AMERIKA PENYEBAR WABAH PENYAKIT DAN VIRUS

Amerika

AmerikaOleh Ika Restia*

Pernah melihat pesawat yang terbang tinggi di langit, kemudian mengeluarkan jejak asap putih panjang dibelakangnya?

Cara Serikat (AS) mengurangi penduduk dunia, yaitu salah satunya adalah pesawat yang menyemprotkan zat kimia beracun berupa jejak “chemtrails” di angkasa. Asap berupa awan panjang berwarna putih itu bernama Contrail (Condensation Trail atau jejak kondensasi), yang terjadi akibat adanya kondensasi udara. Secara singkat dan dalam pengertian awam, Contrail adalah efek alami dari kondensasi udara dingin yang secara tiba-tiba menjadi hangat akibat pembakaran mesin lalu mengandung uap air dan terbentuklah gumpalan awan yang muncul dari sisa pembakaran mesin pesawat. Jejak kondensasi dapat terlihat dalam waktu beberapa detik atau menit, atau bahkan berjam-jam, bergantung pada kondisi atmosfer.

Yang tidak alami dan tak lazim adalah Chemtrail, namun apakah chemtrail itu ? Chemtrail (Chemical Trail atau jejak kimiawi) adalah bahan kimia atau biologis yang sengaja disebar pada ketinggian tertentu oleh pemerintah Amerika dengan tujuan yang masih misterius. Awan yang terbentuk dari chemtrail ini biasa disebut chemcloud. Keberadaan chemtrail dibantah oleh pemerintah dan ilmuwan di seluruh dunia. Bahkan Angkatan Udara AS menyatakan bahwa teori ini adalah hoax atau berita bohong. Walau dibilang oleh pemerintah tidak berbahaya, chemtrail mengakibatkan banyak orang mengalami gangguan kesehatan. Bila asap dari pesawat chemtrail berubah menjadi awan, gangguan kesehatan akan terus berlanjut sampai awan tersebut hilang. Kandungan material dari chemtrail ternyata tidak hanya membuat gangguan kesehatan pada manusia, tapi juga membuat tanaman atau binatang terganggu kesehatannya juga.

Saat material dari chemtrail turun ke tanah, materialnya akan meresap ke dalam tanah dan juga meracuni air. Tanah akan berkurang kesuburannya dan air akan menjadi lebih berbahaya untuk dikonsumsi. Di Amerika kandungan aluminium dan barium di tanah dan air di konfirmasi meningkat tajam pada akhir–akhir ini hingga mencapai level yang tidak layak untuk dipergunakan.

Chemtrail dipercaya mempunyai kandungan bahan sebagai berikut; oksida aluminium, merkuri, material radio aktif, barium, fiber, microchip, atau bakteri penyakit.

Jejak Chemtrail di Langit Jakarta

Jejak-jejak kimia (chemical trails/chemtrails) yang disemprotkan pesawat asing itu berisi aerosol bermuatan virus maut. Chemtrails disemprotkan di atas langit Jakarta untuk “mempersiapkan” warga Jakarta dan sekitarnya “menerima” virus flu burung (H5N1) yang telah dimodifikasi. Adanya penyemprotan chemtrails (jejak-jejak kimia) juga ada di langit Jakarta sejak tahun 2009 dan melalui pesawat tangker jet milik USAF mengarah pada sejumlah bukti awal. Beberapa hari setelah penyemprotan chemtrail terakhir (Agustus sampai September 2010), jumlah pasien dengan keluhan infeksi pernafasan di Jakarta melonjak naik hingga 400 persen.

Pada Maret 2009, operasi intelijen di langit Jakarta dengan menggunakan sebaran chemtrails juga pernah terjadi. Saat itu, chemtrails disemprotkan di atas langit Jakarta juga melalui pesawat USAF adalah untuk “mempersiapkan” warga Jakarta dan sekitarnya “menerima” virus flu burung (H5N1) yang telah dimodifikasi.

Namun karena aliran angin pada saat itu adalah angin timur yang menuju ke arah barat laut, angin diatas Jakarta tersapu hingga ke arah Singapura. Kemudian tak berapa lama ditemukan kasus dan korban (victim) dari kasus flu burung (H5N1) di Singapura.

Penyemprotan chemtrails melalui pesawat, selama ini dianggap sebagai upaya menurunkan daya tahan tubuh manusia, atau bahkan menyebarkan penyakit-penyakit berbahaya. Chemtrails bisa ditumpangi virus-virus atau zat-zat berbahaya. Misalnya, bromium yang dicampur dengan virus influenza.

Demikian pengamatan, mantan anggota angkatan udara Amerika AU AS (USAF) dan juga aktifis anti-chemtrail yang sangat prihatin atas fonomena chemtrail. Jerry D Gray, menyikapi kurang awasnya pemerintah dan masyarakat Indonesia melihat penggunaan senjata biologi yang mengancam kedaulatan Indonesia.

“Pihak asing yang ingin ‘menguasai’ negara ini tidak perlu melakukan perang yang mahal. Tetapi, cukup dengan melemahkan kesehatan penduduknya melalui zat-zat kimia”, terang Jerry.

“Kontrol populasi”, itulah sepertinya yang hendak dituju. Langkah ini merupakan bagian dari operasi intelijen depopulasi yang dijalankan oleh kelompok New World Order dengan mengadopsi skenario kaum Pagan.

Pada tahun 2005-2009 lalu, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (59) membuat gerah World Health Organization (WHO) dan Pemerintah AS. Fadilah berhasil menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1). Setelah virus itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusahaan dari negara maju memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga sangat mahal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Fadilah menuangkannya dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung.

Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakukan negara adikuasa dengan cara mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung.

“Saya mengira mereka mencari keuntungan dari penyebaran flu burung dengan menjual vaksin ke negara kita,” ujar Fadilah kepada Persda Network di Jakarta.

Situs berita Australia, The Age, mengutip buku Fadilah dengan mengatakan, Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata biologi dari penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan memproduksi senjata biologi.

Pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku setebal 182 halaman itu. Mengubah Kebijakan apapun komentar pemerintah AS dan WHO, Fadilah sudah membikin sejarah dunia. Gara-gara protesnya terhadap perlakuan diskriminatif soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah kebijakan fundamentalnya yang sudah dipakai selama 50 tahun. Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi di Indonesia pada 2005. Majalah The Economist London menempatkan Fadilah sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak flu burung.

“Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yaitu transparansi,” tulis dalam majalah The Economist.(Diolah dari berbagai sumber). (T/P014/R2).

*Wartawan Kantor Berita Mi’raj News Agency (MINA)

(Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0