangsur-angsur Muslimin diarahkan untuk masuk ke Yerusalem melalui segala penjuru. Pasukan Shalahuddin bergerak menuju Al-Quds melalui jalur barat, kemudian seluruh pasukannya mengepung Al-Quds. Pengepungan ini berlangsung selama 12 hari sehingga pasukan Shalahuddin dapat melubangi benteng Al-Quds di sisi timur laut.
Kesuksesan Shalahuddin Al-Ayubi dalam membebaskan Yerusalem dan Masjidil Aqsa ini memukul perasaan Kaum Kristen. Mereka pun menyusun rencana untuk merebutnya kembali dari tangan Kaum Muslimin. Kali ini, Salib dipikul oleh tiga raja, Frederick Barbarosa dari Jerman, Richard The Lion Hart dari Inggris dan Philip Agustus, raja Perancis. Akan tetapi, mereka tidak mampu menembus pertahanan pasukan Shalahuddin Al-Ayubi dan Kaum Muslimin.
Dari sisi perlakuan Shalahuddin terhadap ummat Kristen dengan membiarkan mereka hidup merdeka dan bebas beribadah dengan aman di Yerusalem telah membuat kagum ummat Kristen Eropa. Berita bahwa Shalahuddin tidak melukai sedikitpun ummat Kristen membuat Paus di Roma sehat mendadak karena terkejut mendengar ada manusia semulia itu.
Baca Juga: Lima Konspirasi Menghancurkan Ummat Islam (Oleh: Yakhsyallah Mansur)
Periode Ketiga, atau Periode Kehancuran Pasukan Salib
Periode ini berlangsung antara tahun 1198-1291 M. Pada periode ini, pasukan Salib lebih disemangati ambisi politik memperoleh kekuasaan yang bersifat materi. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis sudah mereka lupakan. Pada periode ini, satu demi satu wilayah yang dikuasai Pasukan Salib dapat direbut kembali oleh pasukan Muslimin sehingga wilayah Timur Tengah selamat dari cengkeraman Pasukan Kristen hingga saat ini.
Kehancuran Pasukan Salib antara lain ditandai dengan menyerahnya Beirut (Lebanon) pada 21 Juli 1291. Kota itu dikuasai oleh Pasukan Muslimin yang dipimpin oleh Sultan Al-Asyraf (1290-1293 M) dari Dinasti Qallawun.
Meskipun pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka telah mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan Islam yang sudah sedemikian maju. Kebudayaan Islami yang mereka peroleh dari ummat Islam selama Perang Salib menyebabkan lahirnya Renaisans (pencerahan di Barat). Kebudayaan Islam yang mereka bawa diantaranya adalah kebudayaan militer, industri, perdagangan, pertanian, astronomi, kedokteran dan kepribadian.
Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan teknologi persenjataan dan teknik perang yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti penggunaan bahan peledak untuk pelontar peluru, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan pengiriman informasi, penggunaan rebana dan gendang untuk memberi semangat para tentara di medan perang, dan lain sebagainya.
Di bidang industri, mereka banyak menemukan kain tenun, sekaligus peralatan pembuatan tenunnya yang hanya ada di dunia Timur pada waktu itu. Untuk itu, mereka mengimpor berbagai jenis kain seperti Muslim, Satin dan Damas. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab sebagai pengharum ruangan.
Di bidang perdagangan, mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar dalam transaksi jual beli. Sebelumnya, mereka menggunakan sistem barter (tukar menukar barang).
Di bidang astronomi, ilmu yang dikembangkan ummat Islam sejak abad kesembilan telah melahirkan berbagai observatorium di dunia Barat. Selain itu, mereka juga meniru pendirian rumah sakit dan pemandian umum. Di samping itu, Islam juga memberikan pengaruh positif tentang nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak diperhatikan. (A/IM/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)