Gugat Israel di ICJ, Presiden Afrika Selatan: Saya Tidak Pernah Merasa Sebangga Hari Ini’

Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa berbicara saat konferensi pers di Luthuli House di Johannesburg, 18 Desember 2023. (Photo: ROBERTA CIUCCIO/AFP via Getty Images)

Cape Town, MINA – Presiden , , mengomentari gugatan kasus genosida negaranya terhadap di hadapan Mahkamah  Internasional (), dengan menyatakan,“Saya tidak pernah merasa bangga seperti yang saya rasakan saat ini ketika tim hukum kami memperdebatkan kasus di . ”

Dikutip dari Memo, Sabtu, (13/1), dalam pidatonya di hadapan Liga Wanita dari partai berkuasa Kongres Nasional Afrika (ANC), Ramaphosa mengatakan bahwa tujuan negaranya mengajukan gugatan terhadap Israel di ICJ adalah untuk menghentikan genosida di Jalur .

“Ketika pengacara kami membela kasus kami di Den Haag, ketika saya melihat Ronald Lamola, putra negeri ini, mengajukan kasus kami di pengadilan, saya tidak pernah merasa bangga seperti yang saya rasakan saat ini,” katanya.

Mengenai apa yang mungkin dialami negaranya akibat kasus ini, Presiden Ramaphosa menjelaskan,“Beberapa orang mengatakan bahwa langkah yang kami ambil berisiko.

“Kami adalah negara kecil, dan perekonomian kami kecil. Mereka bisa menyerang kami, tapi kami akan tetap berpegang pada prinsip kami. Seperti yang diajarkan oleh bapak demokrasi kita, kita tidak akan benar-benar bebas sampai rakyat bebas,” katanya.

ICJ mendengarkan argumen Afrika Selatan pada hari Kamis dan tanggapan Israel pada hari Jum’at. Sebelumnya pada 29 Desember, Afrika Selatan mengajukan gugatan setebal 84 halaman, yang memberikan bukti bahwa pendudukan Israel melanggar kewajibannya berdasarkan Piagam PBB dan keterlibatannya dalam melakukan tindakan genosida terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Hari ini merupakan hari ke-100, pendudukan Israel melanjutkan agresi genosidanya terhadap Jalur Gaza, dengan dukungan AS dan Eropa, ketika pesawat-pesawatnya mengebom rumah sakit, gedung, menara dan rumah warga sipil Palestina, menghancurkannya hingga menghancurkan kepala para penghuninya.

Pendudukan juga menghalangi masuknya air, makanan, obat-obatan dan bahan bakar, yang menyebabkan kematian 23.469 orang sebagai syuhada dan melukai 60.005 orang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

Hal ini juga menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur dan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza dan organisasi serta badan internasional. (T/B03/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: hadist

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.