Berlomba Dalam Kebaikan, Apa Saja yang Harus Diperhatikan? (Oleh Widi Kusnadi)

Oleh: Widi Kusnadi, Redaktur MINA

Berlomba- dalam merupakan sebuah keharusan bagi siapa saja yang ingin menjadi pribadi/generasi unggul. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dalam firmannya di beberapa ayat dalam Al-Quran (Al-Baqarah [2]: 148 dan Faatir [35]: 32).

Adapaun manfaatnya di dunia sudah tentu bisa dirasakan baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebuah bangsa yang maju, pasti rakyatnya gemar berlomba dalam kebajikan, sebaliknya sebuah bangsa akan tertinggal dari bangsa lain, bahkan akan hancur jika ratyatnya enggan dalam melakukan itu.

Sebelum kita membahas perlombaan, terlebih dahulu kita perlu ketahui perbedaan antara perlombaan dan pertandingan. Menurut istilah, pertandingan adalah dua individu/kelompok/grup yang saling berhadapan untuk menunjukkan siapa diantara mereka berdua yang menang, kalah atau berakhir seri. Sedangkan perlombaan bisa diikuti lebih dari dua personal/grup. Dalam perlombaan, masing-masing peserta tidak saling mengalahkan, tetapi siapa diantara mereka yang paling unggul. Dalam hal ini, kata yang cocok untuk sebuah amal shaleh adalah perlombaan, bukan pertandingan.

Berlomba dalam kebaikan bagi seorang mukmin tentu tujuan utamanya adalah mendapatkan pahala di sisi Allah, mendapatkan ridha dan pertolongan-Nya, serta menjadi manfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan agama dan bangsanya. Berlomba dalam kebaikan juga memiliki makna agar seorang mukmin memiliki amalan unggulan sebagai bekal menghadap Allah di akhirat kelak.

Adapun di dalam perlombaan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat tercapai tujuan hakiki. Bukan hanya menjadi pemenang atau tujuan yang tercapai, akan tetapi menjadi prestasi yang memberi manfaat bagi semua dan kita beserta anak cucu nanti akan bangga dengan torehan prestasi itu. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui:

  1. Semangat untuk menjadi juara

Dalam sebuah perlombaan, para peserta harus memiliki semangat untuk dapat menjadi juara. Jika peserta saling mengalah, atau tidak memiliki semangat untuk menjadi juara, itu namanya bukan perlombaan, tetapi perundingan.

Dalam beramal shaleh, tentu semangat harus senantiasa dipelihara agar tidak hanya pada permulaannya saja, akan tetapi juga hingga amal itu paripurna. Konsistensi (istiqomah) dalam beramal tetap harus dijaga agar amal shaleh yang kita lakukan semakin hari semakin bertambah, baik dari sisi kualitas, maupun kuantitasnya.

  1. Ilmu Pengetahuan dan Keahlian

Antara ilmu dan amal memang menjadi sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Beramal tanpa ilmu akan menjadikan amal itu tidak bernilai (tertolak) karena tidak memenuhi kriteria dan kualifikasi, bahkan bisa jadi merusak orang yang beramal itu sendiri. Ilmu pengetahuan bisa didapat dari lembaga pendidikan, majelis taklim, membaca buku dan literatur dan lainnya.

Sedangkan keahlian bisa didapat dari praktek sebuah amal yang dilakukan dengan terus-menerus dengan melakukan evaluasi atas kesalahan yang diperbuat. Dengan evaluasi dan perubahan yang lebih baik akan menjadikan seseorang memiliki keahlian maksimal dalam beramal shaleh.

Contohnya, dalam membangun sebuah infrastruktur, mengajar, pelayanan jasa dan lainnya, itu semua merupakan sebuah amal shaleh yang memerlukan pengetahuan dan keahlian.

