Al-Quran dan Dzikir sebagai Pengobat Galau

baca quranOleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

 وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ۬ وَرَحۡمَةٌ۬ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ‌ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّـٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارً۬ا

Artinya: “Dan Kami turunkan dengan berangsur-angsur dari Al-Quran Ayat-ayat Suci yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman kepadanya, dan (sebaliknya) Al-Quran tidak menambahkan orang-orang yang zalim (disebabkan keingkaran mereka) melainkan kerugian jua”. (QS Al-Isra [17]: 82).

Al-Quran dapat dikatakan sebagai pengobat hati yang sedang , dilanda rindu, gelisah, dan gundah pikiran.

Ini seperti disebutkan di dalam sebuah kisah pada masa sahabat. Ketika suatu hari, seseorang menemui sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, salah satu sahabat besar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, untuk meminta nasihat.

Katanya, ”Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasihat yang dapat kujadikan sebagai obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini, aku merasa tidak sakinah, tidak tenang, jiwaku resah (galau), dan pikiranku gundah. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.”

Maka, Ibnu Mas’ud menasihatinya, ”Kalau itu penyakit yang menimpamu, bawalah dirimu mengunjungi tiga tempat. Pertama, datanglah ke tempat orang yang sedang membaca Al-Quran. Di sana, engkau ikut membaca Al-Quran atau cukup mendengarkannya dengan baik. Kedua, pergilah ke tempat majelis ta’lim yang mengingatkan hati kepada Allah. Atau Ketiga, carilah tempat yang sepi di malam sunyi. Di sana, engkau menyendiri bersama Allah waktu tengah malam buta untuk shalat tahajud. Lalu, mintalah kepada Allah ketenangan jiwa, ketenteraman pikiran, dan kemurnian hati.”

Nasihat itu seiring dengan petuah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mengajarkan keadaan setiap penghuni rumah tangga Muslim agar menghiasi rumahnya dengan alunan ayat-ayat suci Al-Quran. Sebab, rumah yang di dalamnya tidak dibacakan ayat-ayat Al-Quran akan banyak keburukan perilaku, kegersangan jiwa, dan kesempitan pandangan kehidupan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan di dalam hadits:

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا

Artinya: “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan”. (HR Abu Dawud, Ahmad dan Ath-Thabrani dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘Anhu).

Al-Quran dalam Jiwa

Nasihat yang pertama dari sahabat Ibnu Mas’ud buat mereka yang sedang galau adalah agar mendatangi tempat orang yang sedang membaca Al-Quran. Di sana, ikut membaca Al-Quran atau cukup mendengarkannya dengan baik.

Al-Quran adalah firman Allah, kalam mulia, turun dari Allah Yang Mahasuci, untuk membersihkan hati dari kotoran jiwa dan kemaksiatan hati. Karena itu, bagi orang beriman, lantunan ayat suci Al-Quran adalah hiburan istimewa dan konsumsi utama bagi jiwanya.

Jiwanya akan gersang manakala tidak disiram dengan ayat-ayat suci Al-Quran. Hatinya akan kering tatkala hari ini belum emmbaca Al-Quran. Ia mencanangkan untuk membaca firman-firman Allah hingga mengkhatamkannya minimal sebulan sekali, atau sehari satu juz (one day one juz).

Sekarang ada komunitas yang menyebutnya dengan ODOZ (One Day One Juz), sebuah upaya saling mengingatkan satu sama lain untuk saling bertadarus Al-Quran.

Mereka yang mencintai Al-Quran akan memilihi space waktu-waktu wajib misalnya tiap ba’da Maghrib setengah jam dan tiap ba’da Shubuh setengah jam, ditambah seusai shalat Dzuhur dan Ashar masing-masing 15 menit. Maka, jumlah total mentadarusi Al-Quran dalam sehari sekitar 2,5 jam. Itu sudah cukup untuk satu juz Al-Quran.

Waktu seperti itu masih jauh lebih sedikit dengan waktu bekerja mencari nafkah sekitar delapan jam sehari (mulai jam 08.00 sampai 16.00 WIB), atau waktu tidur sekitar enam jam (dari jam 22.00 sampai 04.00 WIB). Mungkin juga masih kalah jika dibandingkan dengan menit ke menit untuk membuka, membaca, menulis dan saling berkirim pesan di jejaring sosial (WA, FB TWIT, LINE, dan sebagainya).

Katakanlah misalnya ber-WA, pagi bangun tidur 10 menit, mau kerja/aktivitas 10 menit, sambil jalan 10 menit, di warung/kafe 10 menit, sambil nunggu kawan 10 menit, waktu bahkan sambil ngobrol pun masih bermain WA 10 menit. Di atas kendaraan sepanjang jalan 30 menit, sambil mendengarkan seminar/meeting atau bahkan saat ceramah/khutbah masih sempat 30 menit. Total 120 menit setara dengan dua jam. Itu sudah cukup untuk membaca 1 juz Al-Quran. Astaghfirullaahal ‘Adzim.

