Soura, Titik Pemuda Kashmir Melawan Balik

Selama lebih dari sepekan, para pemuda , sebuah lingkungan padat penduduk di kota utama yang dikelola India, Srinagar, bergiliran untuk mempertahankan nyala api sepanjang waktu di pintu masuk ke lingkungan mereka.

Masing-masing dari selusin pintu masuk telah diblokir dengan barikade batu bata darurat, lembaran logam bergelombang, lempengan kayu dan batang pohon yang ditebang. Sekelompok pemuda bersenjatakan batu berkumpul di belakang rintangan terbesar.

Tujuan mereka adalah untuk menjaga pasukan keamanan India dan khususnya polisi paramiliter berada di luar daerah tersebut.

“Kami tidak memiliki suara. Kami meledak dari dalam,” kata Ejaz (25), yang seperti banyak warga lainnya di Soura yang diwawancarai awak media, hanya memberikan satu bagian namanya, karena takut ditangkap.

“Jika dunia tidak mau mendengarkan kami juga, lalu apa yang harus kita lakukan? Mengambil senjata?” tanyanya.

Soura yang merupakan rumah bagi sekitar 15.000 orang, menjadi pusat perlawanan terhadap keputusan pemerintah India pada 5 Agustus yang mencabut otonomi khusus yang dimiliki Jammu dan Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas Muslim di negara itu.

Soura secara efektif telah menjadi zona larangan untuk pasukan keamanan India. Lingkungan itu sekarang menjadi barometer kemampuan pemerintah nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi untuk memaksakan kehendaknya di Kashmir setelah langkah dramatisnya.

Perubahan itu, kata pemerintah, diperlukan untuk mengintegrasikan Kashmir sepenuhnya ke India, mengatasi korupsi dan nepotisme, serta mempercepat perkembangannya, yang menurut Modi adalah kunci untuk mengamankan perdamaian abadi dan mengalahkan “terorisme”.

Di Soura, sulit untuk menemukan siapa pun yang mendukung langkah Modi. Sebanyak lebih dari dua lusin warga yang diwawancarai oleh Reuters selama sepekan terakhir, menyebut Modi “zaalim“, sebuah kata bahasa Urdu yang berarti “tiran”.

Perubahan konstitusi akan memungkinkan non-penduduk asli untuk membeli properti di Jammu dan Kashmir serta melamar pekerjaan di pemerintah daerah.

Beberapa Muslim di Kashmir mengatakan, mereka takut populasi warga India akan membanjiri negara bagian yang subur di kaki Himalaya itu. Identitas, budaya, dan agama Kashmir akan terancam terdilusi dan ditekan.

“Kami merasa seperti kami menjaga LoC di sini,” kata Ejaz, merujuk pada Garis Kontrol, perbatasan de facto yang sangat termiliterisasi antara bagian Kashmir yang dikuasai India dan Pakistan.

Selama beberapa dekade, Kashmir telah menjadi sumber gesekan antara India dan Pakistan yang bersenjata nuklir. Kedua negara mengklaim wilayah itu secara penuh dan telah berperang dua kali di wilayah itu sejak 1947.

Warga di Soura mengatakan, lusinan orang terluka dalam bentrokan dengan polisi paramiliter selama sepekan terakhir. Tidak jelas berapa banyak yang telah ditahan.

Seorang juru bicara pemerintah Jammu dan Kashmir menolak menjawab pertanyaan dari Reuters.

Kementerian Dalam Negeri pemerintah India tidak membalas telepon dan email yang meminta komentar.

Konvoi pasukan India di Negara Bagian Kashmir. (Foto: dok. Out Look India)

Titik fokus resistensi

Di Srinagar, pemerintah melarang pertemuan lebih dari empat orang. Sejumlah penghalang jalan dipasang untuk mencegah gerakan, dan dilaporkan pemerintah menahan ribuan orang, termasuk mantan menteri utama negara bagian, tokoh masyarakat, dan aktivis.

Layanan internet dan telepon seluler telah diputus selama lebih dari dua pekan di seluruh kota dan seluruh lembah Kashmir, sehingga menyulitkan penentang keputusan pemerintah untuk mengatur protes.

Sejak Senin, 19 Agustus, layanan telepon darat telah dibuka kembali untuk Kashmir, tetapi tidak bagi Soura, yang terkenal sebagai tempat pusat ibadah Muslim dan sebuah perguruan tinggi kedokteran yang terkenal.

Warga telah menemukan cara lain untuk berorganisasi.

Ketika mereka melihat pasukan keamanan mencoba memasuki daerah itu, warga mengatakan bahwa mereka bergegas ke masjid dan membunyikan alarm dengan menyalakan lagu keagamaan yang menyerukan agar orang-orang “menentang penjajahan ilegal”, atau dengan mengeluarkan peringatan melalui pengeras suara.

Tumpukan batu bata dan batu, siap digunakan untuk melawan pasukan India. Mereka duduk di persimpangan jalan sempit yang membentuk Soura, daerah warga kelas menengah yang sisi baratnya sebagian besar dibatasi oleh danau dan lahan basah berawa.

Di salah satu barikade, kawat berduri terpasang di seberang jalan. Orang-orang muda yang berpatroli di pagar mengatakan, kawat itu mereka curi dari pasukan keamanan India.

Protes terjadi pada 9 Agustus, ketika orang turun ke jalan setelah shalat Jumat, menandai Soura sebagai titik fokus perlawanan terhadap keputusan pemerintah India. Ketika warga dari lingkungan sekitar bergabung dengan demonstrasi, kerumunan membengkak menjadi setidaknya 10.000 orang, menurut sumber polisi setempat.

Lebih dari selusin penduduk mengatakan kepada Reuters bahwa sekitar 150 hingga 200 personel keamanan dengan pakaian anti huru hara berusaha memasuki Soura setelah protes, yang mengakibatkan bentrokan dengan warga yang berlangsung hingga larut malam. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru pelet logam.

Pemerintah India awalnya membantah ada protes, mengatakan tidak ada pertemuan di Soura yang melibatkan lebih dari 20 orang.

Namun diakui kemudian, telah terjadi demonstrasi 1.000 hingga 1.500 orang, setelah BBC dan Al Jazeera menayangkan gerakan protes orang banyak di Srinagar.

Melawan balik

Sejak itu, Soura telah menjadi tempat demonstrasi kecil dan pertempuran berjalan sehari-hari dengan pasukan keamanan, menurut orang-orang yang tinggal di lingkungan itu.

Pasukan keamanan telah melakukan beberapa upaya untuk memasuki Soura, menurut penduduk, dengan tujuan yang jelas untuk menutup area terbuka yang luas di sebelah Masjid Jinab Sahib yang telah menjadi titik berkumpul bagi para pemrotes.

Polisi paramiliter India mengatakan, mereka bertekad untuk mendapatkan kembali kendali atas daerah itu.

“Kami telah berusaha masuk, tetapi ada banyak perlawanan di lingkungan itu,” kata seorang pejabat polisi paramiliter India di Srinagar yang berbicara dengan syarat anonim.

Pejabat senior keamanan lainnya mengatakan kepada Reuters dengan syarat anonim bahwa “beberapa pemuda di daerah itu sangat teradikalisasi” dan itu adalah “sarang militansi”.

Namun warga mengatakan, mereka akan terus menolak masuknya pasukan keamanan.

“Setiap hari mereka mencoba menyerang kami di sini, tetapi kami melawan,” kata Owais, pemuda berusia di awal dua puluhan. “Kami merasa seperti kami terjebak.” (AT/RI-1/P2)

Sumber: Al Jazeera

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.