Asosiasi Perempuan Palestina di Eropa Serukan Pembebasan Tahanan

Kopenhagen, MINA – Asosiasi Perempuan Palestina di Eropa menyerukan pembebasan para Palestina di penjara-penjara pendudukan Israel.

Seruan disampaikan pada forum seminar virtual berjudul “Kita Bersama Para Tahanan Perempuan sampai Kebebasannya”, berpusat di Kopenhagen, Denmark. Quds Press melaporkan, Selasa (11/1).

Seminar dibuka dengan lagu kebangsaan Palestina, dilanjutkan dengan pengenalan oleh tokoh media Palestina, Fatima Al-Qadi, tentang realitas tahanan perempuan Palestina di penjara pendudukan.

Ia menyebutkan, ada 34 tahanan perempuan Palestina di penjara pendudukan yang hidup dalam kondisi kritis dan menjadi sasaran perlakuan brutal.

Ketua Asosiasi Perempuan Palestina di Eropa, Iman Abu Shuwayma, mengatakan simposium menyoroti lebih dari satu masalah untuk mengidentifikasi secara dekat penderitaan tahanan perempuan Palestina, termasuk praktik pendudukan dari semua jenis penyiksaan fisik dan psikologis terhadap mereka.

“Pada seminar ini kami laporkan kondisi dari lapangan yang kami lakukan setelah serangan pihak administrasi penjara pendudukan terhadap tahanan perempuan, dan melalui itu kami ingin mendorong tindakan untuk membantu dan mendukung tahanan,” ujarnya.

Abu Shuwayma menekankan, apa yang diperlukan di tingkat resmi dan masyarakat umum adalah “dukungan material dan moral bagi para tahanan dan keluarga mereka, menyebarkan penderitaan mereka di media sosial, tindakan politik dan populer untuk mendukung mereka, dan tekanan pada pendudukan untuk membebaskan mereka.”

“Berkas para tahanan hampir menjadi agenda paling penting dalam agenda lembaga-lembaga Eropa, dan diharapkan ada inisiatif segera untuk mendukung tahanan perempuan, secara material maupun moral,” lanjutnya.

Pada bagian lain, pengacara Khaled Al-Shouli mengatakan bahwa para tahanan perempuan adalah warga sipil yang ditangkap dari rumah mereka, dan oleh karena itu pendudukan harus tunduk pada Konvensi Jenewa Keempat.

“Pendudukan Israel berkewajiban mematuhi prinsip-prinsip dan perjanjian yang disebut aturan humaniter internasional dan hukum publik, bukan menurut kehendak pendudukan,” ujarnya.

Al-Shouli menekankan, pendudukan Israel telah melakukan kejahatan perang yang dijelaskan dalam Statuta Roma, atau dalam protokol yang melengkapi empat Konvensi Jenewa.

“Dunia internasional mestinya dapat menggunakan tekanan untuk menghentikan pelanggaran pendudukan terhadap tahanan perempuan tersebut. Terutama bagi negara-negara Eropa, di mana ada banyak cara untuk menekan, di samping kehadiran banyak lembaga hak asasi manusia Eropa yang membawa keprihatinan tahanan perempuan,” lanjutnya.

Ketua Asosiasi Perempuan Palestina di Luar Negeri, Nisreen Odeh, mengatakan, “Keluarga adalah sasaran yang digunakan pendudukan untuk menaklukkan para pejuang dari waktu ke waktu. Namun kami melihat masalah perempuan yang lebih memilih ditahan, kami merasa bangga dengan mereka. Ini merupakan bagian dari gerakan revolusi Palestina.”

Dia menambahkan, tahanan perempuan bersedia melakukan itu karena hasil didikan dan tempaan di lapangan.

“Itu akan terus dilakukan yang berakhir dengan berakhirnya pendudukan dan penangkapan,” imbuhnya.

Menurutnya, agenda seperti ini berusaha untuk menciptakan tekanan publik melalui kampanye untuk bersimpati dengan para tahanan.

Ikut menyampaikan pengalamannya, Suzan Al-Awiwi, tahanan perempuan Palestina yang sudah dibebaskan, dan penulis Palestina Lama Khater. (T/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.