Abuja, MINA – Wakil Presiden Nigeria Yemi Osibanjo menegaskan kembali komitmen Pemerintah Federal untuk tidak menoleransi Kekerasan Berbasis Gender (GBV) dan menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan perawatan dan keadilan bagi para penyintas.
Wakil presiden menyatakan hal ini pada Selasa (3/8) saat peluncuran resmi MOMENTUM Country and Global Leadership (MCGL) USAID di Abuja.
Diwakili oleh Sadiya Umar Farouk, Menteri Urusan Kemanusiaan, Penanggulangan Bencana dan Pembangunan Sosial Nigeria, Osinbajo mengatakan GBV didorong oleh ketidaksetaraan struktural dan hubungan kekuasaan yang tidak setara yang menjadikan perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Osinbajo menjelaskan, hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pendidikan, pekerjaan, keuangan, kesehatan, dan kesempatan untuk berkontribusi pada keluarga, masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi bangsa.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Dia mencatat bahwa kondisi seperti itu mempengaruhi orang yang selamat, keluarga dan masyarakat yang lebih luas dan ekonomi negara secara negatif.
“Sudah saatnya kita bangkit menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh ancaman ini dan terus-menerus berbicara menentang kejahatan yang dilakukan oleh individu-individu yang tidak punya pikiran,” kata Osinbajo.
“Saya sangat menegaskan kembali deklarasi Pemerintah Federal untuk Nol Toleransi terhadap Kekerasan Berbasis Gender di Nigeria dan saya mengangkat KARTU MERAH untuk semua pelaku,” pungkasnya.
Dia menekankan perlunya akses mudah ke perawatan medis yang aman, rahasia dan profesional; akses ke dukungan penyelamatan jiwa dan layanan lain yang memberikan martabat dan kenyamanan, termasuk pilihan untuk keamanan dan dukungan psikososial bagi para penyintas.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Beberapa wilayah di Nigeria telah menyatakan keadaan darurat karena tingginya pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak di negara itu. Langkah itu diambil mengikuti lonjakan dalam kasus kekerasan berbasis gender selama penguncian (lockdown) yang diterapkan baru-baru ini di beberapa negara bagian untuk membatasi penyebaran virus corona sejak 2020 lalu.
Jumlah penuntutan tersangka pemerkosaan yang berhasil tetap rendah dan stigma seringkali mencegah korban melaporkan insiden.
Hasil survei yang diterbitkan oleh NOIPolls pada Juli 2019 menunjukkan bahwa satu dari setiap tiga gadis yang tinggal di Nigeria dapat mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan seksual pada saat mereka mencapai 25.(T/R1P1)
Mi’raj News Agency (MINA)