Bogor, 4 Shafar 1437/16 November 2015 (MINA) – Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Ditjen PHU Ahda Barori mengatakan, banyak pihak yang menginginkan haji dikelola badan, swasta dan sejenisnya atau yang di luar pemerintah.
“Dari tahun ke tahun haji selalu meningkat. Meningkat jumlah pendaftarnya, meningkat layanannya, meningkat jumlah finansialnya dan lainnya. Peningkatan itu menjadi sorotan utama,” kata Ahda saat menjadi narasumber Evaluasi Haji Khusus 2015, beberapa waktu lalu di Bogor, sebagaimana siaran pers resmi Kemenag yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Ahda mengatakan, adanya tumpang tindih antara regulator dan operator menjadi alasan yang mendasari ide untuk merubah regulasi. Ini alasan tidak tepat jika didasari pada aspek itu saja.
“Ada juga alasan lain, karena yang mengelola haji lulusan universitas Islam, tidak cocok mengurus uang puluhan triliun rupiah diserahkan kepada lulusan universitas Islam. Banyak lagi alasan-alasan lain agar badan atau swastanisasi haji dan sejenisnya dapat menjadi pengelola penyelenggaraan haji,” kata Ahda
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan
Menurutnya, pengelolaan keuangan haji sekarang ini jelas, aman dan dijamin oleh pemerintah. Penempatannya pun di instrumen syariah, sukuk dan deposito. Ada jaminan pemerintah atas penempatan dana ini.
“Tentang penyelenggaraannya sendiri, sejak haji dikelola oleh swasta sebelum tahun 1969 menimbulkan permasalahan dan menjadi masa kelam haji dalam sejarah. Memberangkatkan haji bersama dengan hewan ternak dan barang dagangan lainnya, jamaah haji dijual dan dijadikan budak, tidak bisa berangkat dan uangnya pun tak kembali dan masih bayak hal lainnya,” katanya.
“Kok mau merevisi undang-undang haji alasannya hanya regulator dan operator. Isu ini terus bergulir. Haji dikelola pemerintah sejak 1969-an. Pak Harto melihat penyelenggaraan haji kacau ditangan swasta. Sejak itu Pak Harto mengambil alih haji untuk dikelola oleh pemerintah,” kata Ahda menambahkan.
Ahda menceritakan, masa lalu haji dikelola swasta tercatat sejak 1893-an sampai dengan 1969. Puluhan ribu jemaah haji PT Arafat tahun 1969 gagal berangkat, hanya bisa diberangkatkan lebih kurang 15 ribu orang saja. Padahal semua jamaah saat itu sudah melunasi ongkos naik hajinya dan juga sudah mendapatkan kuota.
Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama
“Saat itu di Kantor Kemenag Pusat setiap hari calon jamaah haji datang membawa koper, peci haji. Mereka mutar-mutar dan hilir mudik di sana. Karena tidak bisa diberangkatkan dan uangnya pun tidak dikembalikan,” ujar Ahda. (T/P010/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Industri Farmasi Didorong Daftar Sertifikasi Halal