Indahnya Memaafkan Orang Lain

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam ayat:

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَـٰهِلِينَ

Artinya: ”Jadilah engkau pemaaf dan serulah (manusia) mengerjakan yang ma’ruf (baik) dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 199).

Ketika turun ayat tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun bertanya kepada Malaikat Jibril, ”Apakah maksud ayat ini, wahai Jibril?” Jibril menjawab, ”Sesungguhnya Allah menyuruhmu memaafkan orang yang telah menzalimimu, dan bersilaturahim terhadap orang yang memutuskan hubungan denganmu.”

Menanggapi ayat tersebut, Ibnu Jarir berkata, ”Allah menyuruh Nabi-Nya supaya menganjurkan segala kebaikan, amal, dan ketaatan. Di samping itu, juga agar menanggung tantangan orang-orang yang tidak memahami hukum Allah dengan penuh kesabaran dan lapang dada.

Makna Maaf

Kata maaf berasal dari bahasa Arab al-‘afwu yang artinya sikap memberi ampun terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa benci, sakit hati, atau balas dendam.

Allah sendiri menyebut dirinya sebagai ‘Afuwwun yang artinya Maha Pemaaf.

Firman Allah:

إِن تُبۡدُواْ خَيۡرًا أَوۡ تُخۡفُوهُ أَوۡ تَعۡفُواْ عَن سُوٓءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّ۬ا قَدِيرًا

Artinya: ”Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa.” (Q.S. An-Nisa [4]: 149).

Keutamaan Pemaaf

Sifat pemaaf ini dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam kehidupan bermasyarakat.

Beliau tidak pernah membalas orang lain yang menyakitinya, selama tidak menyinggung masalah agama Islam.

Namun, apabila melecehkan kehormatan Islam dan yang berhubungan dengan hak-hak Allah, beliau pun tidak memberi maaf. Sebab, pemaafan dalam hal ini berarti pelecehan terhadap hak-hak Allah.

Pernah suatu ketika dalam Perang Khaibar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disuguhi kambing bakar yang telah diberi racun oleh Zainab binti Harits, istri Salam bin Misykam, salah seorang pemuka Yahudi. Kemudian, beliau mengambil sedikit daging paha kambing itu dan mengunyahnya. Tetapi, beliau tidak menyukainya, lalu dimuntahkan apa yang telah beliau kunyah. Sedangkan Bisyr bin Barra yang makan daging kambing itu, tidak berapa lama kemudian meninggal.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata, ”Sesungguhnya tulang ini memberi tahu kepadaku bahwa dirinya telah diberi racun.” Lalu dipanggillah Zainab dan ditanya atas perbuatannya, dan mengakui perbuatannya. Walaupun Zainab telah berniat jahat akan membunuh Rasul. Namun beliau sanggup memaafkannya karena kelapangan hatinya.

Bukan hanya itu, karena sudah terlalu sering Rasul disakiti oleh masyarakat jahiliyah, para sahabatnya mengadu agar nabinya yang mulia segera berdoa supaya musuh-musuh yang di hadapannya langsung diazab Allah. Bahkan, malaikat pun menawarkan dirinya untuk mengangkat sebuah gunung agar ditimpakan kepada kaum yang mendustakan Nabi.

Tetapi, jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ”Aku diutus bukan untuk melaknati, tetapi aku diutus sebagai dai dan pembawa rahmat. Ya Allah! Berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengerti.”

Allah menyebut keutamaan memaafkan ini denan balasan ampunan Allah, antara lain di dalam ayat:

وَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينَ وَٱلۡمُهَـٰجِرِينَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْ‌ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ

Artinya: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka [tidak] akan memberi [bantuan] kepada kaum kerabat [nya], orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An Nuur [24]: 22).

Memaafkan juga termasuk perbuatan mulia seperti disebutkan pada ayat:

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٲلِكَ لَمِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ

Artinya:  “Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (Q.S. Asysyura [42]: 43).