Bagaimana hati tidak galau, pikiran tak resah, jiwa merana, hidup goyah, kalau tanpa asupan jiwa berupa ayat-ayat indah Al-Quran. Malah mengisinya dengan lagu-lagu cinta, syair-syair galau, yang menbuat semakin galau. Lalu, hati manalagi ada iman jika lebih menolak ayat-ayat Al-Quran malah lebih senang lagu-lagu itu.

Ini bukan soal mengharamkannya, sebab secara naluri telinga dan hati tetap saja menikmatinya. Namun, kalau sudah melebihi bacaan Al-Quran, pantaslah kalau hati itu semakin keras.

Itulah hati, sumber kebahagiaan, yang jika kita mampu membersihkannya, akan bahagialah hidup. Namun sebaliknya merupakan sumber bencana jika menodainya. Aktivitas badan sangat tergantung lurus bengkoknya hati.

Sahabat Abu Hurairah Radhiallaahu ‘Anhu berkata, “Hati adalah raja, sedangkan anggota badan adalah tentaranya. Jika raja itu bagus, maka akan bagus pula tentaranya. Jika raja itu buruk, maka akan buruk pula tentaranya.

Kerasnya Hati

Para ulama menyimpulkan kerasnya hati memiliki tanda-tanda yang bisa dikenali, di antara yang terpenting sebagai berikut :

a) Jika malas melakukan ibadah dan amal kebaikan

Di dalam ayat diingatkan:

وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡہُمۡ نَفَقَـٰتُهُمۡ إِلَّآ أَنَّهُمۡ ڪَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا يَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ ڪُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَـٰرِهُونَ

Artinya: ” Dan tidak ada yang menghalangi mereka, untuk diterima derma-derma mereka melainkan kerana mereka kufur kepada Allah dan RasulNya dan (kerana) mereka tidak mengerjakan sembahyang melainkan dengan keadaan malas dan mereka pula tidak mendermakan hartanya melainkan dengan perasaan benci.” (QS At-Taubah [9]: 54).

b) Jika enggan dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an

Padahal ciri orang beriman adalah manakala dibacakan atau membaca ayat-ayat Al-Quran semakin bertambahlah imannya, seperti Allah nyatakan:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُہُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ زَادَتۡہُمۡ إِيمَـٰنً۬ا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah (dan sifat-sifatNya) gementarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menjadikan mereka bertambah iman dan kepada Tuhan mereka jualah mereka berserah”. (QS Al-Anfal [8]: 2).

c) Jika terlalu berlebihan mengejar dunia dan menomorduakan akhirat

Segala keinginannya tertumpu untuk urusan dunia semata. Segala sesuatu ditimbang dari sisi dunia dan materi. Cinta, benci dan hubungan dengan sesama manusia hanya untuk urusan dunia saja. Ujungnya, jadilah dia seorang yang dengki, egois dan individualis, bakhil dan tamak terhadap dunia.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat mengkhawatirkan virus ini yang akan menjanbgkiti umatnya, yaitu “Al-Wahn”, cinta berlebihan terhadap dunia dan takut menghadapi kematian.

d) Jika kurang berdzikir mengagungkan Allah

Sehingga hilang rasa cemburu dalam hati, kekuatan iman melemah, tidak marah ketika larangan Allah diterjang, serta tidak mengingkari kemungkaran. Tidak mengenal yang ma’ruf serta tidak peduli terhadap segala kemaksiatan dan dosa. Bahkan hatinya terus-menerus ingin mengikuti jalan kemaksiatan. Ingin berbincang lama-lama, tertawa lama-lama, berdua berlama-lama dengan yang bukan mahram-nya.

Dia telah lupa berdzikir kepada Allah, lupa kepada Allah, lupa bahwa Allah melihatnya, bahwa Allah melalui para malaikat-Nya mencatatnya, lupa bahwa itu semua akan dimintai pertanggungjawabannya. Melalui kesaksian kedipan matanya, desah suaranya, genderang telinganya, usap tangannya, dan ayunan kakinya. Astaghfirullaah…

Padahal berdzikir sungguh menenangkan jiwa, seperti Allah sebutkan di dalam ayat:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِ‌ۗ أَلَا بِذِڪۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَٮِٕنُّ ٱلۡقُلُوبُ

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan tenang hati mereka dengan “dzikrullah”. Ketahuilah dengan “dzikrullah” itu, tenang tenteramlah hati manusia”. (QS Ar-Ra’d [13]: 28).

Maka, setiap selesai shalat fardhu, hati mukmin itu akan mencintai untuk beristighfar atas segala khilaf dan dosa, membaca shalawat untuk baginda Nabinya, bertasbih 33 x (Subhaanallaah) mensucikan Rabbnya, bertahmid 33 x (Alhamdulillah) atas segala karunia-Nya, bartakbir 33 x (Allaahu akbar) atas segala kebesaran-Nya. Lalu bertahlil (laa ilaaha illallaah) serta berdoa memohon pertolongan, keridhaan, kekuatan dan segalanya dari Yang Maha Segalanya.

Semoga Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mencintai ayat-ayat suci-Nya dan menjadi manusia yang mampu berdzikir sepanjang waktu, agar menyirami jiwa-jiwa kita yang sedang galau, resah, gersang dan memerlukan pertolongan. Aamiin. (P4/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)