Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DUPLIKAT RASULULLAH YANG BERSAYAP DUA DI SURGA

Admin - Selasa, 29 Oktober 2013 - 14:42 WIB

Selasa, 29 Oktober 2013 - 14:42 WIB

1188 Views ㅤ

Ja’far bin Abi Thaliblah radhiyallahu ‘anhu adalah sepupu sekaligus sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang banyak memiliki keistimewaan yang agung dan mengakhiri hidupnya dengan kepastian sebagai calon penghuni surga.

Bisa disebut bahwa Ja’far adalah duplikat Rasulullah dari kalangan sahabat. Dia sangat mirip dengan Rasulullah,  baik wujud tubuh, tingkah laku atau budi pekertinya.

Beberapa gelar melekat bagi dirinya, di antaranya “Bapak Si Miskin”, “Si Bersayap Dua di Surga” atau “Si Burung Surga”.

Ja’far merupakan salah seorang pelopor ternama Islam, beliau dan istrinya (Amma binti Umais) termasuk dalam golongan orang-orang yang pertama masuk Islam.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Sewaktu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memilih sahabat-sahabatnya yang akan hijrah ke Habsyi (Ethiopia), maka tanpa berpikir panjang, Ja’far bersama istrinya tampil mengemukakan diri hingga tinggal disana selama beberapa tahun. Disana mereka dikaruniai Allah tiga orang anak yaitu: Muhammad, Abdullah, dan ‘Auf.

Selama di Ethiopia, maka Ja’far bin Abi Thalib-lah yang tampil menjadi juru bicara yang lancar dan sopan. Allah mengaruniakan kepadanya hati yang tenang, akal pikiran yang cerdas, jiwa yang mampu membaca situasi serta lidah yang fasih.

Hal itu terbukti ketika berdialog dengan Negus, Raja Ethiopia, pada saat kaum muslimin hijrah kesana.

Kaum Quraisy tidak senang dan merasa cemas ketika kaum muslimin hijrah ke Ethiopia, khawatir jika kaum muslimin di tempatnya yang baru, menjadi bertambah kuat dan jumlahnya semakin banyak. Karena itulah para pemimin Quraisy mengirimkan dua utusannya yaitu Abdullah bin Rabi’ah dan Amar bin Ash (keduanya waktu itu belum masuk Islam) untuk menyampaikan harapan Quraisy agar Raja Negus mengusir kaum muslimin yang hijrah dan menyerahkannya kepada mereka.

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Raja Negus merupakan seorang raja yang imannya kuat. Dalam lubuk hatinya, ia menganut agama Nasrani secara murni dan padu, jauh dari penyelewengan dan fanatik buta serta tidak menutup diri.

Nama baik Raja Negus dan kisah perjalanan hidupnya yang adil tersebar kemana-mana. Karena itulah Rasulullah memilih negerinya menjadi tempat hijrah bagi sahabat-sahabatnya, dan karena itu pula kaum kafir Quraisy khawatir jika tipu muslihatnya menjadi gagal sehingga utusannya dibekali sejumlah hadiah yang berharga untuk pembesar-pembesar dan pejabat gereja disana dengan tujuan agar para pendeta itu berpihak kepada mereka. Kedua utusan itu terus-menerus membangkitkan dendam kebencian di antara para pendeta terhadap kaum muslimin.

Pada saat Raja Negus dihadapkan dengan utusan Quraisy dan kaum muhajirin Islam, utusan Quraisy kembali mengulangi tuduhan terhadap kaum muslimin bahwa kaum muslimin itu adalah orang-orang bodoh dan tolol yang meninggalkan agama nenek moyang mereka tetapi tidak pula hendak memasuki agama Nasrani, bahkan datang dengan agama baru yang mereka ada-adakan.

Dengan bijak Raja Negus pun bertanya kepada kaum muslimin, agama apakah yang menyebabkan mereka meninggalkan bangsanya tetapi juga tidak memandang perlu pula terhadap agama Nasrani.

