Yangon, 5 Jumadil Akhir 1436/25 Maret 2015 (MINA) – Kelompok hak asasi internasional merilis sebuah laporan yang mengatakan, para preman dari luar kota bertanggung jawab atas kekerasan antar-komunal tahun lalu di Mandalay, Myanmar.
Surat kabar Irrawaddy mengutip kelompok HAM Justice Trust di negara itu, Selasa (24/3), mengatakan pihaknya telah menemukan bukti, di mana konflik tersebut didalangi oleh unsur-unsur dari luar Mandalay dan di bawah dukungan pihak berwenang secara diam-diam, Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), melaporkan.
Juli lalu, desas-desus palsu tentang seorang pria Muslim memperkosa seorang wanita Budha, menyebabkan kekerasan antar agama di pusat kota yang menyebabkan seorang pria Budha dan Muslim tewas, lebih 20 orang lainnya luka-luka.
Selama pemakaman korban Budha, beberapa pelayat menghancurkan sebagian pemakaman Muslim di pinggiran kota.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Laporan dari Justice Trust ini dirilis Senin (23/3), setelah melalui enam bulan penyelidikan yang didukung pengacara dan aktivis lokal, berkolaborasi dengan Komite Perdamaian Mandalay multi-agama dan mewawancarai saksi mata, tokoh masyarakat dan anggota keluarga korban.
Menurut surat kabar Irrawaddy, beberapa dari mereka yang diwawancarai menceritakan, mereka melihat sekitar dua lusin orang bersepeda motor masuk Mandalay dan berkeliaran saat terjadi kisruh.
“Hampir semua orang yang diwawancarai menjelaskan, massa yang berkeliling bertanggung jawab atas kematian dan kehancuran di Mandalay, di mana mereka adalah laki-laki dari luar Mandalay,” kata laporan itu.
U Dama, seorang kepala biara senior di sebuah biara Mandalay mengatakan, ia telah meminta geng itu untuk pergi setelah mereka berusaha menghasut dan merekrut para biarawan.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
“Sekelompok orang, sekitar 30 orang datang ke biara kami sekitar pukul 00.30 dini hari pada malam pertama kerusuhan,” kata U Dama kepada penyidik.
“Saya pergi bersama 10-15 biksu senior untuk bertemu dengan massa. Saya melihat orang-orang mabuk dan tak terkendali. Saya mengatakan kepada mereka supaya pergi, karena mereka mengganggu ketenangan kami,” ujarnya.
Kepala editor media Mandalay Khit Journal, Mindin, mengatakan ia melihat sekitar 25 orang mengendarai sepeda motor sambil berteriak dan menyanyikan lagu kebangsaan, serta melempar batu.
“Pada saat itu ada 200 lebih polisi anti huru hara di jalan, mereka tidak melakukan apa-apa di saat perusuh ini mengamuk,” tambahnya.
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
Kelompok Justice Trust mengatakan, mantan rezim “garis keras” kerap menggunakan taktik konflik antar komunal untuk mengalihkan perhatian dari proses demokrasi.
Namun laporan itu tidak memberikan rincian tentang mamfaat dari konflik tersebut dengan rezim sebelumnya.
Sejak pertengahan 2012, setidaknya 250 orang tewas dan puluhan ribu kehilangan tempat tinggal dari kerusuhan yang biasanya dipicu oleh rumor palsu yang menyalahkan umat Islam.
Kekerasan anti-Muslim tersebut telah menimbulkan keraguan serius tentang proses reformasi di bekas negara yang diperintah oleh militer itu. (T/P001/P4)
Baca Juga: PBB akan Luncurkan Proyek Alternatif Pengganti Opium untuk Petani Afghanistan
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)