Di dalam hadits disebutkan :

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

Artinya: “Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta. Tidak pula ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Begitulah, memaafkan adalah balasan terbaik untuk sebuah kesalahan. Mungkin berat, tapi tidak untuk mereka yang punya niat. Dan memang kita tidak perlu bersusah payah untuk membalas dendam, cukup maafkan setiap kesalahan. Karena memaafkan adalah pembalasan yang terbaik. Dan, memaafkan bukan berarti kita lemah, namun justru karena kita cukup kuat dan dewasa untuk mengerti bahwa ada orang yang membuat kesalahan.

Maka memang menjadi jelaslah, bahwa suka memaafkan kesalahan seseorang adalah tanda orang yang bertakwa. Wajib memberi maaf jika telah diminta dan lebih baik lagi memaafkan meskipun tidak diminta.

Allah pun menyebut di dalam ayat:

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: “(Orang-orang yang bertakwa adalah) mereka yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta (mudah) memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. Ali Imran [3]: 134).

Adapun sifat tak kenal maaf atau tiada maaf bagimu atau memaafkan tapi dengan syarat, adalah bisikan setan. Sebab ia hanya akan membawa keretakan dan kerusakan dalam pergaulan bermasyarakat. Masyarakat aman damai akan terwujud jika anggota masyarakat itu memiliki sikap pemaaf dan mengerti bahwa manusia tidak terlepas dari pada salah dan alpa.

Kisah Minta Maaf

Sebagai penutup, ini hanya sekedar kisah atau cerita. Tersebutlah sepasang suami isteri yang sedang berjalan melintasi daerah berpasir. Di tengah perjalanan tamasya itu, mereka bertengkar dan suaminya menghardik isterinya dengan sangat keras.

Isteri yang tekena hardikan, merasa sakit hati, tapi tanpa mampu berkata-kata. Ia pun berjongkok dan hanya mampu menulis di atas pasir, “hari ini suamiku telah menyakiti hatiku.”

Mereka pun tetap terus berjalan sambil saling terdiam. Hingga  tibalah di suatu danau yang sejuk, tempat orang-orang bermain dan mandi di tepian. Sepasang suami isteri itu pun kemudian ikut meredakan diri dengan bermain di danau, walau dengan jarak agak berjauhan. Masih tanpa kata-kata.

Hingga datanglah musibah, sang isteri rupanya terseret air di kedalaman, ia mencoba berenang namun nyaris tenggelam. Sampai datanglah pertolongan dan akhirnya ia berhasil diselamatkan. Penolongnya adalah suaminya sendiri.

Tatkala sang isteri mulai siuman dan rasa takutnya telah hilang. Dia pun mencari sebuah batu, lalu dengan alat besi ia pun mengukit tulisan, “hari ini suamiku yang baik telah menyelamatkan nyawaku.”

Lalu dengan suasana mencair, dan tumbuh kembali kasih sayang, sang suami pun bertanya kepada isterinya yang sesungguhnya sangat ia sayangi, sambil menyesal telah menghardiknya tadi.

Mengapa setelah aku melukai hatimu, kamu menulisnya di atas pasir dan sekarang kamu mengukirnya di atas batu?

Isterinya pun menjawab, Saya menulis di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu. Dan bila sesuatu hal baik diperbuat engkau, suamiku, aku pun harus mengukirnya di atas batu, agar tidak bisa hilang tertiup angin.”

Terkadang memang sepuluh atau seratus kebaikan seseorang bisa terlupakan hanya karena satu kesalahan. Padahal manusia itu tidak ada yang sempurna dan semua orang itu pasti pernah melakukan kesalahan.

Marilah kita belajar untuk bisa saling memaafkan, karena Allah saja selalu memaafkan kesalahan hamba-Nya. Jadi, mengapa kita tidak bisa memaafkan kesalahan orang lain. Sebab meminta maaf tidak akan merendahkan kita, memberi maaf tidak akan menjadikan kita hina, dan mendoakan kebaikan orang lain tidak menjadikan kita turun derajat.

Namun justru itu semua akan mendatangkan kasih sayang Allah, kebaikan manusia dan menunjukkan kemuliaan akhlak kita sebagai seorang Muslim. Alhamdulillaah. (P4/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.