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

Sebagai juru bicara yang telah dipercaya, Ja’far dengan pandangan ramah penuh kecintaan kepada baginda raja, berkata:

“Wahai paduka yang mulia! Dahulu kami memang orang-orang jahil dan bodoh, kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan pekerjaan-pekerjaan keji, memutuskan silaturahmi, menyakiti tetangga dan orang yang berhampiran. Yang kuat waktu itu memakan yang lemah. Hingga datanglah masanya Allah mengirimkan Rasul-Nya kepada kami dari kalangan kami. Kami kenal asal-usulnya kejujurannya, ketulusan dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan mengabdikan diri pada-Nya, dan agar membuang jauh-jauh apa yang pernah kami sembah bersama bapak-bapak kami dulu, berupa batu-batu dan berhala. Beliau menyuruh kami bicara benar, menunaikan amanah, menghubungkan silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga dan menahan diri dari menumpahkan darah yang dilarang Allah.

Dilarangnya kami berbuat keji dan zina, mengeluarkan ucapan bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berbuat jahat terhadap wanita yang baik-baik. Lalu kami benarkan ia dan kami beriman kepadanya, dan kami ikuti dengan ta’at apa yang disampaikannya dari Tuhannya. Lalu kami beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak kami persekutukan sedikitpun juga, dan kami halalkan apa yang dihalalkan-Nya untuk kami. Karenanya kaum kami memusuhi kami dan menggoda kami dari agama kami, agar kami kembali menyembah berhala lagi, dan kepada perbuatan-perbuatan jahat yang pernah kami lakukan dulu. Maka sewaktu mereka memaksa dan menganiaya kami, dan menindas hidup kami dari agama kami, kami keluar hijrah ke negeri Paduka, dengan harapan akan mendapatkan perlindungan Paduka dan terhindar dari perbuatan mereka.”

Ja’far mengucapkan kata-kata yang mempesona itu laksana cahaya fajar sehingga membangkitkan perasaan dan keharuan pada jiwa Negus. Ketika Negus menanyakan wahyu yang dibawa dari Rasulullah, Ja’far langsung membacakan bagian dari surat Maryam. Mendengarnya, Negus langsung menangis, begitu pula dengan para pendeta dan pembesar lainnya. Selanjutnya Negus mengatakan kepada kaum Quraisy bahwa sesungguhnya yang dibaca tadi dan yang dibawa oleh Isa ‘Alaihissalam sama memancar dari satu pelita, karena itu utusan Quraisy dipersilahkan pergi dan beliau tidak akan menyerahkan kaum muslimin kepada mereka.

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Tetapi keesokan harinya kedua utusan itu kembali menghadap Raja Negus hendak memojokkan kaum muslimin telah mengucapkan suatu ucapan keji yang merendahkan kedudukan Isa sehingga hal itu cukup menggoncangkan Negus dan para pengikutnya. Negus pun memanggil kaum muslimin kembali untuk menanyai bagaimana sebenarnya pandangan Agama Islam tentang Isa al-Masih.

Ja’far pun bangkit sekali lagi dan berujar, ”Kami akan mengatakan tentang Isa ‘Alaihissalam,  sesuai dengan keterangan yang dibawa Nabi kami Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  bahwa ia adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya serta kalimah-Nya yang ditiupkan-Nya kepada Maryam dan ruh daripada-Nya…”

Negus bertepuk tangan tanda setuju seraya mengumumkan bahwa memang begitulah yang dikatakan al-Masih tentang dirinya. Akhirnya Negus mempersilahkan kaum muslimin itu untuk tinggal bebas di negerinya dan akan melindungi mereka serta mengusir para utusan Quraisy dengan mengembalikan hadiah-hadiahnya.