  1. Ada aturan yang harus ditaati

Ternyata modal semangat dan ilmu saja tidaklah cukup. Seperti halnya perlombaan, adanya aturan-aturan perlu kita ketahui agar jangan sampai amal kita hangus, batal dan tidak bernilai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berdasarkan pengamatan penulis, ada dua jenis peraturan yang perlu kita ketahui, yaitu peraturan yang tertulis dan yang tidak tertulis.

Dalam konteks amal shaleh, peraturan tertulis itu berupa hal-hal yang sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya dalam kitab Al-Quran dan Al-Hadist serta Undang-undang yang berlaku dalam masyarakat/bangsa. Rambu-rambu dari Allah yang dicontohkan dalam Sunnah Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa salam hendaknya menjadi rujukan utama dalam beramal. Adapun aturan-aturan lain juga hendaknya tetap mengaju pada Al-Quran dan Hadist karena memang keduanya merupakan sumber hukum utama.

Adapun aturan yang tidak tertulis adalah berupa norma dan etika di masyarakat yang itu menjadi tolok ukur bagi baik dan buruknya sebuah amal. Etika itu sudah barang tentu yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), etika adalah ilmu yang mempelajari baik dan buruk, hak dan kewajiban moral. Selain itu Etika adalah kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak. Etika juga diartikan sebagai nilai mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat.

Sederhananya, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya seseorang bergaul dan hidup bermasyarakat.

Etika memberi panduan kepada kita tentang bagaimana menjalani hidupnya melalui serangkaian amal yang kita lakukan.  Etika akan membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani aktifitas amal shaleh yang ia lakukan.

Etika juga membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dan tidak perlu untuk dilakukan. Mana yang baik serta mana yang buruk. Dengan begitu, etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek amal shaleh yang kita lakukan.

Contoh sederhananya, misalkan kita akan mengadakan suatu program acara di sebuah tempat, maka kita harus mohon izin kepada yang punya tempat, atau yang bertanggung jawab atas tempat itu. Jika diperkenankan, maka kita bisa melaksanakannya, namun jika tidak, tentu kita tidak bisa memaksa agar program acara yang kita buat harus terselenggara di tempat itu.

Hal lainnya menyangkut etika adalah jangan sampai ada pihak yang merasa terganggu, dan dirugikan dengan program yang kita buat.

Tentu, komunikasi yang baik dan efektif sangat diperlukan agar program kita bisa dipahami dengan benar sehingga tidak terjadi salah paham di antara kelompok masyarakat.

  1. Tertib berada dalam komando pimpinan/jamaah

Satu hal yang tidak kalah penting dalam melakukan amal kebaikan adalah ketertiban dalam komando pimpinan/jamaahnya. Ketertiban akan menimbulkan keteraturan dan program dapat berjalan maksimal dengan dukungan makmum/masyarakat dan lembaga/jamaah. Namun sebaliknya, jika amal shaleh tidak dilakukan dengan tertib, maka akan timbul persaingan yang tidak sehat yang pada akhirnya berakibat tidak maksimalnya program yang dibuat.

Dalam konteks amal jama’i (melibatkan lembaga/orang banyak), ketertiban menjadi syarat utama sesuai dengan firman Allah untuk senantiasa dalam jamaah (As-Shaf [61]:4 dan Ali Imran [3]: 104). Nabi Muhammad pun mencntohkan, dalam setiap jihad salalu dalam komando beliau sebagai satu kesatuan. Jika beliau berhalangan memimpin, maka diamanahkan kepada seseorang yang beliau percaya.

Di sinilah peran sentral seorang pemimpin dalam mengomando umat dalam beramal shaleh sehingga pelaksanaannya bisa berjalan maksimal dan hasilnya pun akan maksimal.

Semoga Allah Subhanahu wa taala memudahkan langkah kita dalam berlomba-lomba beramal shaleh, melakukan kebajikan dan amal-amal kita mendapat nilai yang mulia di sisi-Nya.

(A/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments are closed.