PERDEBATAN KESUKSESAN PEREMPUAN MUSLIM DI NEGARA BARAT

MUSLIMAH SUKSES
Ilustrasi Muslimah berkarir (Foto: Muslim Village)
Ilustrasi berkarir (Foto: Muslim Village)

Oleh: Habib Toumi, Kepala Biro Gulf News

Sebuah artikel di media , Gulf News, menyoroti yang posisinya naik ke eselon tinggi pemerintahan di Eropa dan Amerika Serikat, menimbulkan perdebatan di dunia blog Kuwait.

Beberapa pengguna jejaring sosial bereaksi dengan memberikan penghargaan untuk para wanita tersebut, kisah sukses mereka dan sikap positif dari negara-negara mereka. Sementara yang lain mengatakan bahwa para wanita sukses itu dipromosikan di bidang politik dan sosial setelah mereka mengadopsi nilai-nilai dan cara hidup Barat.

Seperti keberhasilan Dalia Mogahed yang menjadi salah seorang penasehat Presiden Amerika Serikat Barack Obama, atau Aida Hadzialic yang menjadi muslimah pertama yang ditunjuk menjadi menteri di jajaran kabinet Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven. Dan beberapa muslimah lainnya yang meraih sukses dalam karirnya di negara Barat.

“Para wanita ini berhasil karena mereka bekerja keras dan tidak ada hambatan untuk naik dan berhasil,” tulis Kuwaitawi, seorang .

“Tidak ada yang berprasangka cemburu terhadap mereka, tidak juga mencoba untuk menggembosi ego mereka atau melemahkan pekerjaan mereka. Sikap seperti itu tidak akan berlaku di sini,” katanya.

Arsenal Fan, blogger lain, memposting di situs berita lokal Al Aan bahwa wanita pantas untuk dipuji karena keberhasilannya.

“Mereka yang menyatakan kritik harus lebih baik daripada mencemburui keberhasilan para perempuan itu. Mereka harus menegakkan dasar moral yang tinggi,” tulis Fan.

Bloger Faysal berpandangan, Barat lebih siap mendukung orang-orang untuk mencapai sukses dan memberi mereka banyak kesempatan untuk berhasil.

“Hal yang baik adalah orang-orang di Barat biasanya mendukung setiap orang untuk mencapai sesuatu. Sukses sangat penting dalam budaya mereka,” katanya.

Namun, beberapa blogger mengatakan, mereka tidak terkesan dengan langkah beberapa negara yang  memberikan kepemimpinan pemerintah untuk wanita Muslim. Beberapa orang bahkan menuduh wanita meninggalkan nilai-nilai keluarga untuk meningkatkan status sosial dan politiknya.

Bloger Ahmad mengatakan, perempuan-perempuan sukses di Eropa disebabkan karena mereka menyerah kepada cara hidup menurut budaya Barat.

“Ini benar-benar mengerikan dan keluarga harus menanamkan nilai-nilai pada anak-anak kita yang lebih baik,” kata Ahmad.

Ahmad merasa senang lantaran menurutnya tidak ada perempuan yang berasal dari Teluk di antara para perempuan Muslim yang berhasil di pemerintahan negara Barat.

Bu Mohammad mengatakan, tidak ada perempuan yang ditunjuk menteri mengenakan kerudung.

“Saya yakin bahwa Barat tidak akan membiarkan salah satu perempuan untuk menjadi menteri jika dia memakai jilbab, misalnya,” tulisnya. “Mereka berhasil sampai ke pemerintah karena mereka menjauhkan diri dari nilai-nilai asli dan tradisi mereka.”

Berikut ini beberapa wanita Muslim yang ditunjuk sebagai menteri di pemerintahan negara Barat:

Aida Hadzialic bulan ini diangkat menjadi Menteri Pendidikan di Swedia. Ia tiba di Swedia pada usia lima tahun sebagai pengungsi dari Bosnia dan Herzegovina, di mana dia dilahirkan pada tahun 1987. Aida lulus dengan gelar di bidang hukum dari Universitas Lund dan kemudian menjadi Wakil Walikota Halmstad.

Sayeeda Warsi membuat sejarah dengan menjadi menteri pertama Britania Raya beragama Islam di kabinet.

Warsi adalah anak kedua dari lima anak perempuan yang lahir di Dewsbury, West Yorkshire, pada 1971, sebagai imigran Pakistan dari Bewal, Gujar Khan. Dia adalah pengacara Pakistan Inggris, politisi dan anggota parlemen, menjabat sebagai Ketua Partai Konservatif. Dia mengundurkan diri pada bulan Agustus sebagai bentuk protes atas sikap Pemerintah Inggris terhadap perang Israel di Gaza.

Najat Vallaud-Belkacem, lahir di pedesaan Maroko pada 1977 di Bni Chiker, sebuah desa dekat Nador di wilayah Rif, membuat sejarah pada tanggal 25 Agustus ketika dia menjadi wanita Perancis pertama yang ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan, Perguruan Tinggi dan Penelitian.

Najat hidup di Perancis bersama ayahnya, seorang pekerja bangunan, ibunya dan kakaknya Fatiha mulai tahun 1982 dan dibesarkan di pinggiran kota Amiens. (T/P001/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0