Di kala Rasulullah bersama kaum muslimin sedang bersukacita dengan kemenangan atas jatuhnya Khaibar, tiba-tiba muncullah Ja’far bin Abi Thalib kembali pulang dari Ethiopia bersama sisa muhajirin lainnya yang baru kembali dari sana.

Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel

Betapa sukacitanya Nabi karena kedatangan mereka, dipeluknya Ja’far sambil berkata, “Aku tak tahu  mana yang lebih menggembirakanku, apakah dibebaskannya khaibar atau kembalinya Ja’far!”

Sekembalinya ke Madinah, jiwa Ja’far bergelora dan dipenuhi keharuan karena mendengar berita dan cerita tentang sahabat-sahabatnya kaum muslimin, baik yang gugur sebagai syuhada, maupun yang masih hidup selaku pahlawan-pahlawan yang berjasa dari perang Badar, perang Uhud, Khandak dan yang lainnya. Beliau pun merindukan kesempatan dan peluang untuk berjuang pula sebagai syahid di jalan Allah.

Ketika perang Mu’tah, Ja’far memandang peperangan ini sebagai peluang yang sangat baik dan satu-satunya kesempatan seumur hidup untuk merebut salah satu di antara dua kemungkinan, yaitu membuktikan kejayaan besar bagi agama Allah dalam hidupnya atau ia akan beruntung menemui syahid di jalan Allah.

Ja’far termasuk di antara tiga serangkai yang diangkat Rasulullah menjadi panglima pasukan di perang Mu’tah ini.

Baca Juga: Jenderal Ahmad Yani, Ikon Perlawanan Terhadap Komunisme

Tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang beserta persenjataan yang tak tertandingi tidak membuat Ja’far menjadi gentar, tetapi justru membangkitkan semangat juang yang tinggi pada dirinya, karena sadar akan kemuliaan seorang mu’min yang sejati, dan sebagai pahlawan yang ulung kemampuan juangnya haruslah berlipat ganda dari musuh.

Sewaktu panji-panji pasukan hampir terlepas dari tangan Zaid bin Haritsah, dengan cepatnya disambar oleh Ja’far dan ia terus menyerbu ke tengah-tengah barisan musuh dan mengayunkan pedangnya ke segala jurusan mengenai musuhnya.

Tentara Romawi terus mengepungnya dan mereka menebas tangan kanannya hingga putus, tetapi sebelum panji jatuh ke tanah, cepat disambarnya dengan tangan kirinya. Lalu mereka tebas pula tangan kirinya, tetapi Ja’far mengepit panji itu dengan kedua pangkal lengannya ke dada. Ia bertekad akan memikul tanggung jawab untuk tidak membiarkan panji Rasulullah jatuh menyentuh tanah selagi ia masih hidup.

Di saat jasad Ja’far telah kaku, tetapi panji masih tertancap di antara kedua lengan dan dadanya, datanglah Abdullah bin Rawahah membelah barisan musuh dan merenggut panji itu.

Baca Juga: Hidup Tenang Ala Darusman, Berserah Diri dan Yakin pada Takdir Allah

Demikianlah Ja’far mempertaruhkan nyawa dalam menempuh suatu kematian agung yang tiada taranya. Begitulah caranya ia menghadap Allah, berselimut darah kepahlawanannya.

Menurut Abdullah bin Umar, ketika mendapati jasadnya, didapati luka-luka bekas tusukan pedang dan lemparan tombak lebih dari 90 tempat di tubuh Ja’far.

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda mengenai dirinya, “Aku telah melihatnya di surga…., kedua bahunya yang penuh bekas-bekas cucuran darah penuh dihiasi dengan tanda-tanda kehormatan…!” (P09/R2).

 

Baca Juga: Hiruk Pikuk Istana di Mata Butje, Kisah dari 1 Oktober 1965

Mi’raj News Agency (MINA).

 

 

 

Baca Juga: Inspirasi Sukses, Kisah Dul dari Rimbo Bujang Merintis Bisnis Cincau

Rekomendasi untuk Anda