Belasan NGO Desak Pemerintah Myanmar Hentikan Kekerasan Anti-Muslim

Rakhine, 30 Ramadhan 1437/5 Juli 2016 (MINA) – Sembilan belas organisasi non-pemerintah menandatangani pernyataan bersama menyerukan pemerintah Myanmar untuk mengambil langkah menghentikan aksi kekerasan anti-Muslim.

“Pemerintah Myanmar harus melakukan tindakan untuk menghentikan kekerasan, memerangi kebencian, hasutan,” kata pernyataan itu. Demikian diberitakan Asiancorrespondent dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Selasa 5/7.

Pernyataan yang mendesak pemerintah Myanmar untuk memulai penyidikan rinci atas serangan bermotif agama yang terjadi sejak 2012, ditandatangani oleh berbagai kelompok dari Yangon, Negara bagian Kachin dan Mandalay.

Pernyataan itu datang setelah kekerasan yang terus terjadi selama dua minggu terakhir di Myanmar dipicu tindakan yang semena-mena dari mayoritas Budha yang terus menyerang .

Pada 1 Juli lalu, massa yang berjumlah sekitar 100 orang mengacak masjid di negara Hpakant, Kachin yang kemudian membakar masjid hingga rata dengan tanah.

Menurut media setempat, pasukan keamanan telah gagal melakukan tugasnya untuk melindungi warga sipil.

“Pemerintah Myanmar harus membuat peraturan yang jelas kekerasan dan anti-Muslim tidak bisa ditoleransi. Pihak berwewenang memiliki tanggung jawab sepenuhnya untuk menyelidiki serangan ini dan mengadili mereka yang terlibat, kata Ketua Parlemen untuk HAM ASEAN (APHR).

Matinya Keadilan

Peristiwa terjadi kedua kalinya di mana massa menyerang masjid dan Muslim di Myanmar dalam waktu dua minggu.

Pada 23 Juni, massa menargetkan masjid di Waw Township, di Negara Bago hanya karena sebuah postingan di Facebook yang menuai sengketa.

Muslim di wilayah tersebut melarikan diri ke kantor polisi berharap mendapat pertolongan dan tempat berlindung dari kekerasan massa. Hingga kini belum ada pihak yang bertanggung jawab dan tidak ada tindakan dari pihak kepolisian.

“Pemerintah harus membuat upaya bersama untuk melindungi kebebasan beragama dan mencegah tindakan kekerasan di masa mendatang,” kata Direktur Utama Fortify Rights, Matthew Smith.

Dia menegaskan bahwa menjadi tugas semua orang di Myanmar untuk melindungi kebebasan beragama, menjalanakan agama mereka dengan bebas dari rasa takut.

diskriminasi terhadap Rohingya merajalela di Myanmar, karena oemerintah menolak kewarganegaraan kelompo dan hak asasi manusia. Hal ini juga menolak untuk mengakui istilah Rohingya.

Pasal 18 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia melindungi hak kebebasan beragama. Dengan demikian, negara bertanggung jawab untuk menjamin hak-hak kelompok minoritas di bawah hukum internasional.

“Kewajiban HAM Myanmar membutuhkan otoritas melindungi kelompok agama yang terancam,” kata ketua program Hak Sipil Pembela Myanmar, Shaivalini Parmar.(T/P004/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.