Tiap Pekan, Muslimah AS Ini Kunjungi Perpustakaan Yang Berbeda Untuk Berdakwah

Boston, 23 Muharram 1438/24 Oktober 2016 (MINA) – Seorang wanita Amerika Serikat di Boston melakukan hal “luar biasa” untuk menangkal sentimen terhadap yang meningkat setelah kampanye salah seorang kandidat presiden yang berniat melarang Muslim dari negara itu.

Adalah Shaheen Akhtar, Penghubung antaragama di Pusat Islam Wayland Boston menghabiskan setiap akhir pekannya dalam satu tahun terakhir untuk mengunjungi perpustakaan dan pusat-pusat komunitas di sekitar MetroWest guna memperkenalkan Islam dalam sebuah program yang disebut “Sebuah Percakapan Dengan Tetangga Kami.”

Kegiatan ini merupakan sebuah dialog langsung dengan non Muslim yang berada di lokasi yang dia kunjungi mengenai inti ajaran Islam dan juga memberikan kesempatan kepada siapa pun bagi yang memiliki pertanyaan seputar Islam.

Pekan ini, Akhtar berbicara di Perpustakaan Institut Morse Natick dalam rangka upayanya melawan stigma serta ketakutan masyarakat yang salah terhadap Islam, demikian Metro West Daily melaporkannya.

“Kasih sayang merupakan semangat sejati Islam,” kata Akhtar melanjutkan, “Jika saya tidak bisa melunakkan hati saya untuk orang lain, jika saya tidak bisa mengakui perbedaan orang lain, jika saya tidak bisa merangkul kemanusiaan dan jika saya tidak bisa menghormati kesucian setiap kehidupan manusia maka saya perlu bertanya pada diri sendiri apakah saya layak menjadi Muslim? ”

Dalam dialog, Akhtar selalu menjelaskan mengenai sejarah Islam dan kaitannya dengan akar ajaran Ibrahim dalam Kristen dan Yahudi. Terkait politik, Akhtar menjelaskan Islam bukan agama yang ‘rakus’ dalam isu ini.

Selama tanya jawab, banyak warga yang bertanya mengenai hal yang jarang dibahas di media massa negara itu, yaitu seputar hukum Islam yang digambarkan politikus AS sebagai hukum yang ‘diktator’ atau merendahkan kaum wanita.

Menjawab pertanyaan itu, Akhtar menjelaskan prinsip utama Syariah bagi umat Islam adalah untuk mengikuti hukum negara seperti yang tertulis di negara mereka tinggal dan mengatakan tidak ada perbedaan berarti antara Konstitusi AS dan hukum Syariah. Selama kebebasan beragama diperbolehkan, hukum Syariah dan konstitusi Amerika tidak berbenturan.

Akhtar mencontohkan negara seperti Arab Saudi yang memberlakukan undang-undang unik pada warganya, seperti melarang perempuan mengemudi mobil yang tidak diterapkan di negara Muslim mana pun di seluruh dunia.

“Islam adalah agama global,” katanya. “Kita semua harus membuat perbedaan antara praktek-praktek budaya dan ajaran Islam.”

Beberapa warga, seperti Maureen Nguyen, seorang jemaat di gereja Episkopal St. Paulus di Natick, mengatakan dia bersemangat dengan kegiatan yang diselenggarakan Akhtar dan berharap melihat lebih banyak tentang Islam diajarkan di sekolah-sekolah sehingga orang lebih memahami agama tersebut.(T/R04/R05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.