Ibu Korban Ledakan Kabul: ISIS, Mengapa Anak Saya?

(Oleh: Shereena Qazi, Wartawan Al-Jazeera*)

Anak laki-laki Syafiqa yang berusia 18 tahun, Parwaiz Alim, meninggalkan rumah pada Kamis (28/12) pagi tanpa memberitahu ibunya bahwa dia sedang menuju ke pusat kebudayaan Tebyan di Kabul untuk sebuah peristiwa yang mengecam ulang tahun ke-38 invasi Soviet ke .

“Saya akan menghentikannya untuk pergi ke sana jika saya tahu,” kata Shafiqa.

“Saya tidak peduli, saya ingin anak saya kembali,” ujarnya selanjutnya karena anaknya tewas di sana.

Parwaiz termasuk di antara setidaknya 40 korban ledakan bunuh diri pada Kamis yang menyerang sebuah daerah di dekat kompleks yang berisi kantor berita Suara Afghanistan, pusat kebudayaan Tebyan Shia dan sebuah sekolah agama.

Negara Islam Irak dan kelompok Levant () mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

“Anakmu adalah salah satu korban dalam serangan itu, ke rumah sakit sekarang,” kenang Shafiqa ketika dapat kabar melalui telepon dari suami temannya.

Tapi Shafiqa, yang juga memiliki dua anak perempuan, tetap bersikeras bahwa putra tunggalnya masih hidup.

Dalam perjalanan ke rumah sakit, dia mengatakan, dia memperkirakan akan menemukan Parwaiz di antara yang terluka.

“Hatiku sudah terbakar sejak saat itu, mengapa anakku? ISIS, saya bertanya kepada Anda, mengapa anak saya? Pemerintah Afghanistan, saya bertanya kepada Anda, mengapa anak saya? Dia tidak pernah menyakiti siapa pun,” ujarnya.

Kehadiran ISIS

Puluhan orang yang tewas dalam serangan tersebut dikubur pada Jumat di Kabul, ibu kota Afghanistan.

ISIS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pusat Tebyan menjadi sasaran karena mendapat dukungan dari Iran.

Sementara warga sipil terdiri dari mayoritas korban kelompok tersebut di Afghanistan, ISIS telah mengutuk pejuang Afghanistan yang berperang bersama pasukan pemerintah Suriah sebagai bagian dari divisi Fatemiyoun yang didukung Iran.

“Penting untuk dipahami bahwa kekerasan tersebut bukanlah bagian dari konflik sektarian Afghanistan dalam negeri,” kata Abubaker Siddique, editor berita untuk situs RFE / RL Gandhara, yang mencakup Afghanistan dan Pakistan secara ekstensif.

“ISIS tidak memiliki agenda Afghanistan, namun memiliki agenda regional untuk menunjukkan kekuatan kelompok itu di negara-negara di Timur Tengah dan Asia,” ujarnya.

Beberapa serangan di Kabul pada 2017 mengarah pada kehadiran kuat ISIS di kota tersebut, Siddique menambahkan, yang mencatat bahwa kelompok tersebut kemungkinan menarik rekrutan lokal melalui indoktrinasi.

Serangan Sebelumnya

Ibukota Afghanistan diserang beberapa kali di tahun 2017.

Pada 8 Maret, lebih dari 30 orang terbunuh saat orang-orang bersenjata yang mengenakan jas lab putih menyerbu sebuah rumah sakit di pusat kota. ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, namun para pejabat yakin kelompok lain mungkin bertanggung jawab.

Pada 31 Mei, sebuah bom truk meledak di dekat distrik diplomatik, menewaskan lebih dari 150 orang. Masih belum jelas siapa yang berada di belakang serangan tersebut.

Pada 21 Oktober, ISIS mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan setidaknya 39 orang di sebuah Masjid Syiah di Kabul.

Selama dua tahun terakhir, ISIS mengklaim semakin banyak serangan di wilayah tertentu di Afghanistan dimana kehadirannya sebelumnya jarang terjadi. Menurut Siddique, para pejuangnya mengirim pesan kepada Taliban bahwa mereka adalah kekuatan yang lebih radikal, brutal dan kuat di Afghanistan. (AT/R05/P1)

*Shereena Qazi, adalah wartawan Al-Jazeera yang meliput berita di Afghanistan dan Pakistan, melaporkan perang, konflik, militansi, politik dan hak asasi manusia

(Sumber: Al-Jazeera)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Fauziah Al Hakim

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.