Lelah Mengejar Dunia

Oleh Bahron Ansori, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

ini adalah kenikmatan bagi siapa saja yang ingin menjadikannya kenikmatan. Dunia adalah perhiasan bagi setiap orang yang menjadikannya perhiasan. Dunia beserta segala isinya adalah harta berharga bagi siapa saja yang ingin menjadikannya sebagai simpanan.

Dunia juga merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup bagi siapa saja yang ingin menjadikannya sarana. Tanpa dunia, bisa jadi akhirat tidak akan pernah ada.

Sebagian orang, ada yang menjadikan dunia sebagai tujuan dalam hidupnya. Artinya, segala potensi ia kerahkan untuk memenuhi keperluan dunia. Tidak perduli kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, yang penting dunia bisa diraih. Tidak perduli, meski harus menjual harga diri (dedikasi, martabat, kemuliaan) yang penting keuntungan dunia bisa dicapai. Tidak ada urusan dengan etika dan adab hidup, yang penting semua bisa terkumpul dalam genggaman. Bahkan, halal haram pun dihantam.

Sebagian lagi ada yang merasa perlu berbangga dengan segala kemewahan yang dimilikinya. Mereka bangga dengan mobil yang harganya tak ternilai. Mereka bangga dengan pakaiannya yang serba mahal dan dari luar negeri. Mereka pun merasa bangga karena sudah mempunyai rumah yang megah di tengah pemukiman elit. Mereka merasa bangga dengan segala kebesaran dunia lengkap dengan segala fasilitasnya.

Maka tak heran, semua kebanggaan itu hanya akan melelahkan hati dan pikirannya. Waktunya seolah habis hanya untuk mencari keuntungan dan kebanggaan dunia semata. Waktu siang terasa begitu cepat. Sementara waktu malam pun tak jarang dihabiskannya untuk mencari kepentingan dunia. Sebelum Shubuh ia sudah harus mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor, bukan menyegarakan shalat Shubuh berjama’ah di masjid.

Sebagian yang lain, merasa bangga dengan pendidikannya yang tinggi dan lulusan luar negeri. Ia bangga karena sudah menguasai berbagai disiplin ilmu, dan mengaggap rendah orang lain yang secara level pendidikan masih sangat jauh dibanding dirinya. Tak heran, orang yang menguasai banyak disiplin ilmu ini cenderung mendewakan otaknya. Ia mengira, kecerdasan yang dimilikinya semata-mata hasil jerih payah dan ketekunannya dalam belajar. Ia lupa, kalau dibalik semua keberhasilannya itu ada Ta’ala yang menentukan.

Kita terkadang masih salah kaprah dalam menyiasati kehidupan yang serba singkat ini. Jujur saja, kalau masalah urusan dunia, kita begitu cepat berlari agar segera bisa meraihnya. Tapi jika itu urusan-urusan akhirat, mengapa kita seringkali lambat? Kita tidak akan berlari (bergegas) jika Allah Yang Maha Agung memanggil melalui lantunan adzan para muadzin-Nya. Kita masih seringkali santai saat panggilan shalat, pengajian, dan diskusi keislaman datang mengundang. Tapi untuk urusan dunia, seberapa pun jauhnya selama kita yakin akan mendapatkannya, maka kita akn segera berlari menggapainya.

Maka wajar, akhirnya dalam hidup ini kita selalu merasa dan lelah, sebab yang kita kejar adalah dunia semata. Semakin kita berlari mengejar dunia, maka semakin jauh dunia itu meninggalkan kita. Kita pun semakin lelah, dan tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang sudah diraih. Semestinya, kita merasa bangga (syukur) dengan apa yang ada pada isi kepala kita (kecerdasan) sehingga dengannya kita bisa melihat segala keagungan Yang Kuasa, bukan sebaliknya bangga dengan segala kemewahan semu.

Sejatinya, kita merasa bangga (syukur) dengan kebersihan hati yang dimiliki. Sebab hanya dengan kebersihan hati itulah Allah akan menanamkan keimanan, hikmah dan ilmu. Dengan iman dan ilmu itu kita bisa melihat segala kemahabesaran Allah. Dengan iman dan ilmu itu pula, kita tidak akan lelah mengejar dunia. Ilmu dan iman menjadi sarana utama bagi seorang hamba untuk menilai mana yang salah dan mana yang benar. Dengan ilmu dan iman itu pula, kita bisa berlari kepada Allah dengan segala kesigapan, bukan sebaliknya lari mengejar dunia, namun lambat mengejar Allah.

Agar kita tidak lelah menjalani kehidupan dunia ini, maka ada panduan dari Allah sehingga kita bisa melihat ke mana dulu mestinya kita melangkah dan bagaimana seharusnya kita memperlakukan dunia ini. Berikut adalah ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mesti menjadi rujukan bagi setiap Muslim agar kita selamat dan bahagia dunia akhirat.

Pertama, dalam urusan berzikir (solat), maka Allah memerintah kita dengan “Berlarilah”. Lihat firman Allah Ta’ala yang artinya, “Wahai orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan sholat Jum’at, maka BERLARILAH kalian mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (Qs. Al-Jum’ah : 9)

Kedua, dalam urusan melakukan setiap kebaikan, Allah Ta’ala memerintah kita agar “Berlombalah”. Allah Ta’ala berfirman yang artinnya, “Maka BERLOMBA-LOMBALAH dalam berbuat kebaikan.” (Qs. Al-Baqarah : 148)

Ketiga, untuk urusan meraih ampunan, perintahnya adalah “Bersegeralah”. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan BERSEGERALAH kamu menuju Ampunan dari Tuhanmu dan menuju surga…” (Qs. Ali Imron : 133)

Keempat, dalam urusan menuju Allah, perintahnya adalah “Berlarilah dengan cepat!”. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Maka BERLARILAH kembali ta’at kepada Allah.” (Qs. Adz-Dzaariyat : 50).

Kelima, perhatikanlah, jika untuk urusan menjemput rezeki (duniawi), Allah Ta’ala hanya memerintahkan kita dengan kata, “Berjalanlah!”. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dialah yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka BERJALANLAH di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (Qs. Al-Mulk : 15).

Sahabat, jangan-jangan, selama ini kita merasa lelah, letih, stress dan tak berdaya mengejar dunia, karena kita telah berlari dan berlomba-lomba mengejarnya. Padahal kata Allah, cukuplah dengan BERJALAN untuk mengejar dunia ini. Artinya, jangan menggebu-gebu sehingga kita lupa kepada Sang Pemilik rezeki itu. Wallahu’alam.(R02/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.